Jika mencapai pernikahan saja sudah bisa dikatakan sebagai akhir yang sempurna. Maka tidak akan ada istilah mempertahankan pernikahan lebih sulit dari memulainya.
Mikaya pikir ketika dia sudah menjadi istri Andovi, memiliki buah hati pertama mereka yang lucu dan memperoleh cinta sepenuhnya dari laki-laki itu sudah menjadi akhir yang bahagia. Nyatanya, banyak sekali rahasia yang Andovi simpan darinya, yang laki-laki itu tidak mau istrinya tahu.
Bagaimanakah kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wind Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Oleng
Satu minggu berikutnya, hubungan Andovi bersama istrinya sudah mulai membaik. Hanya saja sikap Mikaya kadang masih dingin. Di tambah lagi Mikaya kembali pada stelan dimana sebelum mereka pergi ke villa. Mikaya kembali pada stelan dasternya.
"Kenapa kamu kayak gini lagi? Bukankah kamu udah janji bakal tetap menjaga penampilan kamu?"
"Percuma aku menjaga penampilan aku kalau kamu aja gak bisa menjaga pandangan kamu," jawab Mikaya ketus.
Kening Andovi seketika berkerut.
"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Kamu masih mau bahas soal pagi itu, hah? Kamu enggak capek emangnya? Kamu mau kita kayak gini terus? Sampai kapan?"
"Sampai kamu sadar kalau aku seperti ini juga karena ulah kamu, mas! Bisa gak kalau kamu cari sekretaris laki-laki aja?"
Andovi menyunggingkan sebelah sudut bibirnya.
"Kamu pikir gampang apa cari orang yang kinerjanya benar-benar bagus kayak Mira?"
"Banyak, kok. Atau kamu aja kali yang gak mau kalau misalnya Mira keluar dari kantor kamu."
"Kamu apa sih? Kenapa makin kesini kamu makin nuduh yang enggak-enggak?"
"Emang seperti itu kan kenyataannya?"
"Terserah kamu aja, deh! Aku capek tahu gak?!"
"Kamu pikir aku gak capek apa, mas? Aku juga sama, aku lebih capek, mas! Aku bisa seharian penuh diem rumah gak kemana-mana buat ngurus Afgari, tugas rumah, bisa-bisanya kamu malah berduaan sama sekretaris kamu yang gak tahu diri itu."
"Mikaya, cukup ya! Bisa gak dikit-dikit jangan bawa-bawa Afgari. Kalau kamu capek ngurusin Afgari, ngurus rumah, aku bisa cari asisten rumah sama baby sitter. Biar kamu gak ada alasan lagi buat ngeluh apalagi merasa paling menderita di sini."
Andovi berniat untuk pergi, akan tetapi ia teringat akan sesuatu.
"Dan satu hal lagi, jangan pernah kata-katain Mira!"
"Kenapa, mas? Kamu gak suka? Kamu gak terima kalau aku kata-katain Mira?"
"Oh iya, tentu. Karena Mira itu sangat berharga di hidup aku."
"Jadi maksud kamu aku gak berharga gitu?"
"Kamu pikir aja sendiri, aku capek!"
Andovi lalu pergi meninggalkan Mikaya. Entahlah, rasanya melelahkan jika harus terus menerus berdebat dengan Mikaya.
Sementara Mikaya berdiri di posisinya, air matanya kini mengalir. Rasanya begitu menyakitkan ketika mendengar suaminya berkata jika wanita lain lebih berharga di banding dirinya yang istrinya. Padahal ia hanya ingin di mengerti, di pahami, jika ia sangat takut kehilangannya.
***
Andovi akhir-akhir ini jadi tidak lagi betah di rumah, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di kantor. Dan ia mulai menyukai Mira yang sering datang ke ruangannya hanya untuk sekedar memberikan berkas.
"Saya permisi kembali ke ruangan saya, pak," pamit Mira namun di cegah oleh Andovi.
"Tunggu sebentar, Mira."
Mira pun mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Iya, ada yang bisa saya bantu, pak?"
Andovi lekas meminta Mira untuk menghandle tugasnya di laptop, sengaja agar wanita itu tetap stay di ruangannya.
Mira sama sekali tidak keberatan untuk itu, ia melakukan apa yang pria itu minta. Mira duduk di kursi sebrang meja di hadapan Andovi.
Selama Mira fokus pada layar laptopnya, Andovi sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari wajah Mira. Seulas senyum kemudian terbit tanpa ia sadari.
"Jika di lihat-lihat, Mira ini manis juga," ucap pria itu dalam hati.
Mira mulai menyadari jika bosnya terus memperhatikannya sejak tadi. Kini sepasang mata mereka bertemu, wanita itu jadi merasa salting sendiri karena terus di perhatikan seperti itu.
"Kenapa pak Andovi menatap saya seperti itu?" tanya Mira kemudian.
"Enggak, gak apa-apa. Kamu manis juga, ya."
Mira jadi salting brutal dan tidak karuan. Sebelumnya pria itu tidak pernah bersikap seperti sekarang. Apalagi sampai memujinya seperti ini.
"Ah pak Andovi bisa aja," jawab Mira malu-malu.
"Nanti siang kita makan bareng lagi. Kamu gak keberatan kan kalau tiap hari makan siang bareng saya?"
"Iya, pak. Terima kasih karena sudah selalu mentraktir saya juga."
"Iya, sama-sama."
Untuk seperkian detik mereka saling tatapan, hingga Mira sadar jika ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya.
_Bersambung_
dan Ujian bagi seorang laki2 adalah harta dan wanita...
harus banyak ingat dan syukur atas apa yg kita miliki...
Jika ada yg kurang, bukan nya mencari, tapi memperbaiki apa yg ada 👍👍