Kebohongan yang diciptakan oleh Karin membawanya terjebak dalam sebuah hubungan cinta terlarang bersama seorang pria beristri.
Alvaro adalah sosok pria yang Karin perkenalkan sebagai kekasih dihadapan papa dan tantenya demi menghindari rencana perjodohan.
"Memperkenalkan orang asing tanpa melihat-lihat dulu latar belakangnya, apa kamu tau apa akibatnya?"_ Alvaro
"Aku tidak peduli. Aku lihat kamu tampan dan mapan. Itu sudah cukup membuat keluargaku percaya dan tutup mulut."_ Karin
Cinta yang tak seharusnya itu apakah akan tetap bertahan atau pada akhirnya Karin akan memilih perjodohan yang sudah disiapkan oleh keluarganya?
"Cinta? Cinta seperti apa yang kamu maksud, Al? Jika disetiap malam-malammu ada dia sebagai penghangat ranjang dan teman tidurmu!"_ Karin.
Ikuti kisahnya dan mohon dukungannya! Salam dunia perhaluan 🙏🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : TPSO
Dan malam ini Alvaro menepati janjinya. Tepat pukul tujuh malam dia datang ke rumah Dhea untuk menemui Karin. Saat ini Alvaro tengah berdiri di depan mobilnya yang dia parkirkan tidak jauh dari gerbang rumah Dhea. Sebelumnya Alvaro sudah menelfon Dhea untuk memberitahu Karin jika dirinya menunggu di depan gerbang rumah Dhea.
Nampak didepan sana Karin berjalan keluar melewati pintu gerbang berwarna coklat tua. Wanita itu memakai celana tidur panjang dan sweater rajut berwarna biru muda. Alvaro yang sedang menyenderkan tubuhnya pada sisi mobil langsung berdiri tegak saat melihat kehadiran Karin.
"Bagaimana keadaanmu?" Alvaro menempelkan punggung tangannya di kening Karin untuk mengecek suhu tubuhnya.
"Sudah lebih baik setelah aku meminum obat," jawab Karin.
Alvaro mengangguk mengerti, kemudian dia berjalan ke samping mobil dan membuka pintu mobil depan untuk mengambil paper bag kecil yang dia taruh di jok depan samping kursi pengemudi.
"Ini untukmu, biar aku mudah untuk menghubungimu." Alvaro menyodorkan paper bag ditangannya pada Karin.
Karin menerima paper bag itu dari tangan Alvaro dan mengintip isinya. Rupanya didalamnya ada sebuah kardus handphone.
"Untuk apa memberiku ponsel, jika aku tidak bisa menghubungimu setiap saat. Tidak bisa mengucapkan selamat malam, selamat tidur, dan mimpi indah," ucap Karin. Lebih tepatnya itu adalah sebuah kalimat sindiran halus untuk Alvaro.
"Jangan bicara seperti itu, Rin. Aku hanya tidak ingin kejadian seperti semalam sampai terulang lagi. Jika aku tidak bisa datang maka aku bisa memberimu kabar dan kamu tidak perlu menungguku," ucap Alvaro merasa sedikit kesal. Dia sangat khawatir dan merasa bersalah pada Karin atas kejadian semalam.
Karin tersenyum getir. "Tapi itu adalah faktanya, Al. Disaat ada dia di sampingmu yang bisa kamu peluk sebagai penghangat tidurmu, mungkin disini aku sedang menangis memikirkan dan merindukan kamu!" Nada suara Karin meninggi, gemuruh dihatinya kembali bergejolak.
Karin kembali melanjutkan kata-katanya. "Dan apa kamu bisa menjamin jika kejadian seperti semalam tidak akan pernah sampai terulang lagi? Tidak kan?"
Alvaro nampak terdiam, dia bisa melihat kekecewaan untuk dirinya diwajah Karin. Semua yang dikatakan Karin memang benar adanya. Dia tidak bisa memberikan jaminan apapun pada wanita-nya.
"Maaf..." lirih Alvaro.
"Jangan meminta maaf, Al. Kamu sendiri yang bilang, seribu kata maaf tidak akan berguna saat kamu memilih untuk melangkah lebih jauh denganku," kali ini Karin menurunkan nada suaranya. Karin membalikkan badannya dan berdiri memunggungi Alvaro.
"Al, disaat aku benar-benar merasa sudah sangat lelah, maka aku yang akan pergi meninggalkanmu. Dia jauh lebih berhak atas dirimu," ucap Karin dengan wajah tertunduk sedih, genangan air mata sudah menghias dikedua bola mata indahnya.
Alvaro meraih lengan Karin dan segera membalikkan tubuhnya, membuat pandangan mata mereka kembali bertemu. "Aku tidak akan membiarkan itu sampai terjadi. Aku tidak akan pernah merelakan kamu untuk pergi dari sisiku!"
Karin meraih satu tangan Alvaro dan menggenggamnya erat, sementara tangan Alvaro yang satu lagi masih memegangi lengan Karin. Cukup lama Karin terdiam sambil menatap wajah sang pujaan hati.
"Kemarin Ken mengatakan jika dia ingin menjalin hubungan lebih dekat denganku. Apa kamu bisa membantuku untuk memberikan jawaban apa yang pantas untuk Ken?" Tanya Karin.
Alvaro nampak sedikit terkejut mendengarnya, rupanya Kenzo sudah mulai ada hati untuk Karin. Haruskah dia merelakan Karin untuk bersama dengan Kenzo dan membiarkan wanita-nya itu bahagia bersama pria lain?
"Aku tidak bisa melihatmu dekat dengan pria lain, termasuk Ken. Aku merasa sangat cemburu," jawab Alvaro menatap lekat mata Karin.
Karin menyunggingkan senyum diwajahnya. Entah dia harus merasa bahagia atau tidak mendengar kejujuran Alvaro barusan. Karin melepas genggaman tangannya pada tangan Alvaro.
"Kamu sangat egois, Al. Kamu bisa dengannya, tapi aku tidak boleh dengan yang lain." Karin menjeda kalimatnya sebentar. "Tapi, aku yang bodoh ini, begitu sangat mengagumi dan mencintaimu, Al."
Alvaro merengkuh pinggang Karin. Hingga kini tubuh mereka seperti tidak berjarak sedikitpun. Tak ingin wanita-nya itu bicara terlalu banyak lagi.
"Anggap saja seperti itu, anggap saja aku egois!" Jawab Alvaro dengan tegas.
Alvaro mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya dibibir Karin. Tangannya semakin merengkuh erat pinggang Karin, tak membiarkan Karin untuk memberontak dan menolak ciumannya.
Tangan Karin mencengkram erat jas yang dipakai Alvaro, kedua matanya terpejam saat dirasanya Alvaro menyesap bibirnya, me-lu-matnya dengan lembut dan penuh dengan perasaan. Saat ini cinta telah mampu mengalahkan akal sehat mereka berdua.
...🔥🔥🔥🔥🔥...
Ardi merasa sangat merindukan putrinya. Sudah ada satu bulan putrinya itu tidak pulang ke rumah. Beberapa hari lalu Lidia memang sempat datang ke rumah Dhea untuk melihat keadaan Karin. Namun sayangnya saat itu Lidia tidak sempat bertemu dengan Karin karena Karin sedang ada pekerjaan mendadak.
"Mas, kenapa melamun diluar? Cuacanya sangat dingin, nanti mas bisa sakit." Lidia menghampiri sang kakak yang sedang berdiri termenung di depan teras rumah mereka.
"Mas kangen sama Karin. Tumben sekali Karin nginepnya lama dirumah Dhea, biasanya paling lama ya seminggu," jawab Ardi. Tidak biasanya Karin bersikap seperti ini, Ardi merasa putrinya itu seperti sedang menghindari dirinya.
Lidia melipatkan kedua tangannya didada. "Ya biar dia bisa lebih bebas ketemu sama pacarnya lah, mas! Namanya orang lagi jatuh cinta pasti penginnya nempel mulu kayak perangko. Kalau tinggal disini mana bebas si Karin, baru jam sepuluh malam sudah tidak boleh keluar rumah lagi."
Selama ini Lidia memang begitu tegas dalam mendidik Karin. Dia tidak pernah mengijinkan Karin pergi keluar dengan seorang pria dan memberikan batasan waktu untuk keponakannya itu jika ingin pergi keluar malam-malam.
Ardi tersenyum mendengar penuturan adiknya. Ardi tau Lidia sangat menyayangi Karin hingga Lidia begitu overprotektif terhadap putrinya itu.
"Mas tau kamu sangat sayang sama Karin dan tidak ingin Karin sampai terjerumus dalam pergaulan yang salah. Tapi sekarang Karin kita sudah dewasa, jadi biarkan dia menentukan pilihannya sendiri," ujar Ardi dengan nada lembut.
Lidia menurunkan kedua tangannya dari dadanya.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk Karin, mas. Jangan sampai Karin salah melangkah, apalagi sampai mengikuti jejak ibunya," dada Lidia nampak naik turun, entah mengapa setiap mengingat kelakuan mantan kakak iparnya itu membuat emosi Lidia langsung meluap-luap.
"Sudah jangan dibahas lagi soal itu. Sekarang Anita sudah bahagia dengan kehidupannya. Mas sudah mengikhlaskannya," ucap Ardi yang memang sudah tidak ingin membahas tentang masa lalunya lagi.
Terakhir Ardi bertemu dengan mantan istrinya adalah saat wanita itu pamit dan mengatakan akan menikah dengan pria yang menjadi selingkuhannya. Setelah itu Ardi tidak pernah lagi mendengar kabar tentang Anita. Mungkin sekarang Anita sudah bahagia bersama dengan keluarganya.
"Mungkin mas bisa mengikhlaskan, tapi tidak denganku, mas!! Sampai matipun aku bakal tetap membenci wanita mura-han itu!!" Lidia begitu tersulut emosi, dia melenggangkan kakinya masuk ke dalam rumah dan tidak ingin melanjutkan obrolannya lagi dengan sang kakak.
Ardi menarik nafas panjang, Lidia memang sangat membenci Anita sejak mengetahui tentang perselingkuhan Anita dengan seorang pria beristri. Belum lagi Anita lebih memilih untuk pergi dengan pria selingkuhannya dari pada harus mengurus Karin yang saat itu masih berusia 10 tahun dan sangat membutuhkan sosok seorang ibu untuk menjaga dan mengurusnya.
...🔥🔥🔥🔥🔥...