Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab . 21 . Kematian
*Prangg!!
Surti meremas jemarinya saat mengetahui menantunya sengaja menabraknya hingga gelas yang dipegangnya jatuh ke lantai.
Netranya melirik sinis kearah Marni yang tersenyum penuh kemenangan. Wanita itu buru-buru membungkuk untuk mengambil pecahan gelas.
Dasar wanita iblis, gerutu Surti dalam hati.
Ia merentangkan jari-jarinya hendak menarik rambut Marni. Rasanya gemas melihat menantunya itu.
"Assalamualaikum,"
Suara salam bergema memecah ketegangan di ruang makan. Semua orang tiba-tiba terdiam membuat suasana berubah hening. Paijo buru-buru menyuruh sang istri untuk melihat siapa yang datang.
"Waalaikumsalam, cepetan Bu liat siapa yang datang takutnya warga lagi, biar aku aja yang bersihin belingnya," ucap Paijo mendorong Surti
Meskipun dengan berat hati Surti berjalan keluar untuk melihat siapa yang datang.
Seorang pria berkopiah putih berdiri di depan pintu, membuat wanita itu buru-buru menyuruhnya masuk.
"Waalaikumsalam, Monggo masuk ustadz,"
Surti buru-buru masuk lagi ke dalam untuk memanggil suaminya dan juga Amar untuk menemui Ustadz Gani.
"Maaf aku baru mendengar kabar tentang Pak Paijo, bagaimana... apa ada yang terluka?" tanya Gani
" Alhamdulillah, tidak ada Ustadz,"
Gani menatap luka lebam di wajah Paijo.
"Cuma lebam saja Ustadz, tidak masalah kok besok juga sembuh," pungkas Paijo
"Syukurlah, Tadi saya sudah berbicara dengan Warga, dan mereka memperbolehkan Amar dan istrinya untuk tetap tinggal di desa ini. Aku yang akan jadi jaminan jika terjadi sesuatu,"
"Alhamdulillah, terimakasih banyak ustadz. Maaf jadi merepotkan," jawab Paijo merasa lega
"Terimakasih Ustadz," imbuh Amar
"Sama-sama, mungkin memang lebih baik Amar dan istrinya tinggal di sini agar kita bisa mengawasinya," sahut Gani
"Aku juga berpikir hal yang sama Ustadz,"
Selain memberitahu tentang keputusan warga yang memperbolehkan Amar dan Marni tetap tinggal, Gani juga meminta Paijo dan keluarganya untuk datang dalam pertemuan warga.
"Jangan lupa datang, ajak Marni sekalian, biar semuanya clear," ucap Gani kemudian berpamitan.
"Baik Ustadz,"
Malam harinya setelah sholat Isya Amar menjemput Marni dan ibunya untuk menghadiri pertemuan warga di balai desa.
Paijo sudah menunggunya lebih dulu di sana.
Marni terlihat begitu cantik dengan kebaya berwarna hitam. Ia juga sengaja memakai gincu merah menyala membuat kecantikannya semakin terpancar.
Para pria dibuat ternganga saat melihat kedatangan wanita cantik itu. Kedatangan wanita ayu itu mampu membius semua orang khususnya kaum pria. Hanya ustadz Gani yang terlihat terus berdzikir dan menundukkan wajahnya.
"Pantesan Amar begitu tergila-gila padanya, kecantikan Marni bak bidadari," ucap salah seorang warga
"Aku juga akan melakukan apapun untuk mendapatkan wanita seperti Marni, meskipun nyawa taruhannya," timpal yang lain
Pertemuan warga kali ini adalah mendengar pernyataan Marni tentang peristiwa di malam kematian Pardi.
Marni tampak begitu tenang saat memberikan klarifikasi tentang keberadaan dirinya saat kematian Pardi. Ucapan Marni dibenarkan oleh Amar dan juga Paijo sang mertua.
Beberapa orang warga langsung percaya dengan ucapan wanita itu, namun tidak sedikit dari mereka yang menggerutu dan tidak percaya.
"Namanya juga iblis, dia bisa saja melakukannya saat tidur," celetuk salah seorang kerabat Pardi
Rapat dengar pendapat warga berjalan alot karena beberapa pihak masih bersikeras untuk mengusir Marni, meskipun Ustadz Gani sudah menjadi penjamin untuknya.
Maklum saja Pardi adalah seorang sesepuh desa yang sangat dihormati karena memiliki kekuatan supranatural yang lumayan tinggi.
Namun hasil voting warga dan kesediaan Ustadz Rasyid menjadi penjamin untuk Marni, membuat warga luluh. Mereka pun mengizinkan Marni untuk tetap tinggal di desa itu.
Satu persatu para warga meninggalkan balai desa. Amar memilih untuk pulang belakangan. Pria itu bahkan menyuruh Marni untuk pulang lebih dulu bersama ibu dan ayahnya.
Ia memutuskan untuk berbincang-bincang dengan Ustadz Rasyid dan Gani.
Selama perjalanan pulang Marni tampak diam. Ia tampak menikmati perjalanan dengan bersenandung sepanjang jalan.
Dua orang warga tampak menggerutu sepanjang jalan, mereka masih tak terima dengan keputusan kepala desa yang mengizinkan Marni tetap tinggal di desanya.
"Mereka semua itu sudah terkena sirep si Marni makanya membela wanita iblis itu. Mereka tidak tahu saja, betapa berbahayanya iblis yang ada dalam tubuh wanita itu!"
"Sudahlah Jo, gak guna juga Lo marah-marah di sini. Kalau lo benar-benar pengin ngusir si Marni kenapa gak lo lakuin aja sendiri," sahut yang lainnya
"Bisa saja Rip, tapi aku perlu tirakat dulu untuk menghadapi wanita iblis itu!" sahut Parjo
"Ya sudah terserah kamu saja, kalau aku mah manut saja. Maklum wong cilik," sahut sarip
Keduanya kemudian berpisah di tikungan. Parjo berhenti sejenak untuk membuang hajat. Namun saat selesai dan membalikkan badannya ia terkejut melihat sosok wanita yang siap membunuhnya.
"Kau???"
Suara jerit ketakutan terdengar membelah keheningan malam.
Sementara itu Surti menghentikan sepeda motornya saat melihat sesuatu yang janggal. Ia melihat seperti obor yang menyala, namun semakin lama semakin mendekat. Nyala obor pun semakin membesar.
"Pak!" Surti berteriak memanggil suaminya yang berada di belakangnya.
"Ada apa Bu??" Paijo menghentikan sepeda motornya
Surti menunjuk kearah kobaran Api yang semakin lama semakin mendekat.
Netra Paijo melotot, Lelaki itu tak kalah terkejutnya melihat Banaspati di depannya.
"La...la..lari Bu!" teriaknya
Ia berusaha menyalakan sepeda motornya namun sialnya mesin sepeda motornya tiba-tiba mati begitupun dengan Surti.
"Gimana ini pak," ucap Surti
"Turun Bu,"
Keduanya kemudian turun dari motor masing-masing. Paijo menggandeng lengan Surti dan bersiap untuk lari.
Surti begitu ketakutan hingga tak bisa menggerakkan kakinya. Maklum saja seumur hidup ia baru melihat fenomena gaib yang membuatnya benar-benar takut bukan main.
"Aduh pak gimana ini, kakiku keju, gak bisa digerakkan!" rengeknya
"Haduh Bu, jangan merepotkan gini toh!" sahut Paijo berusaha membantu menggerakkan kaki istrinya
Namun sial, kaki Surti kaku seperti balok kayu membuat lelaki itu mau tidak mau harus menggendongnya.
Hanya Marni yang masih duduk santai. Wanita itu terlihat memilin rambutnya yang terurai.
Saat kedua bola api itu melesat ke arahnya. Suara merdunya berhasil membuat banaspati itu berhenti bergerak.
Kedua bola api itu tepat berhenti di hadapan Marni.
Suara lantunan kidung rumekso ing wengi membuat bulu kuduk Paijo dan Surti meremang. Keduanya saling berpandangan melihat tingkah aneh menantunya. Marni turun dari sepeda motor sambil berkidung. Ia berjalan mengitari bola api itu dengan langkah di seret seperti orang pincang.
Ia menggerakkan jemarinya membuat bola api di depannya perlahan meredup dan padam.
Marni menoleh kearah mertuanya yang ketakutan. Surti pun langsung berpaling membenamkan wajahnya di dada sang suami karena ketakutan.
"Becik ketitik ala ke toro," ucap Marni