Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Sebuah keputusan
Rhea masih ragu menceritakan mimpinya pada Umi Sarifah. Dan Umi Sarifah pun tau itu dari raut wajah yang dilihatnya ketika dia menanyakan masalah itu pada Rhea.
Umi Sarifah pun memulai ceritanya pada Rhea mengenai mimpinya waktu itu. Umi Sarifah menjelaskannya dengan sangat tenang dan perlahan agar Rhea tidak merasa terbebani oleh ceritanya.
Rhea menunduk tak kuat menahan rasa haru dan air matanya yang tiba-tiba menetes begitu saja mendengarkan cerita yang disampaikan oleh Umi Sarifah.
Rhea kini merasa yakin jika yang ada di mimpinya adalah Ustad Fariz, namun dia masih ragu untuk menerima rencana pernikahan ini, karena dia tidak mau jika Mirna menyakiti hatinya kembali. Yang Rhea inginkan adalah menjalani rumah tangga yang harmonis dan bahagia dengan pasangan yang saling mencintai.
"Nduk, kenapa diam saja? Gak percaya ya sama apa yang Umi ceritakan? Gapapa kok, Umi cuma bercerita saja. Masalah kamu percaya apa tidak, itu terserah Rhea. Umi tidak akan memaksa," Umi Sarifah selalu tersenyum, tidak ada unsur paksaan dalam setiap ucapannya.
"Emm... Umi... sebenarnya, Rhea sudah mempunyai petunjuk, semalam Rhea meminta petunjuk pada Allah, dan petunjuk itu sama dengan petunjuk yang Rhea dapat pada saat sebelum Rhea menikah dengan Andri waktu itu," Rhea kini berani melihat Umi Sarifah.
"Benarkah? Apa Umi boleh tau petunjuknya?" tanya Umi antusias.
Rhea mengangguk dan dia mulai menceritakan tentang mimpinya semalam dan mimpinya waktu itu, pada saat akan menikah dengan Andri. Mimpi tentang pangeran bersarungnya yang membuatnya sedikit tersenyum ketika bangun di keesokan harinya.
Umi Sarifah tersenyum, kemudian dia memeluk Rhea.
"Jadi gimana, apa kamu menerimanya?" tanya Umi Sarifah seraya mengurai pelukannya guna melihat wajah Rhea.
Rhea masih ragu untuk menjawabnya. Dia hanya diam tidak memberikan jawaban pada Umi Sarifah yang dari tadi memandangnya untuk menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya.
"Umi tau, kamu pasti sedang gundah. Kalau memang Rhea mau, Rhea bisa membaginya dengan Umi. Kalau tidak mau membagi kegundahan mu sama Umi ya gak masalah. Umi ngerti kok. Tapi jika kamu memang butuh saran dari Umi, katakan saja ya," Umi Sarifah tersenyum menenangkan hati Rhea yang sedang dilema.
Rhea masih berpikir beberapa saat, hingga akhirnya dia mengatakan pada Umi kegundahan hatinya.
Umi hanya tersenyum, dia tahu betul yang dirasakan oleh Rhea. Wanita mana yang tidak was-was menjadi istri kedua, apalagi istri pertamanya masih hidup dan sering menyakitinya.
Umi dengan bijaknya mengatakan pada Rhea jika memang Allah menakdirkan mereka berjodoh, pasti kapanpun mereka akan bersama meskipun tidak sekarang. Dan untuk Mirna, Umi yakin jika Ustad Fariz akan bertanggung jawab sepenuhnya untuk melindungi Rhea dari kemurkaan Mirna.
Rhea mengangguk setuju dengan apa yang disampaikan oleh Umi Sarifah, dan dia akan memberi jawabannya pada Ustad Fariz ketika Rhea sudah berbicara dengan Ayah dan Ibunya.
Mirna menginap tanpa ijin ke rumah Pamannya. Awalnya Ustad Fariz mengabaikannya pada saat dia tidak pulang hingga maghrib, namun Ustad Fariz tidak bisa lagi mengabaikannya karena hari sudah mulai malam dan jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam tapi Mirna belum juga pulang. Ustad Fariz menghubungi Paman Mirna dan seperti dugaannya, Mirna memang berada di rumah Pamannya.
Paman Mirna mengatakan pada Ustad Fariz jika dia tidak menyetujui Ustad Fariz untuk melakukan poligami karena hal itu menyakiti Mirna. Memang benar Mirna mengatakan itu pada Pamannya, dia beralasan tidak mau pulang karena suaminya akan menikah lagi tanpa seijinnya.
Ustad Fariz sangat kesal terhadap sikap Mirna yang seolah menjelek-jelekkan dia dan Rhea. Ustad Fariz mengundang Paman Mirna untuk datang ke rumah Umi Sarifah agar tahu kebenarannya.
Selang beberapa menit Paman Mirna datang ke rumah Umi Sarifah. Di sana sudah ada Umi Sarifah, Ustad Jaki dan Ustad Fariz.
Paman Mirna langsung mengatakan keberatannya atas poligami yang akan dilakukan oleh Ustad Fariz. Karena dia tidak bisa melihat Mirna terluka dan bersedih. Dan Mirna tidak mau pulang jika Ustad Fariz tidak membatalkan rencana pernikahannya.
Ustad Jaki emosi karena lagi-lagi Mirna memfitnah keluarganya. Ustad Jaki menjelaskan semua sikap dan perilaku buruk Mirna selama berada di Pondok Pesantren Al-Mukmin dan juga Ustad Jaki memberitahukan bahwa calon yang akan dinikahi oleh Ustad Fariz sudah lebih sering disakiti, difitnah dan direndahkan oleh Mirna dihadapan orang banyak.
Ustad Fariz mengatakan bahwa Mirna sendirilah yang menyuruhnya untuk menikahi Rhea. Dan Umi Sarifah pun menjadi penengah diantara mereka. Umi Sarifah mengatakan bahwa sebaiknya Mirna menenangkan diri dulu di rumah Pamannya agar dia bisa menginstropeksi dirinya sendiri untuk sekarang ini.
Paman Mirna malu akan tindakannya yang memakan mentah-mentah informasi dari Mirna, dan dia juga malu atas sikap dan perbuatan dari keponakannya itu.
Setelah Paman Mirna undur diri, Umi Sarifah masuk ke dalam untuk ke kamar mandi, dia melihat Rhea yang termenung dengan tetesan air mata di pipinya duduk di ruang sebelah. Kemungkinan Rhea mendengar semua percakapan mereka.
Umi Sarifah menghampirinya, namun Rhea tidak sadar jika ada seseorang yang berjalan mendekat ke arahnya.
Umi Sarifah memegang pundak Rhea. Dan Rhea pun menoleh.
"Umi...," Rhea berhambur memeluk Umi Sarifah.
Tak bisa ditahannya lagi, semua air matanya tumpah di punggung Umi Sarifah yang menjadi sandaran Rhea untuk menangis kali ini.
Ustad Fariz yang akan masuk untuk mengembalikan gelas minuman bekas Paman Mirna tadi menjadi berhenti. Dia mendengarkan tangis pilu Rhea yang begitu menyesakkan hatinya.
Ustad Fariz tidak menyangka, keputusannya untuk menikahinya bisa membuatnya mengeluarkan air mata kesedihan.
Ustad Jaki turut mendengarkan apa yang dibicarakan Rhea dengan Umi Sarifah. Ustad Jaki merangkul pundak Ustad Fariz untuk menguatkannya menghadapi semuanya baik itu sekarang ataupun nanti.
Umi Sarifah memberikan Rhea wejangan untuk menjalani hidupnya. Umi Sarifah mengatakan bahwa untuk kali ini Rhea boleh egois menerima lamaran Ustad Fariz karena menurut Umi Sarifah perjalanan cinta mereka untuk bersatu sangat panjang dan tentu saja sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Allah, sehingga Umi Sarifah yakin jika bagaimanapun keadaannya nanti pasti mereka akan bersatu.
Dan untuk masalah Mirna, Rhea masih punya Umi Sarifah, Ustad Jaki dan Ustad Fariz yang akan selalu melindunginya, sehingga Umi Sarifah mengatakan agar Rhea tidak perlu cemas.
Namun, Umi Sarifah juga kembali mengatakan bahwa dirinya tidak pernah memaksa Rhea untuk menerima Ustad Fariz menjadi suaminya. Umi mengatakan bahwa Rhea harus yakin pada hatinya dan pada Allah.
Di taman samping rumah Umi Sarifah, duduklah Ustad Fariz dan Ustad Jaki yang sedang sama-sama larut akan pemikiran mereka masing-masing.
Ustad Jaki memberi dukungan pada Ustad Fariz untuk tetap melaksanakan pernikahan dengan wanita yang dicintainya itu apabila memang Rhea menerimanya.
Ustad Jaki pun menenangkannya bahwa Rhea pasti tidak akan terpengaruh dengan kedatangan Paman Mirna tadi. Karena Ustad Jaki yakin jika Umi Sarifah bisa meyakinkannya.
Ustad Fariz tersenyum getir karena dia merasa perasaannya tercampur aduk. Dia merasa senang jika benar Rhea mau menikah dengannya, namun dia merasa sedih jika harus mengetahui bahwa Rhea terluka karena pernikahannya yang menjadi istri kedua.
Keesokan paginya, di meja makan suasana begitu hening. Ustad Fariz tidak berani menyapa ataupun melihat Rhea. Dia hanya menunduk seperti sedang sedih kehilangan sesuatu yang berharga.
Umi mengerti akan situasi yang terjadi. Maka dengan sigapnya Umi mencairkan suasana hati mereka.
" Kapan orang tua Rhea datang kesini Le?" tanya Umi Sarifah pada Ustad Fariz.
Pertanyaan Umi Sarifah berhasil membuat Ustad Fariz mengangkat kepalanya.
"Insya Allah nanti Umi," jawab Ustad Fariz dengan senyum getirnya.
"Ya udah nanti kita siapkan makanan dan kue ya Nduk," ajak Umi Sarifah pada Rhea.
Rhea mengangguk dan tersenyum pada Umi Sarifah. Dan mereka pun makan dengan diam. Kecuali Ustad Jaki yang terus-terusan mengoceh minta dibikinkan kue ini itu dan minta dibuatkan masakan ini itu. Mereka semua tahu jika Ustad Jaki hanya meramaikan suasana agar seperti biasanya.
Setelah mereka selesai sarapan, Umi Sarifah mengajak Rhea untuk berbelanja ke pasar mencari bahan untuk mereka memasak nanti.
Di dalam pasar, Rhea masih sedikit trauma dengan kejadian waktu itu. Rasanya pandangan orang padanya masih tetap sama kepadanya, pandangan yang penuh hujatan.
Entahlah itu hanya perasaannya saja atau memang benar mereka memandang Rhea seperti itu.
"Eh Umi, mau belanja apa?" tanya pedagang sayur yang baru di datangi oleh Umi.
Dalam hati Rhea merapal basmalah agar ibu penjual sayur tersebut tidak mengenali dirinya. Karena sekarang mereka sedang berada di kios sayur yang sama dengan Rhea dan Mirna bertemu waktu itu.
"Mau beli sayuran yang segar-segar Bu," Umi memilih sayuran dibantu oleh Rhea.
"Dijamin segar semuanya Umi," ucap Ibu penjual sayur tersebut.
"Iya deh percaya mah Umi sama Ibu," canda Umi Sarifah.
"Umi, itu siapanya, cantik banget. Calonnya Ustad Jaki ya?" tanya Ibu penjual sayur pada Umi Sarifah.
Rhea menunduk sambil memilih-milih sayur. Dia takut jika Ibu penjual sayur itu mengingatnya.
"Bukan Bu," Umi Sarifah memberikan sayuran yang Umi dan Rhea pilih pada Ibu penjual sayur.
"Aduh sayang banget loh Umi, padahal Mbaknya ini cantik banget. Eh iya Umi apa benar Ustad Fariz punya wanita lain? Waktu itu Bu Mirna disini bertengkar sama wanita cantik yang gak berjilbab, kata Bu Mirna wanita cantik itu pelakor yang menggoda suaminya," Ucap panjang lebar Ibu pedagang tukang sayur menjelaskan pada Umi Sarifah namun kesannya seperti sedang menggosip.
"Astaghfirullahaladzim.... gak ada kejadian seperti itu Bu. Itu hanya salah paham saja. Udah ya Bu, itu cepetan dihitung berapa totalnya," ucap Umi Sarifah sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.
"Ini Umi totalnya dua puluh lima ribu aja," ucap Ibu penjual sayur sambil memberikan belanjaan Umi Sarifah.
Umi memberikan uang pas pada Ibu penjual sayur, kemudian melanjutkan belanjanya secara cepat agar tidak kembali ditanya-tanya oleh para pedagang lainnya.
Di dalam mobil, Umi memegang telapak tangan Rhea dan tersenyum padanya.
"Yang sabar ya Nduk, pasti nanti akan berbuah kebahagiaan. Kamu harus kuat menghadapi semua ujian hidup."
"Iya Umi," Rhea mengangguk dan tersenyum, kemudian dia memeluk Umi untuk menguatkan hatinya.
Di sore hari, Ayah dan Ibu Rhea sudah datang ke Pondok Pesantren Al-Mukmin dengan diantar oleh Pak Sardi.
Mereka makan malam bersama. Ada Ustad Jaki, Umi Sarifah, Ustad Fariz, Rhea, Ayah dan Ibu Rhea. Mereka menikmati masakan Rhea dengan lahap dan bercanda.
Seusai makan malam, mereka berkumpul di ruang tamu untuk membicarakan tentang lamaran Ustad Fariz pada Rhea.
"Bagaimana Rhea, apa kamu terima lamaran Ustad Fariz padamu? Ayah dan Ibu berharap jawaban ini benar-benar dari hati kamu yang paling dalam, dan kamu harus siap dengan pilihan kamu, karena Ayah dan Ibu tidak mau memaksamu lagi," ucap Ayah pada Rhea.
Rhea mengangguk dan memejamkan matanya.
Bismillahirrahmanirrahim....
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku