NovelToon NovelToon
The Blood Judgement I : Zero

The Blood Judgement I : Zero

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Sci-Fi / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi / Penyelamat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Syarif Sang penakluk

Volume 1 : awal dari segalanya ( Chapter 1-36 )
Volume 2 : Kebenaran Dunia ( Chapter 37 - 81 )
Volume 3 : Keputusasaan Akio Graham ( Chapter 82 - )


bumi semakin hancur, tetapi aku juga masih belum bisa memahami arti dalam hidupku.

"bagaimana?! aku menyatakan perasaan semua orang kepadaku"

"cinta? apa itu cinta? apa karena orang tua ku mati karena erupsi itu termasuk cinta!"

Akio Graham putus asa pada dunia dan hidupnya sendiri. tapi, ia mulai dikenal cowok tidak berguna dalam sejarah manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarif Sang penakluk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3

Keesokan harinya, matahari mulai terbit di arah timur dan menerangi area perkotaan di dalam benteng pertahanan. Berbagai suara aktifitas manusia mulai terdengar dimana-mana, baik masyarakat kalangan atas, prajurit valkries ataupun kalangan kelas bawah.

Masyarakat kalangan atas lebih memilih bekerja daripada bertarung diluar benteng yang memiliki kemungkinan kecil untuk selamat dan tetap hidup. Konon sudah banyak penelitian yang mengatakan bahkan jika laki-laki menjadi prajurit seutuhnya akan sia-sia, sama sekali tidak bisa menghilangkan mental lemah mereka. Kecuali mereka bisa mengatasi ketakutan dalam diri mereka sendiri. Karena itu mereka memilih bekerja didalam benteng, mulai dari menjadi pekerja kantoran hingga menjadi buruh pabrik.

Sementara itu, kebanyakan masyarakat kalangan bawah menderita diskriminasi antar etnis yang masih memiliki dendam dan kebencian terhadap kaum pendatang. Biasanya mereka masih mengungkit masa lalu dari negara asal mereka.

Ditambah masyarakat kalangan atas memiliki moralitas buruk, mereka sering melakukan korupsi demi perusahaan pribadi agar bisa mendapatkan keuntungan dari fasilitas bantuan sosial dari pemerintah dunia yang seharusnya di berikan kepada kalangan kelas bawah.

Hak asasi kalangan bawah tidak pernah di anggap serius. Para masyarakat kalangan atas sama sekali tidak peduli dengan tuntutan agar hak warga biasa dipenuhi meski demo sudah banyak dilakukan dimana-mana.

Diskriminasi antar etnis tidak hanya dilakukan oleh konglomerat dan kalangan atas, tetapi juga terjadi diantara warga biasa seperti pribumi china yang tidak jarang mendapat perlakuan rasisme. Sering kali sifat buruk manusia berupa iri dengkilah yang memicu hal ini.

***

Seluruh prajurit Valkries bergegas menuju kantin untuk sarapan. Setelah sarapan, sebuah pengumuman terdengar yang menugaskan mereka untuk berkumpul ditempat latihan.

Aku juga sangat bosan dengan keseharian bermain game hanya bisa mengawasi mereka latihan. Walau terkadang bersyukur tidak mengeluh, sebenarnya aku lebih senang seperti ini dibandingkan menjadi prajurit. Paling tidak, jika ada seekor monster datang, aku bisa melawan menggunakan kedua tanganku sendiri.

Yang kupegang ini memang bukan pedang asli, hanya pedang kayu khusus latihan untuk kuambil sebagai latihan tambahan. Omong-omong, saat aku memikirkan gadis barusan yang Menyiksaku, aku jadi teringat saat pertama kali kami bertemu. Raut wajahnya sangat kaku, seolah memiliki emosi yang dia sembunyikan. Tatapannya hampa saat tidak mau menjelaskan siapa nama aslinya.

Bisa dikatakan, aku dan dia pernah menghadapi realita kehidupan yang begitu pahit. Sebenarnya aku tidak memiliki keinginan untuk mengetahui masa lalu orang lain dan justru ingin melupakan masa lalu.

Peringatan darurat dari pengeras suara tiba-tiba terdengar.

"Peringatan! Peringatan! Peringatan!"

"Monster buas emperor seukuran sedang mendekati wilayah benteng pertahanan! Segera evakuasi warga sekitar!"

Seketika perisai pelindung benteng diaktifkan untuk melindungi beberapa wilayah seperti distrik Chongqing, Chengdu dan Xi'an, kecuali Distrik Henan, Nanjing dan Shanghai.

Ruang aura sudah ramai dengan para prajurit yang berkumpul, siap menghadapi musuh umat manusia yang sudah mendekati benteng pertahanan.

Aku berlatih ayunan pedang terlebih dahulu sebelum kupelajari hal baru tentang  teknikal ayunan pedang, selain ayunan pedang di game. Kali ini mungkin aku akan menggunakannya Teknik baru ketika melawan monster.

******************

Aku sangat enggan Mengawasi mereka berkumpul di ruang aura. Bukan hanya karena perasaanku benar-benar tidak nyaman berada di ruang yang kebanyakan dipenuhi oleh perempuan, tapi juga karena aku mengidap anti sosial sejak mengurung di kamar dinas.

Aku belum bisa mengobrol terlalu banyak karena kemampuan bicaraku yang masih terbata-bata, dan juga agak merasa canggung jika mengobrol dengan lawan jenis.

Perasaanku terasa campur aduk. Tapi aku berusaha fokus memikirkan bahwa ini adalah kesempatanku untuk menunjukkan hasil latihanku.

BEBERAPA MENIT KEMUDIAN - LORONG DEKAT PENYIMPANAN SENJATA

Saat melewati ruang senjata, tanpa sengaja mataku melihat berbagai jenis senjata. Aku pikir tidak masalah untuk masuk dan mengambil salah satunya. Apapun resiko yang mungkin kuhadapi karena lancang akan ku tanggung nanti.

Saat berkonsentrasi memilih senjata, tiba-tiba aku tersentak karena seseorang menepuk bahuku.

"Ah.. Aku tidak mencuri." Kejutku refleks menyangkal apa yang kulakukan.

Saat menoleh kebelakang, aku melihat gadis berambut cokelat berwajah cantik rupawan yang terkejut mendengar teriakanku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa tentang refleks ini, karena terkadang akan ada musuh mencurigakan yang membuatku selalu waspada. Ketika tanpa sengaja pandanganku turun, aku melihat dada gadis itu yang cukup besar sampai membuatku terpana.

"Kenapa menatapku seperti itu?! Dasar cabul!" Ucapnya kesal.

"tidak.... Tidak..... kok, aku tidak melakukan hal seperti itu, sungguh." Ucapku berusaha tersenyum ramah.

"Kenapa kamu bisa berada di sini? Mungkinkah kamu penyusup?" Tanyanya dengan ekspresi curiga padaku.

Aku tidak berani menatap langsung pada gadis dihadapanku karena wajah cantiknya. juga dadanya terlalu menonjol, membuatku merasa mataku hampir ternoda.

"Kenapa kamu diam saja? Atau kamu seorang penyusup?" Tanyanya semakin curiga.

"itu... Itu... Itu sebenarnya, aku hanya seorang warga sipil biasa." Sahutku melantur.

"Aku tidak percaya dengan ucapanmu." Tandasnya.

Saat ini aku sangat gugup dan panik. Aku jarang berkomunikasi dengan orang-orang sekitar, terutama saat membahas topik serius, itu benar-benar membuatku merinding.

"Kenapa kamu diam saja?" Tanyanya sedikit emosi saat wajahnya mendekat ke arah wajahku.

"Apa kamu sakit?" Tanyanya lagi sambil menyentuh keningku.

"Jika kamu tidak mau menjawab pertanyaanku, tidak masalah. Sebagai gantinya kamu harus berduel denganku jika kamu ingin mendapatkan senjata diruang penyimpanan senjata." Ucapnya kemudian.

"Ma... Maksudmu berduel denganmu di suatu tempat?" Tanyaku memastikan.

"hmm.... Kenapa kamu memikirkan hal mesum seperti itu?! maksudku berduel, bertarung satu lawan satu." ucapnya dengan wajah memerah.

Aku benar-benar suka pada wajah lucu dan imut gadis dihadapanku ini. Semakin lama mengobrol, semakin aku seolah melihat bidadari. Sayang sekali sifat anti sosialku belum sembuh.

"Sini, ikut aku." Ucapnya sambil memegang tanganku dan membawaku entah kemana.

Aku mengernyit saat tanganku digenggang erat dan ditarik menuju suatu tempat yang membuatku curiga. Tak lama kemudian gadis berambut cokelat berhenti didepan ruang latihan, dengan cepat dia mengeluarkan senjata. Sepertinya dia serius menantangku duel. Sayangnya aku tidak memiliki keahlian berduel.

Ruangan ini sudah kuanggap sebagai ruang pelatihan khusus untukku sendiri. Aku juga baru tahu jika tempat ini bisa digunakan untuk berduel. Sepertinya aku akan kalah saat berduel dengannya.

Gadis itu melemparkan pedang kayu kearahku, refleks aku menangkapnya.

"Aku benar-benar tidak bisa berduel." kataku.

"Jangan terlalu merendah. Dari tampangmu saja sudah terlihat jika kamu seorang yang memiliki ahli berpedang dari aura tubuh mu." Tandasnya.

Dia benar-benar bisa tahu kalau aku memata-matai Mereka. Ini membuatku tidak suka padanya. Sepertinya harus kuakhiri secepatnya tantangan darinya.

"Apa kau siap? kalau siap, akan kumulai seranganku." Serunya.

Dalam duel ini aku harus benar-benar serius menerima tantangannya. Tidak ada lagi main-main. Karena ini akan menentukan takdirku.

Merasa tegang, aku tidak bisa melakukan apapun selain menelan salivaku sendiri.

Gadis itu mengeluarkan koin dari sakunya dan melemparkannya ke atas. Mungkin ini termasuk tradisi, saat akan berduel selalu diawali dengan melempar koin.

Bertepatan dengan koin yang terjatuh, gadis itu melesat cepat menyerangku hingga membuat kuda-kudaku berantakan. Hampir saja serangan gadis itu mengenaiku, beruntung aku masih sempat menangkisnya.

Serangan yang dilakukan oleh gadis itu benar-benar tajam dan efisien. Aku sempat lengah dan hampir terkena senjatanya. Untungnya aku masih sempat menangkis dan memberikan serangan balik kepadanya. Meski begitu, serangannya terlalu cepat dan beruntun hingga membuat aku kesulitan menghindar dari satu serangan ke serangan lain. Jika terus begini, aku bisa kalah. Ini sama sekali tidak boleh dibiarkan.

Aku harus mengakhiri pertarungan ini dengan cepat. Perlahan, aku bisa menghindari dan menangkis serangannya dengan cukup mudah. Bahkan memberikan serangan balik menggunakan jurus andalanku.

Gadis itu terkena seranganku dan terjatuh. Pemenang dalam duel ini telah ditentukan. Dan dia mengangkat tangan mengakui kekalahan.

Kuhela nafas dalam-dalam, lega. Ini kemenangan yang kudapatkan setelah perjuangan panjang.

Aku melihatnya datang dan mengulurkan tangan. Kami bersalaman sebagai tanda duel telah berakhir.

"Kamu cukup berbakat. Kalau begitu ambil saja pedang di ruang senjata."

"Ma... Maaf.. sebenarnya..." kata ku terbata karena terlalu gugup mengobrol dengan lawan jenis.

"Untuk apa kamu minta maaf? Ini termasuk tradisi para valkries saat berduel. Terlebih berduel dengan lawan jenis seperti kamu." Jelasnya. Kemudian dia mengamati wajahku dengan tenang sebelum berkata, "omong-omong kamu tampan juga."

"..."

Aku benar-benar tidak ingin membahas kemampuanku yang sebenarnya, terlebih melihatnya sering menatapku tajam seolah menargetkanku. Tapi berduel dengannya sungguh membuat adrenalinku terpacu, bahkan jantungku terasa bergejolak.

Aku berbalik pergi dibawah tatapan tajam dan senyuman ambigu gadis itu. Sampai akhir aku tidak tahu nama aslinya. Aku bergegas ke ruang penyimpanan senjata untuk mengambil senjata yang kuinginkan.

***********

Beberapa saat kemudian, setelah mengambil senjata, aku berpakaian dan merapikan rambut hitamku. Setelah itu menyelipkan senjata ke pinggang, lalu mengenakan jubah. Aku benar-benar siap bertarung.

Tiba-tiba aku berpikir, jika aku mati dimedan perang, apakah akan ada orang yang peduli padaku? Sebenarnya, apa gunanya melawan monster buas emperor dengan kemampuan yang kumiliki? Aku bahkan tidak memiliki pengalaman yang bisa menjamin keselamatanku ketika bertarung dengan monster buas emperor. Rasanya ini terlalu mustahil.

Ada banyak monster datang ke arah benteng pertahanan. Namun masih belum ada valkries yang keluar untuk bertarung.

Sementara itu, aku masih merasa depresi. Sejak masa laluku masih belum hilang pasca Erupsi, aku merasa hidupku sia-sia. Apapun yang kulakukan rasanya tidak berguna.

Saat pertama kali di ajak keluar kamar oleh seorang gadis, aku kira orang-orang akan tahu dan menyambutku. Kenyataannya mereka bahkan tidak menganggapku manusia. Kesulitanku melangkah maju seolah tidak membawa perubahan apapun. Membuatku merasa tidak peduli pada dunia ini lagi.

Meski aku telah menyadari tidak ada gunanya berharap dunia akan menjadi indah. Bahkan saat maju ke depan demi sebuah ego. Ku pikir akan lebih baik diam mengurung diri dirumah. Namun ternyata hatiku masih merasakan sakit yang menderaku sejak kecil.

Aku menoleh kebelakang dan melihat gadis yang pertama kali kutemui, lalu mencoba mendekat dan memanggilnya.

"Hey.. Hey.." teriakku memanggil gadis berambut putih itu.

Tidak ada respon darinya, seolah tidak mendengar ada orang yang memanggilnya. Atau mungkin justru dia sengaja.

Beberapa kali kupanggil, dia masih tidak mendengar. Sebenarnya aku tidak bisa mengingat jelas apa yang kualami. Terakhir kali, aku ingat saat dia Menyiksaku, kemudian ada sesuatu yang aneh pada tatapannya.

Aku mencoba melupakan masalah itu dan mendekatinya, lalu menyentuh bahunya.

"hey... Apa kamu dengar ak....."

Gadis itu menoleh kebelakang, seolah baru menyadari jika ada yang menyentuh bahunya.

"Kenapa kau memanggilku?" tanyanya dengan ekspresi dingin. "jangan ganggu. Aku sibuk." Imbuhnya.

Ekspresinya masih sama dengan terakhir kali kami bertemu serta penyiksaannya. Mungkin dia memang membenciku.

"Begini, apakah kamu bisa menjadi partner bertarungku?"

"Tidak." Tandasnya singkat.

"kenapa kau menolak ku?!"

"Aku tidak tertarik padamu, apalagi bergaul denganmu." katanya seakan-akan tidak memiliki ketertarikan apapun pada orang sepertiku.

Gadis itu berbalik dan meninggalkanku sendirian.

Aku benar-benar kesal. Jarang sekali ada yang menolakku. Karena terlalu geramnya, aku sampai nekat melangkah maju dan menarik tangannya.

"Berduelah denganku!" Tantangku.

Langkah kaki gadis itu terhenti. Dia menyentak tangannya lepas dari genggamanku dan menatapku tajam.

"Kau yakin mengajakku berduel?" Tanyanya dengan nada dingin.

"Hmm." Aku mengangguk-anggukan kepalaku.

"Baiklah, kalau itu maumu."

Gadis itu membuka telapak tangannya dan seketika pedang muncul dalam genggamannya. Benar-benar muncul dalam sekejap tanpa ada tanda apapun. Dia langsung menyerangku yang belum bersiap untuk duel, membuatku menghindar dengan kewalahan.

Sepertinya dia tipe yang berduel tanpa menunggu lawannya siap.

"Hey! Aku masih belum siap!" Seruku.

Tapi gadis itu terus menyerang tanpa mau mendengarkan seruanku. Menyebabkanku hanya bisa menghindar tanpa sempat melakukan perlawanan.

Kekuatan gadis ini sangat hebat, jauh berbeda dengan gadis di ruang latihan. Kalau terus seperti ini maka tidak ada pilihan selain harus menyerah.

"Tunggu.... Tunggu sebentar, aku mengaku kalah." ucapku cepat sembari membuang pedangku.

"Hmm.... Sudah kuduga. Kau tidak akan bisa melawanku." Tandasnya sembari melihat ku dengan tatapan meremehkan.

"Kumohon ajarkan aku cara bertarung." ucapku memohon kepada gadis berambut putih itu.

Aku terus memohon dan bahkan bersujud, tapi dia tidak mau mendengarkan dan hanya berbalik pergi.

Aku mengikutinya selama beberapa jam. Awalnya dia mengabaikanku hingga akhirnya berbalik dengan wajah dingin.

"Tunjukkan dirimu!"

Dia tahu aku mengikutinya! Menghela nafas, aku perlahan muncul dan berjalan ke arahnya.

"Sepertinya kau sangat ingin menjadi partnerku."

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala agar bisa cepat merespon saat berkomunikasi dengan lawan jenis.

"Ta.... tap... Tapi..... Tapi... aku tidak tahu harus mulai belajar darimana." ucapku gugup.

Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengucapkan dua kata.

"Ikut aku."

Omong-omong, aku benar-benar ingin tahu siapa nama aslinya. Mungkin ini kesempatanku untuk berkenalan dengannya.

"Siapa namamu? Namaku Akio, Akio Graham."

Gadis itu Berhenti melangkah dan menoleh kearahku.

"Nama ku Indria, itu saja."

Tatapan dinginnya sama sekali tidak mempengaruhi namanya.

.......BERSAMBUNG.......

1
Sary Utami
Sudah mampir kaka
Sary Utami: follback kak
StarDragon: follow yah
total 2 replies
🇮🇩 LianaLyrashiaa_1805
bagus ni, semangat ya kak!!
StarDragon: makasih, kak
total 1 replies
ChiArt_27
emang apa-apa masalah dari awal itu berasal dari diskriminasi. Penyakit paling umum dah🤏
ChiArt_27
Akio calon ngeharem💅
ChiArt_27
dia pasti trauma liat orang tuanya tewas di depan mata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!