As You Wish, Duke!

Julius sampai dengan amarah yang tidak bisa dia redam. Turun dari kereta kemudian membanting pintu. Langkahnya cepat.

Di ruang kerjanya sudah menunggu seseorang yang membuatnya harus meninggalkan acara makan malam dengan Ines.

Berambut perak dan bermata gelap. Dia adalah pialang informasi yang Julius sewa. Dia memberi kabar jika dia mendapatkan informasi yang sangat penting. Maka dia tidak bisa menundanya. Maka dengan terpaksa Julius kembali.

"Jika informasi yang kamu bawa itu tidak penting maka aku akan mematahkan lehermu." Gertak Julius. Dia melepas jasnya ke sembarang arah kemudian melonggarkan ikatan dasinya.

Duduk dengan kedua tangan bersandar di kursi, Julius melemparkan tatapan tajam ke arah pialang informasi itu.

"Saya membawa salinan formulir permintaan untuk menjadi penduduk Inoa atas nama Ines Margareth."

Pialang informasi meletakkan satu lembar kertas dihadapan Julius. Isinya terbaca dengan jelas. Julius membacanya sekilas. Formulir permintaan berangka tahun lima tahun yang lalu.

Setelah cukup membaca, pialang informasi kembali meletakkan salinan lain yang berisi kartu tanda identitas serta foto. Julius kembali melihat dokumen kedua. Foto Ines terlihat lebih muda, sama cantiknya dengan sekarang. Yang membuat Julius terhenyak adalah sebuah pernyataan jika Ines Margareth berasal dari Delian. Tertulis dengan jelas bahwa tempat kelahirannya adalah Delian.

"Setelah mengidentifikasi lebih lanjut, dokumen identitas ini adalah palsu."

Julius mengalihkan pandangannya dari dokumen ke pialang informasi. Matanya menuntut penjelasan lebih lanjut.

"Ada beberapa bagian yang cacat dari kartu identitas ini Yang Mulia. Itu artinya Lady Ines Margareth memalsukan dokumen pribadinya. Saya menduga Lady Ines membeli identitasnya." Jelas pialang informasi.

"Bisa jadi nama Ines Margareth adalah palsu?"

Pialang informasi mengangguk pasti.

Semuanya semakin jelas. Dari asal usul Ines yang simpang siur hingga identitasnya yang palsu. Semua bukti menunjukkan bahwa dia bukanlah Ines Margareth. Hanya saja kenyataan ini tidak cukup kuat untuk menjadi dasar bahwa Ines Margareth adalah Elia Haliden.

"Ada satu hal lagi yang sedang saya selidiki lebih jauh Yang Mulia."

"Apa itu?"

"Nama Ines Margareth masuk dalam daftar adopsi oleh pasangan Theodore Abraham dan Camelia Lovita."

Sorot mata Julius bergetar. Dia menyatukan tangannya kemudian menopang dagunya. Satu persatu tabir telah terkuak.

"Jadi bagaimana hasil penyelidikannya?"

"Tertulis hubungan adopsi adalah saudara jauh, bukan anak di luar pernikahan."

Inoa yang merupakan negara terbuka memiliki beberapa aturan tegas. Bahkan hal-hal kecil sangat diperhatikan. Karena kemajemukan negaranya, Inoa harus memiliki sistem yang kuat untuk mengakomodasi perbedaan.

Seperti pengakuan kepada anak di luar pernikahan. Karena anak hasil pernikahan yang sah yang dianggap legal untuk masuk ke dalam keluarga, anak di luar pernikahan bisa dilegalkan dengan mekanisme adopsi.

Jika Ines dilegalkan dalam keluarga Theodore Abraham berdasarkan anak di luar pernikahan itu lebih baik. Karena bagaimanapun mereka memiliki hubungan darah. Namun jika alasannya adalah saudara jauh, artinya Ines adalah orang lain. Tidak ada hubungannya dengan keluarga itu.

Aturan di Inoa, jika seorang anak lahir di luar Inoa namun masih memiliki keturunan darah dengan orang tuanya sebagai penduduk Inoa, selain anak di luar pernikahan, anak tersebut berhak untuk dilegalkan melalui cara menunjukkan hubungan darah dengan kedua orang tuanya.

Kedua orang tua anak tersebut terlebih dahulu mengajukan permintaan tes hubungan darah, setelah hasilnya keluar maka hasil ini bisa digunakan sebagai syarat. Mekanisme ini disebut Ius Sanguine.

Sedikit rumit. Namun setiap keluarga yang ingin anak kandungnya menjadi legal di Inoa mengikutinya tanpa protes.

Karena tidak mekanisme rumit ini atas nama Theodore Abraham dan Camelia Lovita, maka bisa disimpulkan bahwa Ines Margareth bukanlah keluarga Theodore. Tidak memiliki hubungan darah, baik anak kandung atau anak di luar pernikahan.

Julius mengangguk. Dia memanggil Owen. Menanyakan sesuatu kemudian kembali fokus ke dokumen dihadannya.

"Ines Margareth bukan putri dari Theodore Abraham ataupun anak di luar pernikahan Camelia Lovita. Jika disimpulkan bahwa dia adalah Ines Margareth palsu yang datang ke Inoa dari Delian dan entah bagaimana caranya bisa menjadi putri legal keluarga tersebut melalui adopsi. Kemudian karena hal ini disembunyikan masyarakat hanya bisa membuat rumor. Kemudian karena terhalang oleh Lecite, mereka mau tidak mau mempercayainya. Begitu?" Julius menyimpulkan hasil dari informasi yang di dapat pialang informasi.

"Kira-kira seperti itu Yang Mulia."

Pintu terbuka dan Owen masuk membawa sebuah amplop berwarna putih. Dia membukanya kemudian menyerahkannya pada Julius.

Setelah menerimanya Julius meletakkan dokumen itu sejajar dengan dokumen pialang informasi.

"Ini adalah dokumen pernikahanku. Dan ini adalah foto mempelai wanita yang dikirimkan sebagai potret pernikahan." Ucapnya seraya menyodorkan sebuah foto ke arah pialang informasi.

Terkejut akan potret tersebut, pialang informasi tidak sengaja menatap Julius dengan terang-terangan. Setelah menyadari kesalahannya dia segera menunduk kecil. Mengarahkan pandangan secara terbuka kepada orang yang memiliki kedudukan tinggi adalah hal tidak sopan dalam masyarakat sosial Inoa.

Namun Julius tidak memedulikannya. Dia sibuk mengamati respon pialang informasinya.

"Sangat mirip bukan? Dokumen ini baru sampai tadi pagi." Lanjut Julius. "Dia adalah mendiang Duchess Harbert, istriku, Elia Haliden. Meninggal lima tahun yang lalu dalam kecelakaan kereta. Entah bagaimana kereta itu terbakar dan wajahnya tidak bisa dikenali." Julius kembali mengingat kejadian tragis lima tahun lalu.

Pialang informasi terdiam. Tidak mampu menimpali penjelasan Julius. Bagaimanapun kedua potret itu sangat mirip. Seperti satu orang yang menjadi dua, atau kembar. Bisa jadi keduanya adalah orang yang sama.

"Siapa namamu?" Tanya Julius untuk pertama kalinya. Nama seseorang tidak penting baginya.

"Panggil saya Fox Yang Mulia." Jawab Fox si pialang informasi.

Fox dalam bahasa Inoa artinya rubah. Sesuai dengan pekerjaannya. Dia punya banyak wajah untuk mencari keinginannya. Sebuah informasi rahasia pesanan orang yang membayarnya.

"Baik Fox, bagaimana pendapatmu tentang hal ini." Maksud Julius adalah tentang dua potret itu.

"Ada dua kemungkinan Yang Mulia." Ucap Fox ragu.

"Katakan." Titah Julius.

"Satu, mereka adalah dua orang yang lahir kembar, atau mereka adalah satu orang yang sama."

"Elia Haliden, putri Duke Haliden tidak memiliki saudara kembar. Analisis yang kedua yang lebih masuk akal."

"Tapi salah satunya telah mati di Delian." Potong Fox dengan suara lirih.

"Jadi kamu meragukan orang yang telah mati?"

"Saya tidak bermaksud begitu Yang Mulia." Fox kembali menundukkan kepalanya.

"Tapi aku meragukannya." Suara Julius tegas.

"Maaf?"

"Kematian Elia Haliden adalah palsu. Orang yang terkubur sebagai Elia Haliden adalah orang lain. Wanita itu masih hidup, dan saat ini berada di Inoa dengan nama Ines Margareth." Senyum Julius terbit. Akhirnya dugaannya semakin kuat.

"Kamu bisa kembali Fox. Cukup sampai disini untuk penyelidikan tentang Ines Margareth. Ada satu orang lain yang harus kau selidiki."

Julius menyerahkan secarik kertas dengan sebuah nama, Yosef Hayes. Tanpa berkata-kata Fox pergi setelah memberi hormat pada Julius.

Setelah kepergian Fox ruangan yang tenang tidak bertahan lama. Sebuah ketukan membuyarkan suasana hening tersebut.

"Yang Mulia, undangan dari Permaisuri Inoa telah tiba." Jelas Owen.

"Owen." Alih-alih menjawab, Julius malah menyuruh Owen untuk mendekat.

"Silahkan sampaikan perintah anda Yang Mulia."

"Kirimkan surat pada Kreos. Katakan padanya untuk menyelidiki hari kecelakaan Elia Haliden lima tahun yang lalu." Titah Julius.

Owen mengangguk tanpa mengatakan apapun. Dia meletakkan surat undangan itu kemudian keluar dengan tenang. Dia segera menuju kamarnya untuk menulis surat kepada Kreos. Bayangan Julius yang bertugas menyelesaikan hal-hal rahasia. Tangan Owen bergetar hebat saat menulis surat itu. Karena dia menyadari sebuah kesalahannya di masa lalu.

Bersambung...