Arga, seorang remaja yang lahir dari darah daging ayahnya sendiri, tumbuh di rumah besar yang justru terasa asing baginya. Kehangatan keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung berubah menjadi penjara dingin — penuh tatapan acuh, hinaan, dan kesepian.
Ayah yang dulu ia panggil pelindung kini tak lagi memandangnya. Cinta dan perhatian telah dialihkan pada istri baru dan anak-anak tiri yang selalu dipuja. Sementara Arga, anak kandungnya sendiri, hanya menjadi bayangan yang disuruh, diperintah, dan dilukai tanpa belas kasihan.
Namun di balik luka dan penghinaan yang menumpuk, Arga menyimpan api kecil dalam hatinya — tekad untuk bertahan, dan bangkit dri penderitaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Terbongkarnya Cincin
Dini hari, di penthouse Arga dan Laila.
Laila tidak bisa tidur. Ia mondar-mandir di safe zone, cemas. Arga sedang di unitnya, sibuk memproses data dari laptop Vino, tetapi Laila tahu, cincin yang hilang itu lebih berbahaya daripada chip apa pun.
"Arga, kita harus membuat pernyataan sebelum Rendra bertindak!" seru Laila melalui sambungan internal. "Kita bilang cincin itu hilang, atau kita ganti dengan yang jauh lebih mahal!"
Arga masuk ke safe zone, wajahnya serius. Ia hanya mengenakan celana training—pemandangan yang sangat mengganggu fokus Laila.
"Terlambat," kata Arga, melempar tablet di meja. Layar tablet menunjukkan berita breaking news dari sebuah portal gosip politik.
Headline: "CINCIN TITANIUM 'MURAHAN' BONGKAR SANDIWARA TUNANGAN LAILA DIANDRA & TUAN ALPHA? RAHASIA DI BALIK DRAMA NUSANTARA TERKUAK!"
Berita itu memuat foto cincin titanium yang ditemukan di rumah Rendra, dan analisis tajam mengapa cincin itu terlalu sederhana, bahkan untuk ukuran engineer kaya. Pihak Rendra (melalui juru bicaranya) mengklaim: Ini bukti nyata bahwa pertunangan itu palsu dan hanya trik untuk menyusup.
"Sialan!" Laila memukul meja marmer. "Dia bergerak cepat. Dan dia tahu cincin itu kuncinya."
"Dia cerdas. Cincin itu adalah Achilles' Heel kita," kata Arga, menyandarkan tubuhnya di konter dapur. "Tapi dia melakukan kesalahan: dia mengungkapkannya melalui gosip murahan, bukan kanal resmi. Dia ingin menyerang integritas emosional kita, bukan legalitas kontrak Nusantara."
"Tujuannya apa?" tanya Laila, suaranya panik.
"Satu: Membuatmu terlihat putus asa dan tidak stabil. Dua: Membuat publik skeptis pada semua pernyataan kita tentang bom Nusantara. Tiga: Menekan Ayahku untuk membatalkan kontrak denganmu."
Arga menatap Laila, matanya tajam. "Kita tidak akan membiarkan ini, Laila. Kita akan membalasnya dengan drama yang lebih besar."
Bagian II: Rencana Counter-Attack Tergila
"Rencana apa? Kita harus segera menikah sungguhan?" tanya Laila, setengah bercanda, setengah takut.
Arga menggeleng. "Tidak. Kita harus membuktikan bahwa cincin itu adalah pilihan romantis yang disengaja."
Arga menyalakan display hologram dari tablet-nya. Di sana terpampang sebuah rencana gila.
"Besok pagi, kita akan pergi ke Black Market Jewelry di Kota Tua," Arga menjelaskan. "Kita akan membeli dua cincin fake super-mahal, berlian besar, lalu kita akan menjual cerita ini ke media sebagai berikut: Tuan Alpha menghukum Laila karena ceroboh menghilangkan 'cincin cinta' mereka, dan menggantinya dengan berlian palsu sebagai simbol 'pertunangan yang diperkuat'."
"Kau gila! Berlian palsu?"
"Tentu saja. Tapi yang paling penting: Kita harus menunjukkan di depan media, bahwa hubungan kita sedang ada di fase emosional yang intens dan penuh konflik, bukan sekadar kerja sama bisnis yang rapi. Rendra berpikir kita tidak punya emosi. Kita akan membuktikan kita punya," kata Arga.
"Tapi itu artinya... kita harus berakting bertengkar di depan publik?"
Arga tersenyum tipis. "Bukan hanya bertengkar, Laila. Kita harus menunjukkan bahwa ada Api Cemburu dan Dominasi Cinta di antara kita, yang membuat kita melakukan hal-hal gila. Kita akan menunjukkan kepada Rendra bahwa kita adalah pasangan yang kompleks, bukan robot."
Laila menatap Arga, menyadari implikasinya. Untuk menjual sandiwara ini, mereka harus memasukkan perasaan yang sebenarnya ke dalam chemistry palsu mereka.
Pagi itu, Arga dan Laila muncul di Kota Tua dengan pengawalan minimal—sebuah keputusan yang berisiko, tetapi Arga ingin mendapatkan vibe yang natural.
Mereka langsung dikerumuni paparazi. Laila tampak cemberut, sengaja menghindari tatapan Arga. Arga, di sisi lain, tampak tegang dan dominan.
Mereka masuk ke sebuah toko perhiasan kecil yang terkenal menjual barang vintage dan fake high-end.
Di depan kamera, Arga memegang tangan Laila dengan kasar. "Laila, kau tahu cincin itu berarti apa bagi kita! Kau hilangkan, sekarang kau harus menerima konsekuensinya!"
Laila membalikkan badan, air mata buaya siap tumpah. "Aku minta maaf, Arga! Tapi kau juga tidak pernah mengerti perasaanku tentang semua tekanan ini!"
Wartawan heboh. Mereka mulai merekam pertengkaran pasangan power couple ini.
Arga mengambil kotak beludru hitam berisi cincin palsu, berlian besar yang berkilauan. Ia membuka kotak itu di depan Laila.
"Ini hukumanmu, Laila. Cincin ini adalah penguat komitmen kita. Kau akan memakainya, dan kau tidak akan pernah melepasnya lagi. Ini untuk menunjukkan pada semua orang, kau milikku, dan kau tidak bisa lari."
Arga mengambil cincin itu, dan memaksanya masuk ke jari manis Laila di depan kamera, menyakiti Laila sedikit. Laila menahan diri untuk tidak menarik tangannya.
"Aku akan memakainya," Laila berbisik, tetapi matanya menatap Arga dengan campuran marah dan attraction. Ini bukan lagi akting. Laila benar-benar merasa marah dan sekaligus terikat pada dominasi Arga.
Arga mencondongkan tubuhnya, menyentuh pipi Laila. "Jangan pernah membuatku khawatir lagi, fiancée," bisiknya, tetapi yang terdengar adalah nada kepemilikan.
Setelah pertunjukan drama itu, mereka kembali ke mobil, tegang dan diam.
"Sempurna," kata Arga, suaranya kembali datar. "Rendra pasti melihatnya sekarang. Dia akan tahu kita tidak bisa diprediksi secara emosional."
"Kau menyakitiku, Arga," kata Laila, memegang jarinya.
"Itu bagian dari drama. Sentuhan itu harus meyakinkan," balas Arga, tanpa melihat.
"Bukan sentuhan itu. Kau melanggar aturan. Kau membuatku merasa terdominasi, bukan terlindungi," balas Laila, matanya menatap tajam. "Aku bukan barang yang bisa kau beli, Arga. Ingat itu."
Arga menghela napas. "Saya tidak pernah berpikir Anda barang, Laila. Saya hanya berpikir Anda adalah seseorang yang harus saya jaga agar tetap aman dari Ayah saya."
Tiba-tiba, ponsel Arga berdering. Itu Dina, kepala teknisnya.
"Tuan Alpha, ada masalah. Vino baru saja mengunggah surat terbuka ke server gelap. Dia membeberkan semua detail Proyek Nusantara yang dia tahu, termasuk fakta bahwa Anda pernah mendekati seorang model terkenal, Sandra, sebelum 'bertunangan' dengan Laila Diandra."
Arga terdiam. Laila menatapnya, matanya menyipit.
"Apa maksudnya?" tanya Laila, suaranya dingin.
"Itu gosip lama, Laila. Vino mencoba mengalihkan perhatian," kata Arga, mencoba mengabaikannya.
"Gosip? Vino bilang, Anda pernah sangat tertarik pada model itu saat Anda sedang mencoba menghancurkan Rendra. Dia bilang Anda hanya menggunakan saya untuk menyakiti Rendra, karena saya adalah 'aset' Ayah Anda, sementara model itu adalah wanita yang 'benar-benar Anda inginkan'."
Laila merasakan sengatan yang aneh. Itu bukan hanya akting lagi. Itu cemburu. Cemburu pada gosip lama yang diungkap musuh mereka.
Arga menatap Laila, melihat api di mata Laila. Itu bukan api sandiwara; itu adalah api emosi yang sesungguhnya.
"Itu kebohongan, Laila. Saya tidak punya waktu untuk model. Itu hanya koneksi lama yang mencoba memanfaatkan nama besar Aurora Tech," Arga menjelaskan, suaranya serius.
"Bohong? Kau bilang, aku tidak boleh mencampurkan emosi. Tapi bagaimana jika perasaan itu nyata? Bagaimana jika aku cemburu pada wanita yang kau kencani saat kau seharusnya fokus padaku, pada misi ini?" Laila menantang.
Arga menghentikan mobilnya, menatap Laila dengan intens. Selama ini, dia pikir dialah yang mengendalikan emosi Laila.
"Laila," Arga berbisik, matanya menjadi gelap. "Jangan main-main. Kau tidak boleh cemburu. Ini hanya kontrak. Emosi itu berbahaya."
"Mungkin bahaya itu sudah terjadi, Arga," balas Laila, tidak gentar. "Kau menciptakan sandiwara ini. Kau memaksaku tinggal di sebelahmu. Kau memaksa sentuhan. Sekarang, kau harus berurusan dengan konsekuensinya. Sandiwara kita sudah melampaui kontrak."
Arga menyentuh tangan Laila. "Kau dan aku, kita akan membuktikan pada Vino bahwa emosi kita, baik itu sandiwara atau nyata, adalah senjata yang jauh lebih kuat dari dendamnya. Tapi jangan pernah ragukan aku lagi, Laila. Karena jika kau ragu, kita akan hancur."
Mereka berdua tahu: Kebohongan yang mereka ciptakan telah melahirkan perasaan nyata yang tidak bisa lagi dikendalikan.
Dihina, disakiti, diabaikan — hingga akhirnya ia memilih pergi, membawa luka yang berubah jadi kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, dunia berbalik.
Anak yang dulu diremehkan, kini berdiri di atas cahaya keberhasilannya.
mari masuk ke dunia Tuan alfa