Mengejar Cinta Azizah

Hingga larut malam menjelang pukul sembilan, tidak ada lagi percakapan antara Kaze dan Davio. Sementara itu, Azizah sedang berbahagia atas apa yang ia raih. Ia pun memutuskan untuk pulang menemui kedua orang tuanya. Menyampaikan kabar gembira ini sekaligus ia ingin menggelar syukuran kecil-kecilan di rumahnya.

"Ibu setuju Zah, tapi jangan mewah-mewah. Kamu tahu kan kemampuan ayah dan ibumu ini. " Ujar ibu azizah saat putri kesayangan itu menyampaikan keinginan nya untuk membuat syukuran.

"Hanya untuk tetangga dekat saja bu. Paling dua belas orang. Ini nadzar aku dulu bu. Sebelum mengikuti tes, aku ber nadzar dalam hati jika aku lulus aku mau syukuran. Kan aku juga tidak menyebutkan banyak sedikitnya bu. Jadi sedikitpun yang kita bagi-bagikan insyaallah sudah membatalkan nadzar ku. " Jelas Azizah.

"Baik lah nak. Ibu mengerti apa maksud dan keinginan mu. Besok ibu akan buatkan dan kamu bagi-bagikan ke tetangga. "

"Terimakasih banyak ya bu, alhamdulillah ibu selalu mengerti aku. Doa kan aku sukses ya bu, supaya aku bisa membahagian ibu dan juga ayah. " Azizah memeluk ibunya.

"Ayah bangga kepadamu nak. Teruslah berprestasi. Dan juga terus berdoa kepada Allah. Mintalah selalu petunjuk di semua jalan yang kamu lalui. " Ujar ayah Azizah.

Keesokan harinya azizah masih di rumah orang tuanya, ia sibuk membantu ibunya memasak fi dapur. Membuat nasi berkat sejumlah kira-kira dua belas bungkus untuk nantinya dibagikan ke tetangga. Tidak lupa juga ada jajanan pasar sebagai pelengkap nasi. Azizah memang cekatan dalam segala hal. Jadi ia mengerjakan dengan baik dan cepet selesai.

"Zah, sekarang kamu antarkan ke rumah tetangga ya. Kalau ditanya dalam rangka apa, jawab saja yang sebenarnya. Jangan ada yang ditutupi. Justru dengan begitu kamu bisa meminta doa dari tetangga-tetangga kita. Semakin banyak yang mendoakanmu, InsyaAllah jalanmu akan semakin lancar nak. " Nasehat ibu azizah.

"Baik bu, Zizah pergi dulu ya. "

__________

Di sebuah perusahaan besar di kota Surabaya nampak seorang gadis cantik, dan juga seorang laki-laki yang sudah paruh baya sedang duduk santai menikmati secangkir teh dan pemandangan kota Surabaya yang mereka lihat dari atas. Ya,,, mereka adalah Andini dan ayahnya. Mereka sedang berada di ruang kerja ayah Andini yang berada di lantai sepuluh gedung megah itu.

"Selama kamu pergi, ayah merasa kesepian nak. Ada yang hilang dan membuat hati ayah sesak. " Ujar ayah Andini.

Kepergian Andini ke kota Davin selama seminggu memang membuat ayah Andini merasa kesepian. Ia yang selalu menjaga putri satu-satunya itu malah merasa takut kehilangan. Takut Andini pergi dari dirinya suatu hari nanti. Sebab ia sadar bahwa Andini seorang perempuan. Yang nantinya akan mengikuti suami jika sudah menikah.

"Maaf yah, tapi Dini senang ada di kotanya Davin. Banyak pantai yah di sana. Setiap hari Davin mengajak ku untuk jalan-jalan menyusuri pantai. Menikmati aneka makanan seafood yang enak banget yah. Maaf ya jika membuat ayah kangen denganku. "

Gadis yang sudah cukup umur untuk menikah itu memeluk ayahnya. Hanya ayah lah yang dimiliki Andini sejak kecil. Ayah sekaligus seorang ibu baginya.

"Bagaimana hubunganmu dengan Davin? "

"Kenapa ayah tiba-tiba bertanya seperti itu? Aku dan Davin biasa saja yah. Aku cukup senang hanya dengan bisa dekat dengannya. " Ujar Andini melepaskan pelukan nya pada sang ayah.

"Jangan terlalu mengejarnya nak, takutnya ia malah pergi meninggalkan mu. Ayah tahu bagaimana perasaan mu kepada pemuda tampan itu. Tapi ingat, serahkan semuanya kepada Allah. Jika kalian jodoh, Allah lah yang akan mengaturnya. "

"Aamiin,, semoga memang Davin itu jodohku yah. Aku mencintainya dari duduk di bangku kuliah dulu. Hingga sekarang perasaan ini tidak berubah terhadapnya. Justru, kedekatan ku dengannya saat ini menjadi pupuk yang menjadikan rada cintaku kepadanya semakin besar. Tapi ayah tenang saja, semua wejangan dari ayah aku pegang betul. Perempuan tidak boleh merendahkan harga dirinya di hadapan seorang laki-laki. Iya kan yah? "

"Iya benar nak. Justru laki-laki yang memang mempunyai perasaan yang sama, ia lah yang akan menyatakan cintanya dan meminta kepada orang tua si perempuan tersebut. Jadi intinya kamu sabar. Kalau jodoh tidak akan kemana. Namjn apabila Davin sudah ada orang lain di hatinya, ayah mohon kamu tetap membuka hati untuk lainnya nak. Jangan sekali-kali terbelenggu karena cinta. " Kembali, ayah Andini memberikan wejangan nya untuk putri satu-satunya tersebut.

Memiliki seorang anak perempuan apalagi satu-satunya, bagaikan menjaga sebuah telur di bibir sumur. Salah gerak sedikit saja, makan akan menjadikan telur itu masuk ek dalam sumur. Begitu berharganya dan sulitnya menjaga seorang anak gadis bagi seorang orang tua.

Tanpa mereka sadari, ada Davin yang sejak tadi mendengar percakapan Andini dan ayahnya. Awalnya, Davin tidak ada niatan untuk menguping pembicaraan yang berlangsung di dalam. Ia datang ke kantor ayah Andini untuk memberikan laporan kerjasama mereka. Sebelum mengetuk pintu tadi, Davin mendengar ahah Andini berbicara serius. Ia juga mendengar namanya di sebut, oleh sebab itu Davin memutuskan untuk mendengar dan menunggu mereka selesai berbicara.

"Maaf Din, aku belum bisa membalas Cintamu itu. Tapi aku janji akan berusaha. Kamu perempuan baik. Aku akan berusaha melawan hatiku untuk bisa melupakan azizah dan memberi ruang kepadamu. " Ucap Davin di dalam hati.

Davin merasa tersanjung dan juga pilu. Ia tersanjung sebab dicintai oleh seorang Andini yang notabene anak seorang pengusaha sukses yang kaya raya. Berpendidikan tinggi dan tentu saja berasal dari keluarga baik-baik. Namun, hati Davin pilu. Rasa cintanya terhadap azizah begitu dalam. Sehingga begitu sudah ia melupakan cinta nya tersebut. Ingin sekali Davin juga memiliki perasaan yang sama kepada Andini. Namun ia tidak terburu-buru memaksakan hatinya. Ia tidak mau menjadikan Andini sebagai pelampiasan.

Tok. Tok. Tok

Akhirnya Davin mengetuk pintu.

"Sebentar ya yah aku buka pintunya dulu. " Kata Andini lalu ia berjalan ke arah pintu. Membukanya perlahan. Dan alangkah terkejutnya Andini mengetahui bahwa Davin lah yang datang.

"Da-Davin,,,, sejak kapan kamu di sini? Mari masuk. " Ucap Andini gugup. Ia takut semua pembicaraan nya dengan sang ayah di dengar oleh Davin.

"Aku baru saja datang Din, lalu mengetuk pintu. Memangnya kenapa? "

Mengetahui Andini gugup, Davin terpaksa berbohong. Ia tidak mau membuat Andini merasa tidak enak hati kepadanya. Jujur, Davin ingin selalu berada di dekat Andini. Ia ingin berusaha melawan hatinya. Siapa tahu jika semakin dekat dengan Andini, membuatnya bisa jatuh cinta pada gadis cantik itu. Dan melupakan cinta pertamanya, Azizah.

"Eng-enggak kenapa-napa Vin. Kaget saja lihat kamu datang. KokKok nggak chat dulu sih. Mari masuk. Aku tahu kamu pasti ingin bertemu dengan ayah kan. " Kata Andini, ia mengekori Davin yang berjalan lebih dulu di depannya.

"Kamu memang cerdas Din. Bisa menebak maksud kedatangan ku ke sini. Lama-lama bisa jadi dukun kamu. Hehehehe. " Canda Davin ingin mencairkan suasana dengan Andini.

"Apaan sih kamu Vin. Sudah sana temui ayah, aku buatkan minum dulu untukmu. " Kata Andini.

"Tehnya jangan manis-manis ya Din. Karena sudah ada kamu yang begitu manis. " Lagi-lagi Davin menggoda Andini. Membuat gadis cantik itu merona. Inilah salah satu usaha Davin untuk bisa membuat hatinya juga bisa mencintai Andini.

"Idih,,, gombalnya keluar. Dah ah, aku turun dulu. "

"Tapi kamu suka kan digombalin,,,, " Ledek Davin.

"Syuuuuuuuuka banget... Puas. " Andini pun berlalu keluar.

Melihat hal demikian membuat ayah Andini senyum-senyums sendiri dari tadi. Ia begitu mendambakan seorang menantu seperti Davin yang bisa membuat putrinya selalu tersenyum. Hidup Andini memang terlalu pahit untuk diceritakan. Hidup hanya dengan ayahnya membuat masa kecil Andini jauh dari senyuman. Ia hanya bisa tersenyum saat sedang bersama dengan ayahnya. Namun, jika sang ayah bekerja dan ia bersama dengan pengasuhnya, Andini tidak pernah tersenyum. Ia selalu larut dalam aktivitas belajarnya. Sehingga saat ini, melihat sifat Davin yang agak kocak, ayah Andini behriu mengidamkan nya sebagai seorang menantu. Sebagai pengganti dirinya kelak saat ia dipanggil oleh yang maha Kuasa. Begitulah besarnya cinta seorang ayah kepada anaknya.

*********