Pesona Mama Muda

Lusy sampai di kota kecil tempat dirinya dulu tumbuh dan tinggal. Kota yang asri karena berada di bawah kaki gunung, dengan pemandangan pohon anggur sejauh mata memandang.

“Lusy?”

Seorang wanita paruh baya memanggil nama Lusy.

Lusy menoleh, hingga melihat wanita yang dulu berteman baik dengan orangtuanya, berjalan menghampiri dirinya.

“Bibi.” Lusy mengulas senyum, bahkan sedikit membungkukkan badan.

Wanita tadi tersenyum, kemudian memandang Cheryl yang ada di gendongan Lusy.

“Dia putrimu?” tanya wanita itu. Diusapnya rambut Cheryl lembut.

“Iya,” jawab Lusy dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

Wanita tadi lagi-lagi tersenyum, kemudian seperti mencari sesuatu.

“Di mana suamimu?” tanya wanita itu kemudian.

Selama ini memang Lusy tidak pernah pulang, sehingga tidak tahu bagaimana sebenarnya nasib dan kehidupan Lusy.

Lusy tersenyum getir, kemudian menggelengkan kepala pelan.

Wanita itu terdiam melihat ekspresi wajah dan gelengan kepala Lusy, hingga kemudian mengajak Lusy mampir ke rumahnya.

Di sana Lusy menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya, membuat wanita itu bersimpati.

“Kamu yang kuat, mungkin ini hanya ujian untukmu,” kata wanita itu.

Jika di Indonesia wanita memiliki anak di luar nikah akan mendapatkan cibiran, beda lagi jika di kota itu. Di sana orang bertoleransi karena tahu bagaimana pergaulan di kota besar.

“Iya, Bibi.” Lusy mengembangkan senyum, tidak menyangka jika wanita itu malah bersimpati dan tidak mencaci atau memandangnya sebelah mata.

“Apa kamu akan tinggal di sini?” tanya wanita itu lagi.

“Iya, aku memutuskan untuk tinggal di sini saja bersama putriku,” jawab Lusy sambil memandang Cheryl yang berada di pangkuan.

**

Setelah berpikir begitu lama, akhirnya Zayn memantapkan hati untuk mengejar Lucy, atau lebih tepatnya ingin melakukan pendekatan terlebih dahulu, mengingat jika Lucy mengalami masa lalu yang begitu menyakitkan, hingga tidak mudah percaya dengan pria.

Zayn baru saja bertemu dengan Joya tadi, hingga mengutarakan maksud keinginan ingin mengenal Lucy meski wanita itu berada jauh di negara yang berbeda. Awalnya Joya dan Kenzo ragu mengingat masa lalu Lucy yang mungkin tidak bisa diterima oleh sebagian orang. Namun, Zayn benar-benar sudah memantapkan hati, baginya yang tidak mudah berpaling dalam mencintai, takkan mudah menyingkirkan perasaan yang telah singgah.

“Apa ini yang namanya perjuangan, belum apa-apa aku harus mengejarnya ke negeri yang sangat jauh di sana.”

Zayn memandang secarik kertas bertuliskan alamat Lucy di Prancis. Demi cinta serta menghapus status memiliki kelainan seksual, membuat Zayn harus berjuang mengejar cintanya.

**

Saat malam hari. Zayn terlihat sudah berpakaian rapi karena akan menghadiri acara makan malam bersama keluarga. Hari ini makan malam diadakan di rumah orangtua Zayn, tentu saja dirinya tak bisa mengelak atau beralasan agar tak hadir.

“Apa Farzan benar-benar bercerai dari Grisel?” tanya Farah saat melihat sang putra masuk ke ruang makan. Wanita itu sedang membantu pelayan menyiapkan hidangan di meja.

“Aku dengar keduanya sudah menandatangini surat perceraian, tapi pengadilan belum mengesahkannya,” jawab Zayn.

“Aku pikir hubungan mereka sangat baik, apalagi mereka menikah sudah tujuh tahun lamanya. Sangat disayangkan jika akhirnya bercerai,” ujar ibunya Zayn, menoleh sekilas pemuda itu, sebelum kemudian kembali fokus pada hidangan di meja.

Bagi wanita dua anak itu, mempertahankan sebuah pernikahan adalah hal yang paling utama, sebab itulah sangat menyayangkan saat tahu keponakannya akan bercerai.

“Aku tidak menyukai Kak Grisel.” Zahra tiba-tiba muncul di ruang makan dan ikut bicara.

Farah menoleh, melihat anak gadisnya itu sudah berpakaian cantik dan anggun.

“Kamu tahu apa? Jangan suka menilai seseorang dari luarnya,” kata Farah sambil sedikit menggelengkan kepala pelan.

“Tapi aku benar-benar tak menyukainya, Ma. Dia terus mengumbar senyum saat bersama kita, tapi waktu di toilet, aku pernah melihatnya memasang wajah kesal, bahkan pernah juga melihatnya seperti sedang marah-marah sendiri,” ujar Zahra menyampaikan apa yang diketahui.

“Hust! Tidak baik bilang seperti itu, mungkin saja waktu itu dia sedang ada masalah,” ucap Farah menjelaskan agar putrinya tak berpikiran negatif.

Zayn hanya tersenyum tipis mendengar keluhan Zahra tentang Grisel, tentu saja pemuda itu tahu bagaimana sifat istri kakak sepupunya itu yang sebenarnya.

**

Keluarga Farzan dan yang lainnya sudah datang untuk berkumpul, tapi kali ini jelas ada yang kurang karena Farzan tidak lagi bersama Grisel. Anggota keluarganya sudah tahu tentang masalah Grisel dan Farzan, sebab itu mereka tidak ingin menanyakan ke mana Grisel.

“Apa surat ceraimu belum keluar?” tanya salah satu anggota keluarga ketika mereka mulai makan bersama.

“Belum masih menunggu antrian,” jawab Farzan dengan senyum tipis di wajah.

Zayn melihat kakak sepupunya itu terlihat lebih nyaman makan bersama keluarga kali ini, mungkin karena kakak sepupunya itu tidak lagi harus tertekan dengan kebohongan Grisel jika ada pembahasan tentang anak.

“Baguslah, wanita seperti itu memang layak ditinggalkan. Seharusnya kamu tinggalkan saja sejak dulu,” timpal anggota keluarga lain, bukankah sudah biasa jika ada pro dan kontra dalam satu masalah.

“Ya, mungkin Farzan dulu berpikir untuk bisa mempertahankannya,” balas Farah yang lebih suka di tim anti perceraian.

“Tapi tetap saja, sikap dan tingkah Grisel tidak bisa dibenarkan. Dia menjelekkan Farzan, padahal aslinya dia sendiri yang jelek,” timpal yang lain.

Kedua orangtua Farzan menatap bergantian saudara-saudaranya, lantas melihat Farzan yang tak merespon dan terus menunduk.

“Sudah, yang terpenting sekarang Farzan sudah mengambil keputusannya. Apa pun itu kami hanya bisa mendukung,” ucap Anisa—ibu Farzan, memberi dukungan pada anak semata wayangnya itu.

Zayn masih melihat Farzan tidak bicara sepatah kata pun dengan pembahasan yang terjadi, bersama istri jadi bahan cerita, sudah tidak bersama pun masih jadi bahan cerita.

“Ya benar, yang lalu biarlah berlalu. Semoga wanita itu tidak melakukan hal aneh-aneh, atau memanfaatkan Farzan untuk mengeruk kekayaan keluarga. Tahu sendiri wanita model begitu, bisa saja dia mau bercerai asal diberi harta melimpah,” timpal yang lain dengan nada sinis.

“Lalu, apa setelah ini kamu berkeinginan mencari pendamping lagi?” tanya ibu Zayn ketika melihat Farzan lebih banyak diam.

“Aku belum memikirkannya, Bi. Jika Tuhan berkehendak, maka saat itu aku akan menjalani,” jawab Farzan santai. Meski dirinya sudah memiliki pilihan, tapi Farzan belum memastikannya, sehingga menganggap tak perlu jika membicarakan tentang wanita yang disukainya ke keluarga sekarang.

Suara sendok dan piring saling beradu terdengar di ruangan itu, di sisi lain ada yang menikmati hidangan, di sisi lain ada yang memilih melakukan perbincangan tentang Farzan atau hal lainnya.

Para wanita di sana masih membahas tentang perceraian kakak sepupu Zayn, bahkan ada yang menawarkan ingin menjodohkan. Namun, Zayn mendengar kakak sepupunya itu menolak perjodohan itu.

“Barangkali saja kamu mau menikah langsung setelah bercerai,” ucap Bibi Farzan lagi, sebelum kemudian tatapan tertuju pada Zayn. “Bagaimana denganmu, Zayn?”

Zayn sedang mencicipi kuah sup yang tersaji, mendengar namanya disebut membuat pemuda itu langsung tersedak. Kini semua tatapan orang yang berada di meja makan tertuju padanya, termasuk Farzan.

“Aku kenapa?” tanya Zayn berpura tak peka.

“Sudah berapa umurmu sekarang? Apa kamu tidak mau menikah? Bahkan aku lihat, kamu tidak pernah berhubungan dengan gadis mana pun. Apa mau aku kenalkan dengan salah satu anak temanku?” tanya sang Bibi.

Kedua orangtua Zayn juga heran, sejak kuliah hingga sekarang, belum pernah sama sekali melihat putranya jalan dengan seorang gadis atau mengenalkan gadis sebagai pacar.

“Tidak,” tolak Zayn jika memang ingin dijodohkan.