Turun Ranjang
Fawwas, seorang dokter ahli bedah tidak menyangka harus mengalami kejadian yang menyenangkan sekaligus memilukan dalam waktu yang bersamaan. Saat putrinya dilahirkan, sang istri meninggal karena pendarahan hebat.
Ketika rasa kehilangan masih melekat, Fawwas diminta untuk menikahi sang adik ipar. Dia adalah Aara, yang juga merupakan seorang dokter kandungan. Jelas Fawwas menolak keras, belum 40 hari istrinya tiada dia harus menikah lagi. Fawwas yang sangat mencintai istrinya itu bahkan berjanji untuk tidak akan menikah lagi.
Tapi desakan dari keluarga dan mertua yang tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang lain membuat Fawwas terpaksa menerima pernikahan tersebut. Terlebih, itu juga merupakan wasiat terakhir dari sang istri meskipun hanya tersirat.
Bagaimana Fawwas menjalani pernikahan nya?
Apakah dia bisa menerima adik iparnya menjadi istri dan ibu untuk putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IB 22: Sakit
" Assalamu'alaikum, hallo cantik kesayangannya ayah. Sedang main apa hmmm?" Fawwas pulang lebih awal dari biasanya. Saat ini baru pukul 16.00. Tidak disangka rasanya sungguh senang sekali saat kembali ke rumah disambut oleh anak dan juga .... istri. Entahlah apa yang saat ini Fawwas rasakan, tapi melihat Aara tersenyum dengan manis saat mencium tangannya membuat hatinya seperti disiram es. Dingin dan menyegarkan, seperti itu lah yang ia rasakan sekarang.
" Waalaikumsalam, Ayah. Kok tumben Kak sudah pulang jam segini?" Aara mengikuti Fawwas masuk. Tadi mereka dia memang sedang membawa Neida untuk menikmati udara sore di halaman depan rumah.
" Iya, hari ini sedang tidak ada jadwal operasi. Tapi tetap saja harus standby. Kamu pasti paham akan hal itu. Oh iya Ra. Ada yang mau aku bicarakan. Aku akan mandi sebentar ya."
Aara mengangguk, tapi dalam hatinya bertanya. Kiranya apa gerangan yang akan dibicarakan oleh Fawwas kali ini. Namun Aara sendiri tidak mau banyak berspekulasi. Ia memilih menunggu sambil menyusui Neida di kamar. Tapi di dalam kamar tersebut pikiran Aara masih saja berkelana. Niatnya tidak ingin kepikiran tapi pada akhirnya mau tidak mau dia tetap harus berpikir.
Drtzzzz
Ponsel Aara berbunyi. Sebuah panggilan dari sang ibu ternyata. Ia langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Dengan posisi menyusui Neida, Aar berbicara melalui telepon dengan Risma.
" Ya Bu, ada apa?"
" Sayang, bisakah kamu ke rumah. Ayah mu sedang tidak enak badan. Dia ingin melihat anak dan cucu nya katanya."
" Ayah sakit?"
Obrolan antara Aara dan Risma berlangsung lumayan lama. Ternyata Rezky sudah sakit selama 3 hari yang lalu, dan katanya sekarang sudah taraf mau sembuh. Mereka memang sengaja tidak menghubungi Aara karena tidak ingin Aara khawatir. Lagi pula ada Neida juga, kalau mereka datang saat kondisi Rezky sedang tidak baik, takut akan menularkan kepada Neida.
" Kami akan ke sana Bu, aku akan bersiap," ucap Aara mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang ibu.
Aara melepaskan mulut Neida dari pu-ting nya. Ia menyudahi acara menyusu Neida, dan terlihat bayi mungil itu juga sudah puas menyusu. Ketika Aara membereskan perlengkapan Neida, terdengar suara pintu kamar yang di ketuk dan juga suara Fawwas.
" Masuk kak, tidak dikunci!" ucap Aara dengan sedikit berteriak.
Fawwas berjalan masuk ke dalam kamar perlahan. Keningnya mengernyit melihat Aara yang sedang memasukkan baju-baju Neida ke sebuah duffle bag.
" Lho, mau kemana Ra?"
" Ya Allah lupa memberi tahu tahu Kakak. Tadi Ibu telepon, Ayah sakit. Beliau minta kita ke rumah."
" Ayah sakit, bentar aku akan ambil perlengkapan dan menyiapkan mobil."
Fawwas langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat keluar kamar. Sepertinya rencananya untuk berbicara kepada Aara kembali gagal. Mereka harus segera sampai ke rumah kedua orang tua Aara.
Selama menjadi menantu keluarga Ananta, baru kali ini dia mengalami kondisi sang mertua sakit. Saat menikah dengan Aira, Fawwas tidak pernah mendengar bahwa ayah atau ibu mertuanya sakit. Dan menjelang 5 bulan pernikahannya bersama dengan Aara juga baru kali ini mendengar bahwa Rezky sakit.
Menjelang magrib, mobil Fawwas sudah memasuki pekarangan kediaman keluarga Ananta. Senyum mengembang terbit dari bibir Risma, ia langsung mengambil alih Neida dari gendongan Aara.
" Assalamualaikum Bu, dimana Ayah?" tanya Fawwas. Dia tidak lupa membawa peralatan dokter miliknya untuk memeriksa Rezky. Dari cerita yang Fawwas dengar dari Aara, ayah mertuanya itu tidak mau dibawa ke rumah sakit.
" Di kamar, coba bujuk lah ayah mu Fa agar mau ke rumah sakit," ucap Risma dengan nada sedikit sendu. Sepertinya ucapan Risma melakukan telepon yang mengatakan bahwa Rezky sudah mendingan itu tidaklah benar. Fawwas dan Aar pun langsung bergegas menuju ke kamar. Terlihat wajah Rezky yang pucat dan sedikit kurus.
" Ayah," panggil Aara. Dia menggenggam tangan Rezky sedangkan Fawwas langsung mengeluarkan stetoskopnya dan memeriksa sang ayah mertua. Kening Fawwas mengerut, ia lalu menghela nafasnya kasar. Fawwas merogoh ponselnya yang ada dis saku jaket, dan menghubungi seseorang di seberang sana.
" Ra, siapkan beberapa pakaian ayah dan ibu. Aku akan membawa ke rumah sakit. Sekarang ambulance sedang berjalan kemari. Appa juga ada di sana, ayah harus diperiksa secara lebih detail."
Aara mengerti, ia tidak banyak bertanya dan memilih untuk melakukan perintah Fawwas.
" Tidak perlu ke rumah sakit Fa, ayah sudah baik-baik saja," ucap Rezky lirih. Terlihat sekali pria paruh baya itu tidak memiliki tenaga untuk berbicara banyak.
" Yah, ayah harus ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jangan menolak ya,ayah masih ingin melihat cucu Ayah tumbuh besar kan? Apa Ayah tidak ingin melihatnya?"
Ucapan Fawwas membuat hati Rezky sedikit tersentak. Ia tentu menginginkan hal tersebut, kebahagiaannya hanyalah keluarga. Pada akhirnya Rezky setuju dengan pengaturan Fawwas.
Tidak berselang lama suara ambulan datang, Fawwas membantu menaikkan Rezky ke dalam ambulan. Dia juga ikut bersama, sedangkan Aara dan Risma menaiki mobil Fawwas. Risma menggendong Neida dan Aara yang mengemudikan mobil. Namun, sebelum berangkat Fawwas berpesan kepada Aara untuk tidak membawa masuk Neida ke dalam rumah sakit. Dia tadi juga sudah menghubungi Gauri, jadi jika Aara ingin masuk ke dalam rumah sakit, Neida bisa dititipkan kepada Gauri terlebih dulu.
Mobil ambulance dan mobil Fawwas beriringan menuju rumah sakit. Mereka berhasil menerobos kerumunan jalan dan sampai di RSMH tanpa membutuhkan waktu yang lama. Di depan ER sudah ada Bisma dan Dika, kedua orang tersebut sudah siap menyambut Fawwas dan Rezky.
" Status Fa?"
" Detak jantung lemah, nafasnya berat, aku merasa paru-paru ayah bermasalah."
Bisma paham, dia langsung membawa Rezky ke ruang penanganan. Tak berselang lama Aara dan Risma datang, Neida sudah tidak bersama mereka maka berarti Gauri sudah datang.
Sekitar 30 menit berlalu, Rezky dipindahkan ke ruang perawatan. Hasil pemeriksaan akan keluar besok, paling cepat nanti malam. Maka dari itu Risma tentu akan menunggu. Sedangkan Aara, dia diminta pulang oleh Bisma dan Fawwas. Pun dengan Risma, ada Neida jadi Aara tidak bisa berlama-lama tinggal di rumah sakit.
" Pulanglah Ra, aku akan menunggui ayah di sini. Pulang bersama Amma dan Neida."
" Baik Kak, kalau ada apa-apa kabari aku ya?"
Fawwas mengantarkan Aara hingga keluar rumah sakit. Baru kali ini dia benar-benar melihat ekspresi sendu dari sang istri. Entah mengapa hatinya juga ikut merasa sakit sekarang.
" Aku harap semua akan baik-baik saja Ra. Aku berjanji akan menjaga Ayah dengan baik dan tidak membuatmu sedih seperti sekarang."
TBC
kita pasti bisa...
memang betul trauma seseirqng akan susah untuk di lupakan...memakan waktu...
itu juga ku alami sendiri,sampai skrng masih harus pergi kaunseling..untuk menyembuhkan rasa trauma yg sdh 2 thn lbh...hhuuuffzz.../Sweat/
skrng tugasmu untuk memulihkan keadaan...
turun ranjang bro...