Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Kunjungan
Mendengar suara bel berbunyi, Kagendra melihat tamu yang datang dari monitor.
Tampak wajah Aki, Abah dan Ibunya memenuhi layar monitor unitnya.
“Aki, Abah, dan Ibu datang berkunjung. Awas kalau kamu bersikap macam-macam dan aneh. Jangan tampilkan wajah cemberut. Kamu buka pintunya!” perintah Kagendra.
Sadiyah beranjak dari dapur dan meletakkan pisau yang sedang dipegangnya. Ia membukakan pintu dan melihat pasukan lengkap keluarga inti Kagendra. Ada Aki Musa, Abah, Ibu dan Alena.
“Iyaaah… Ibu kangen sama kamu.” Indriani segera memeluk Sadiyah ketika melihat Sadiyah yang membukakan pintu.
“Teteeeh… Lena juga kangen.” Alena, adik perempuan Kagendra juga memeluk Sadiyah dengan erat.
Sadiyah membalas pelukan Indriani dan Alena dengan tak kalah eratnya. Kemudian ia mencium punggung tangan Aki Musa dan Yusuf, ayah mertuanya.
“Kamu sedang apa, Nak?” tanya Indriani yang melihat Sadiyah yang memakai celemek.
“Iyah mau masak buat makan malam,” jawab Sadiyah.
“Gak usah masak, Teh. Ibu udah bawain banyak makanan buat makan malam kita. Kita semua mau makan malam disini!” seru Alena.
“Kalian ngapain sih berkunjung ke sini malam-malam? Mengganggu saja,” protes Kagendra.
“Maaf jika kita mengganggu malamnya Aa sama Teteh yang mungkin mau berbuat yang iya iya nanti malam. Hihihi…” goda Alena sambil cekikikan.
Kagendra melemparkan bantal sofa ke arah adiknya yang jahil.
“Aduh, A. sakit ih....” protes Alena sambil membereskan rambutnya yang jadi acak-acakkan terkena bantal sofa yang dilempar Kagendra. Ia kemudian melempar balik bantal tersebut dan mengenai vas bunga yang terletak di atas meja kecil di samping sofa.
Kagendra menatap horor pada air dari vas bunga yang terjatuh karena lemparan bantal dari Alena yang menetes mengenai karpet tebal yang ada di bawahnya. Alena yang mengetahui bagaimana kegilaan kakaknya akan kebersihan dan kerapihan langsung berlari mencari perlindungan di belakang ayahnya.
“Alenaaaaa....” teriak kagendra kesal.
“Ada apa sih ribut-ribut?” Indriani menghampiri kedua anaknya yang sepertinya bersiap untuk baku hantam hanya karena lemparan bantal.
“Dasar pembuat onar.” kesal kagendra sambil berlalu menuju dapur untuk mengambil lap.
Yusuf melihat Sadiyah memindahkan makanan dari rantang ke atas piring dan menyimpannya di atas meja bar.
“Endra, sepertinya kamu harus membeli satu set meja makan,” usul Yusuf
“Buat apa Bah? Kita kan cuma berdua dan bisa makan di meja bar. Kalau ada meja makan, nanti ruangannya terlihat sempit,” ungkap Kagendra.
“Makanya kamu beli rumah hunian yang sesuai. Kamu sudah punya istri dan nanti akan punya anak. Lingkungan di apartemen kurang baik untuk anak-anak,” ujar Aki Musa.
“Harga rumah di pusat kota itu mahal. Endra belum sanggup untuk membelinya. Untuk sekarang cukup dengan apartemen saja,” ujar Kagendra mempertahankan pendapatnya.
“Aki mengerti dengan pendapat kamu. Tapi kelak, kamu harus memberikan hunian yang layak buat istri dan anak-anak kamu. Nanti Aki dan Abah akan bantu kamu buat beli rumah,” usul Aki Musa.
“Bukannya Endra sombong dengan menolak bantuan Aki tapi Endra memang tidak ingin dapat bantuan dari Aki atau Abah. Endra ingin berusaha dengan tangan sendiri. Aki sabar saja, nanti juga kebeli rumahnya.”
Mendengar tekad Kagendra yang ingin membeli rumah dengan keringat dan tangan sendiri membuat Sadiyah sedikit kagum pada pendirian Kagendra yang ingin mandiri dan tidak mengandalkan harta dari keluarganya.
“Aki tunggu pembuktian kamu. Umur Aki sudah sangat tua. Aki harap kamu segera merealisasikan janji kamu itu sebelum Aki meninggal. Aki ingin melihat cicit Aki dari kamu.” pinta Aki Musa.
Kagendra dan Sadiyah saling menatap gelisah.
“Ibu dan Abah juga ingin segera mendapatkan cucu dari kamu,” sambung Indriani.
“Bikin anak itu kan tidak bisa instan seperti bikin kue yang sekarang bikin lalu satu jam kemudian langsung jadi,” sahut Kagendra asal.
“Iya, iya. Abah paham. Yang terpenting kan do’a dan usaha. Ibu kamu sudah mendo’akan kamu di tiap waktu sholat. Usaha kamu juga harus gencar. Dulu, Abah saja langsung bisa menghamili ibu kamu. Iya kan, Bu?” sahut Yusuf sambil mengedipkan sebelah mata pada istrinya yang langsung mendapatkan pukulan kecil di lengan dari istri tercintanya.
Sadiyah tersipu malu mendengar perkataan ayah mertuanya itu. Sedangkan Kagendra wajahnya datar saja mendengar usulan mesum dari abahnya.
Malam ini, suasana di unit apartemen sangat riuh dengan celotehan Alena dan debat kusirnya dengan Kagendra. Obrolan hangat antara Aki Musa dan anak laki-lakinya juga terdengar seru. Suasana ramai seperti ini sangat disukai oleh Sadiyah. Dibandingkan dengan suasana hening yang tercipta tadi saat makan siang, Sadiyah lebih menyukai suasana ramai seperti ini. Sadiyah jadi teringat suasana ramai di meja makan saat kedua orangtuanya masih ada saat itu. Ayah, ibu, adiknya dan juga bibi dan pamannya beserta kedua sepupunya selalu makan bersama di meja makan dengan ukuran yang besar. Ia rindu dengan suasana seperti itu. Ia rindu dengan orangtua, adik, juga dengan bibi, paman, dan kedua sepupunya. Tak terasa air mata menetes mengaliri kedua pipinya.
“Kenapa, Nak?” tanya Indriani yang melihat Sadiyah meneteskan air matanya.
“Gak apa apa, Bu. Iyah cuma kangen sama orangtua, adik, bibi, amang dan sepupu Iyah. Iyah teringat suasana yang ramai seperti ini ketika makan bersama mereka.
Indriani memeluk Sadiyah dengan erat.
“Sekarang ini, Ibu sudah menjadi Ibu kamu, begitupun Abah juga sudah menjadi ayah kamu, Alena itu adik kamu, ada juga Aki. Kami semua sekarang keluarganya Iyah. Iyah jangan sedih lagi ya, Nak.” ujar Indriani sambil semakin erat memeluk Sadiyah.
“Terima kasih, Bu.” lirih Sadiyah.
“Jangan berterima kasih pada kami. Kami lah yang berterima kasih sama Iyah, karena Iyah mau menjadi bagian dari keluarga kami.” Air mata Sadiyah semakin membanjiri pipinya mendengar ucapan dari ibu mertuanya.
“Iyah sayang sekali sama ibu, sama Abah juga sama Aki.” ungkap Sadiyah.
“Hmmm, kamu juga sayang kan sama Endra?” tanya Indriani.
“Eh…oh…eh… iya Bu, sayang juga.” jawab Sadiyah gelagapan.
Indriani tersenyum mendengar jawaban gugup dari menantunya itu.
****************
*t*o be continued...
semangat