CAMARADERIE : Alesha & Airlangga

Ale tersenyum tenang dan terlihat memainkan ponselnya, dalam satu sentuhan lembut pada layar ponselnya, membuat seantero Tunas Bangsa menjadi heboh.

Ting

Ting

Ting

Semua orang sibuk dengan ponselnya.

"Seharusnya kamu gak melakukan hal tadi, Genta. Kasihan Ale "

"Tapi aku benar-benar sudah muak, Ai. Aku gak mau bikin kamu cemburu."

"Aku gak cemburu, Genta. Aku justru merasa sedih karena melihat Ale tadi. Ia pasti sangat malu. Aku pernah merasakan hal yang sama."

"Tenang, Ai, tenang. Kamu sekarang sudah sama aku, aku akan selalu me-ratu-kan kamu."

"Tapi bagaimana dengan Ale?"

"Berhenti menyebut nama dia, Ai. Kalau bukan karena teman-teman kelas yang menyuruh aku menerima semua makanan dia, sudah sejak lama aku membuang apa yang dia berikan."

Suara-suara itu terdengar dari ponsel mereka semua, termasuk dari ponsel Tiara.

"Tenang sih, aku gak akan minta kalian mengembalikan makanan yang aku bawa kok" Ale terkekeh kecil melihat ekspresi teman kelas Genta.

"Dan yah, aku memang anak anggota yang mungkin menurut kalian gajinya tidak seberapa. Namun aku akan selalu bangga menjadi anak papa yang bekerja sebagai tentara. Dan satu lagi, aku pernah suka kak Genta, bukan karena kepopuleran nya apalagi hartanya, tapi yah namanya juga first impresion kan, kadang salah duga. Aku tentu tahu diri sebagai junior di sekolah ini, dan aku merasa gak enak banget karena udah bikin anak-anak lain bergonjang ganjing karena tingkahku. Kak Nadya, sorry banget untuk pertunjukan hari ini, aku cuma membela diriku yang selalu dipandang rendah, dikatakan penjilat dan pengkhianat. Dan untuk kebaikan kak Nadya dan juga kalian, teman-teman kelas kak Genta, aku mau bilang makasih banyak, entah kalian tulus melakukannya atau tidak, aku tetap harus berterima kasih." Ale tersenyum tenang. Ia lalu menatap Tiara yang masih membatu.

"Kak Tiara, tidak semua hal yang kita inginkan terjadi atas kehendak kita, apalagi ini tentang perasaan seseorang kak. Jam terbang kak Tiara mungkin lebih jauh dari aku, tapi aku akan menekankan satu hal ini kepada kak Tiara. Kak Tiara itu cantik, meski bar-bar sih, tapi aku tahu kak Tiara baik, buktinya kucing-kucing di jalanan bisa kenyang karena tangan santun kak Tiara. Aku pernah membaca kalimat seperti ini, perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Mungkin kak Genta gak sebaik itu untuk kak Tiara. Jadi sudahi perasaan kakak dan tata hidup kakak kembali tanpa melibatkan kak Genta di dalamnya." Ale menepuk dua kali pundak Tiara sebelum melangkah pergi meninggalkan kantin.

Teman-teman Ale mengikuti langkah Ale meninggalkan kantin. Mereka tidak mengira jika Ale yang kelihatan slangean bisa sekeren itu. Ia bisa membuat bungkam para rakyat Tunas Bangsa, bahkan sampai ke orang-orang populer sekali pun.

"Le, you did well" Liona merangkul Ale.

"Duh, jadi keki dekat-dekat Ale." ujar Abi.

"Dih, apaan sih? Eh, aku keterlaluan gak sih?" Ale meringis sendiri mengingat kelakukan nya barusan.

"Gak sama sekali." jawab yang lain.

"Kamu hebat gilaa!" Salwa bertepuk tangan heboh.

"Kuy, makan dulu. Tadi gak sempat makan, makanya jajanannya di bawa ke kelas saja." ajak Wana.

Ale speechless melihat kelakuan teman-temannya yang masing-masing membawa makanan ditangan mereka.

"Maaf yah, karena aku makan kalian jadi tertunda." ringis Ale .

"Santai, Le." ujar yang lain.

✨✨✨

From Papa: kak, hari ini kakak pulang bareng kak Air dulu yah. Papa sedang ada urusan di pangdam, ini lagi bersama twins. Kalau nunggu papa pulang, takutnya lama.

To Papa: naik angkot juga bisa kok pa :) Malu kalau minta tolong terus ke kak Air.

From Papa: anaknya sendiri kok yang nawarin. Pokoknya pulang nanti harus sama kak Air.

To Papa : siap, papaku!

Ale menyimpan ponselnya. Jam pelajaran terakhir sedang berlangsung, tapi beruntungnya kelas Ale sedang jam kosong karena guru yang bersangkutan sedang tidak hadir.

"Gaiss, lupa bilang, weekend nanti kalian ke rumah. Makan-makan lah kita" ujar Gema Afdian.

"Wah, asek asek!"

"Mau dong "

"Rumahnya dimana Gema?" tanya Ale.

"Di Citra Garden. Nanti gue send location ." jawab Gema.

"Ocee."

Saat jam pulang sudah tiba, Ale berjalan ke depan bersama Liona.

"Jemputan kamu dimana?" tanya Ale.

"Sekitar halte katanya. Kamu dijemput atau naik angkot? Sini sekalian aku anterin. "

"Di jemput kok."

"Aku duluan yah" pamit Liona.

Ale mengangguk. Ia lalu memperhatikan sekitarnya, memastikan jika Air belum ada.

"Nunggu angkot yah pastinya?" tanya Sinta.

"Sok-sokan segala tadi di kantin, lo kira lo udah hebat setelah bikin anak-anak di kelas gue malu? Dih, kepedean." cerca Sinta.

"Udahlah kak, jangan cari masalah lagi."

Porsche Carrera membela jalanan di depan sekolah Ale, membuat orang-orang yang melihatnya berdecak kagum. Siapa pula pengendara mobil mahal itu? Apalagi saat mobil itu berhenti tidak jauh dari tempat Ale berdiri.

Ale ikut memperhatikan mobil mahal tersebut, pun dengan Sinta .

"Keren gila." ucap Sinta.

Lalu turunlah si pengendara, membuat para perempuan ingin menjerit namun tertahan.

"Sorry lama. Tadi agak macet di perempatan depan. " ringis Air saat sudah sampai di depan Ale.

"Never mind. Aku juga belum lama keluarnya."

"Mau pulang sekarang?"

Ale mengangguk.

Air lalu meletakkan telapak tangannya dikepala Ale, lalu menuntun Ale masuk ke mobil, memastikan jika perempuan itu tidak terbentur.

"Tunggu sebentar yah." ucap Air.

"Iya."

Air berjalan mendekati Genta yang kebetulan baru keluar dari gerbang sekolah. Nampak dua lelaki itu terlibat percakapan yang serius hingga membuat wajah Genta tidak bersahabat. Orang-orang memandang mereka dengan pandangan bertanya.

"Ayo lah, kita pulang!" ujar Air saat ia sudah duduk dibalik kursi kemudi.

"Kak Air dari mana deh?"

"Ketemu teman, Sha."

"Owalah."

Porsche Carrera itu kembali berhenti di depan gerbang batalyon. Air lagi-lagi harus mempersiapkan diri untuk menerima segelintir pertanyaan.

Tidak ingin menunggu lama, Ale menurunkan kaca mobil dan memperlihatkan wajahnya.

"Halo om, ini Ale kok." Ale melambaikan tangannya dan menyapa om-om yang berjaga.

"Owalah, mbak Ale ternyata. Om kira siapa." Lalu terbuka lah palang yang melintang di depan mobil Air.

"Terima kasih, om." ucap Ale.

Mobil Air kembali melaju hingga bertemu lagi dengan pos penjagaan, dan Ale kembali melakukan hal yang sama seperti tadi.

"Kak Air gak sambat kan diginiin terus?" tanya Ale.

"Nggak, Sha. Udah terbiasa kok, waktu kecil kan juga begini."

"Mau mampir dulu?" Ale menawarkan.

Air menggelengkan kepalanya.

"Nanti yah kalau papa kamu ada di rumah. Langsung istirahat."

"Terima kasih kak. Hati-hati di jalan."

"Perlu ngabarin gak nih kalau sudah tiba ditujuan?"

Ale tertawa kecil.

"Boleh deh. Hitung-hitung bentuk tanggung jawab Ale."

"Okay. I'll text you later. See you!"

"Take care!" Ale melambaikan tangannya.