"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17
Fauzan menghentikan mobilnya di pelataran Rumah sakit, dengan cepat ia meraih jemari Renata. "Sayang, bisakah kita seperti kemarin-kemarin lagi? sikapmu membuat mas serba salah, bingung dan kesepian secara bersamaan. Mas tau mas banyak salah dan mengabaikanmu, tapi percayalah mas sama sekali tidak bermaksud seperti itu." Ungkapnya panjang lebar. Takut dan khawatir bercampur menjadi satu dalam sorot matanya.
Renata yang sedari tadi tidak mengeluarkan suara menatap Fauzan dengan kedua alis yang saling bertautan. "Sikapku selama ini adalah ekspresi dari semua sikap dan perubahan mas. Iya aku tahu mas hanya berusaha menjadi anak yang berbakti dan bertanggung jawab tapi bukan berarti harus menomor duakan rumah tangga kita."
"Iya mas salah dan menyesal, mau kan memaafkan mas?"
"Aku selalu memaafkan mas, tapi berjanjilah jangan pernah menutupi apapun dariku! Aku lebih baik disakiti kejujuran daripada di bahagiakan dengan kebohongan." Tutur Renata diakhiri helaan napas. "Aku turun ya, sudah hampir jam 7." Renata meraih tangan Fauzan dan menciumnya dengan takzim.
"Oke, semangat kerjanya sayang." Sebuah kecupan di daratkan Fauzan di kening sang istri penuh kasih, rasa rindu yang masih merajai hati membuatnya berat untuk melepas Renata bekerja. Netranya terus mengikuti langkah sang istri hingga pintu utama rumah sakit, ada perasaan bersalah dan hampa saat wanita yang ia nikahi tiga tahun lalu itu lenyap dari pandangannya.
Sudah tiga tahun dirinya membangun rumah tangga dengan Renata, selama itu pula istrinya itu tak banyak menuntut baik itu materi maupun waktu. Bahkan berapa nominal yang ia berikan pada sang ibu tak pernah diungkit oleh Renata, hanya saja entah kenapa semenjak kepergian Fajar Renata begitu sensitif padanya.
Drrrtt drrtt
Getar ponsel membuyarkan racauan Fauzan yang masih setia memegang setir dengan pandangan yang masih tertuju pada lalu lalang orang di dalam lobby rumah sakit, padahal sejak beberapa menit yang lalu sosok sang istri sudah tak dilihatnya.
Tangannya beralih pada benda pipih yang berada disaku celana ia merogohnya. Melihat nama sang ibu yang tertera membuatnya segera menggeser ikon hijau.
"Assalamualaikum Bu."
"Zan, kamu sudah di kantor?"
"Sudah Bu," dustanya diakhiri deheman. "Kenapa? Apa ada yang ibu butuhkan?"
"Syukurlah kalau sudah di kantor, ibu ingin melanjutkan obrolan yang tadi tentang rencana penjualan mobil. Ibu ingin kamu langsung yang urus tawarin ke dealer atau barangkali ada temanmu yang mau beli mobil bekas. Tau sendiri kan kondisi mobilnya masih bagus, jadi kemungkinan harganya masih tinggi."
"Iya Bu nanti Zan coba tawarin ke teman, tapi Zan enggak janji soalnya jual mobil tidak seperti jual perhiasan, pasti butuh waktu."
"Iya ibu tahu, tapi kamu banyak kenalan. Atau begini saja, gimana kalau kamu talangin dulu DP nya, nanti hasil penjualannya kamu ambil Zan."
Mendengar ide dari sang ibu, Fauzan menghela napas. "Bu, kenapa mesti buru-buru? Kan mobil itu juga masih bisa di pakai masih bagus."
"Zan, kamu enggak akan ngerti. Ibu minta tolong kamu beliin mobil baru bukan buat gaya-gayaan tapi kebutuhan si kembar, bayangin kami pergi-pergi membawa anak kembar butuh kenyamanan terutama buat bayi supaya mereka anteng. Kalau kamu tidak bisa tidak apa-apa, ibu ngerti kamu ada istri yang harus diutamakan dibanding ibu."
"Bukan begitu Bu, dengerin Zan dulu. Iya akan Zan usahakan tapi tolong jangan buru-buru, Zan ada kerjaan penting yang harus diurus dan untuk masalah mobil Zan mau bicarakan dulu sama Rena Bu."
"Ibu tunggu kabar baiknya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam"
Panggilan di akhiri, benda pipih itu ia letakkan di jok sebelah kiri. Tangannya kini beralih pada setir dan memutarnya untuk keluar dari pelataran rumah sakit dengan hati dipenuhi kebimbangan. Baru beberapa saat yang lalu ia berjanji akan memperbaiki semuanya pada Renata, tapi ada saja masalah yang datang dan membuatnya harus memutar otak bagaimana caranya ia berbicara pada sang istri terlebih harga sebuah mobil bukan hanya ratusan ribu atau belasan juta. Tidak mungkin ia bisa menyembunyikannya dari Renata.
Kamu aja yg di telpon gak mau ngangkat 😏😏😏
baru juga segitu langsung protes 😏😏
Rena selalu bilang gak apa apa padahal dia lagi mendem rasa sakit juga kecewa tinggal menunggu bom waktunya meledak aja untuk mengeluarkan segala unek unek di hati rena😭
scene nya embun dan mentari juga sama
bikin mewek 😭
jangan bikin kecewa Napa ahhhhh😭😭
aku sakit tau bacanya
padahal bukan aku yang menjalani kehidupan rumah tangga itu😭😭😭
suka watir aku kalauu kamu udah pulang ke bandung 😌😌