Fahmi yang sudah bertunangan dengan Sesil terpaksa harus menikahi Saras yang seorang janda. Bukan karena cinta melainkan karena rasa kasihan dan kepeduliannya terhadap janda miskin beranak satu.
Lantas bagaimana dengan Sesil setelah tahu tunangannya sudah menikah lebih dulu ?
Lalu bagaimana dengan Saras yang telah menjadi istri seorang dokter itu, akankah ia mendapatkan cinta yang tulus darinya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan Hamil.
Saras tak bisa mengelak dan memberitahu keadaan yang sebenarnya, "Iya Bik, setiap ada bau amis yang masuk ke hidung aku merasa perutku ingin mual." Saras mengusap perutnya yang sudah terlihat buncit.
Kemudian Bik Yem mematikan kompor lalu menunda untuk memasaknya. Ia begitu perduli dengan keadaan Saras dan mengira Saras hamil anaknya Fahmi.
"Kalau begitu Non Saras istirahat saja." pinta Bik Yem.
Saras pun setuju degan usul Bik Yem lalu hendak beristirahat ke dalam kamarnya.
"Hai, tunggu!" panggil Amira begitu lantang sambil mengayunkan tangan meminta Saras untuk mendekat.
Dengan cepat Saras menoleh, "Iya, Ma, ada yang bisa aku lakukan untukmu sebelum aku tidur."
Amira menoleh ke arah jam dinding, "Ini baru pukul 10.00 kamu sudah mau pergi tidur !" sentaknya.
"Cepat, bersihkan lantai rumah ini!"
"Tapi, Ma,"
"Kamu lupa dengan perjanjian yang sudah kamu katakan, kamu akan melakukan apapun untuk menyenangkan hati orang tua bukan ? Dan aku akan merasa senang jika lantai rumah ini terlihat kinclong."
Saras menatap lantai yang sedang ia pijaki yang terlihat tidak terlalu kotor. "Baiklah." Ia pikir itu hanyalah pekerjaan ringan.
Dan setelah Saras mengepel lantai, Amira dengan sengaja mengajak Ayu dan Bagus yang baru pulang melewati Saras hingga menimbulkan lantai yang kotor.
Ambar mengetahui hal tersebut dan meminta Ayu dan Bagus untuk meminta maaf.
"Maafkan kami Tante !" seru si kembar kompak.
"Ah, iya."
"Saras, ini kan pekerjaan Bik Yem, untuk apa kamu melakukan ini semua?" tegur Ambar.
"Tidak apa-apa kok, sekalian olah raga biar keluar keringat." elak Saras sambil memperagakan gerakan badan.
Saras membutuhkan waktu 1 jam untuk mengepel lantai tadi.
Jam sudah menunjuk pukul 11.00 siang saatnya untuk menjemput Bagas. Saras tergesa dan hampir saja ia terpeleset. Beruntungnya ia pegangan pada sebuah lemari. Setelah menata nafasnya yang sedikit panik ia mengendarai motornya.
Bagas sudah diberitahu tadi kalau tinggal di rumah Kakek Hendra. Bagas sebenarnya merasa betah tinggal di rumah yang baru. Ia takut jika nyonya Amira akan menamparnya lagi. "Itu tidak akan terjadi sayang, uti Amira sebenarnya baik kok." hibur Saras agar Bagas tidak memiliki rasa pendendam.
Begitu pulang, Bagas disambut hangat oleh uti Amira hingga Bagas yakin jika neneknya memang orang yang baik.
.
Hari menjelang sore, Sesil dan Fahmi kebetulan pulang secara bersamaan.
Saras menyambut kepulangan suaminya. Mengulur tangan menyalami dengan takzim. Perbuatan itu terlihat secara langsung oleh Sesil, ia teramat geram dengan tindakan Saras barusan. Meskipun hal yang lazim, tetap saja ia tidak suka.
Fahmi tercengang mendapati Saras datang. Amira memberitahunya kalau Saras akan tinggal lagi bersama mereka.
"Apa Mama yakin jika Saras serumah dengan kita?" tanya Fahmi sedikit ragu, ia hafal betul bagaimana sifat mamanya yang suka plin plan.
"Tentu saja, kalau kamu tidak percaya tanyakan saja padanya!" Amira menunjuk Saras dengan dagunya.
Fahmi menoleh ke arah Saras, ia tidak berkata hanya tersenyum saja. Lalu melewati Saras begitu saja memasuki rumah. Sesil segera mengekor suaminya.
Saras menyusul langkah suaminya dan setengah berteriak. "Mas Fahmi!"
Panggilan yang Saras berikan pada Fahmi membuat Sesil tercekat.
Seketika Fahmi menoleh lalu membalikkan badan menghadap Saras. "Ya?" Begitu pula dengan Sesil, ia ikut berhenti untuk menyimak apa yang ingin Saras sampaikan.
"Mas Fahmi mau minum kopi ?"
Fahmi langsung menyahut dengan begitu ramah , " Boleh,"
Sesil seakan muak mendengar drama mereka berdua. Ia pun menghentakkan kedua kakinya sebelum pergi ke kamar.
Sesampainya Fahmi di kamar, ia langsung dapat nyinyiran dari istri keduanya. "Kamu lebih suka ya diladeni sama istri tua mu itu. Sok - sokan pamer kemesraan di depanku. Mau coba memanasiku!"
"Sesil, aku capek baru pulang, jadi berhentilah mengomeliku!" Fahmi melewati Sesil dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Sesil mulai terbakar emosi, namun ia mencoba untuk bertahan sampai membuat Saras tidak betah dan pergi dengan sendirinya.
Saras menunggu Fahmi di luar, ia tidak berani mengetuk pintu kamarnya apalagi ada Sesil di dalam.
Setelah kedatangan Sesil ke rumahnya tempo hari, Saras mulai sedikit berdandan dan mengenakan baju setelan. Ia tidak akan gagal untuk yang kedua kali dalam berumah tangga. Meski Fahmi belum memiliki rasa terhadapnya itu tidak masalah baginya, yang terpenting ia bertahan di posisinya. Dan tetap pada batasan - batasannya.
Fahmi ke luar dari kamar dan terlihat sendirian menghampiri Saras yang menunggunya.
"Mbak Saras sudah lama menunggu?" tegurnya yang membuat Saras tersentak kaget.
"Ah. Tidak juga. Ini kopinya Mas Fahmi !" Saras membungkukkan badan untuk mengambil cangkir.
"Terima kasih. " kopi buatan Saras memang tiada duanya. Ia mulai menyeruput kopi hitam itu.
Terjadilah obrolan ringan diantara keduanya dan Sesil menguping pembicaraan mereka berdua. Terdengar sederhana namun tetap saja Sesil terbakar api cemburu.
"Bagaimana keadaan kehamilanmu?" tanya Fahmi sembari memperhatikan perut istrinya.
"Alhamdulillah baik, tadi sempat mual juga." sahut Saras malu.
Sesil membelalakkan kedua matanya tidak percaya dengan apa yang mereka bicarakan. "Apa, hamil!"
Sesil mengepalkan tinju dan tidak akan membiarkan mereka bahagia di atas penderitaan dirinya.
"Besok aku akan membelikanmu susu ibu hamil. Rasa apa yang kamu suka?"
"Mas Fahmi tidak perlu repot - repot. Aku suka semua varian rasa."
Kemudian Sesil datang melabrak mereka. "Kamu hamil! Lihat kelakuanmu Mas !"