Srikandi, gadis cantik yang selalu digilai oleh setiap laki laki yang mengenalnya. karena selain cantik dan berasal dari keluarga kaya, Srikandi juga baik hati.
Srikandi memiliki seorang kekasih bernama Arjun, tetapi tanpa sepengetahuan Srikandi ternyata Arjun hanya menganggap dirinya sebagai piala yang dia menangkan dari hasil taruhan saja. Arjun tidak pernah mencintai Srikandi yang dia anggap sebagai gadis manja, yang hanya bisa mengandalkan harta orang tua.
Padahal tanpa sepengetahuan Arjun, Srikandi juga memiliki sebuah bisnis tersembunyi, yang hanya ayahnya saja yang tahu.
Saat Srikandi tahu kebusukan Arjun, Srikandi tidak marah. Srikandi bersikap santai tapi memikirkan sesuatu untuk membalas sakit hatinya. Apalagi hadirnya pria tampan yang mencintai dirinya dengan tulus. menambah lengkap rencana Srikandi.
Arjun harus merasakan juga mencintai tapi tidak di anggap. Arjun harus tahu rasanya patah hati .
ikuti kisah selengkapnya dalam
BUKAN LELAKI CADANGAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
“Arkan! panggil security untuk menyeretnya keluar dari tempat ini!” perintah Yudistira pada sekretaris Arkan yang masih setia berada di antara mereka.
Yudistira merasa geram. Masalah yang dibuat oleh Heru Prayogo sudah menyita otaknya, dan sekarang anak perempuan dari lelaki tua itu datang untuk menambah pikirannya.
“Baik.” Sekretaris Arkan segera bergerak menghubungi resepsionis di bawah untuk menyuruh dua orang sekuriti datang ke ruang CEO.
“Yudistira, jangan tidak punya hati. Apa sebenarnya salahku. Aku hanya ingin bersamamu. Aku bahkan sudah berjuang sejauh ini, tapi kau sama sekali tidak menghargai apa pun yang telah aku usahakan untuk terlihat nyata di depan mu.” Parwati berteriak marah.
Parwati Dewi sudah menyukai Yudistira sejak mereka berdua masih sama-sama kecil. Parwati bahkan selalu meminta ayahnya untuk menyekolahkan dia di tempat yang sama dengan Yudistira. Demi apa? Demi agar dia bisa berada di dekat pria itu setiap hari.
Akan tetapi hati Yudistira seolah terbuat dari sebongkah batu. Pria itu tak pernah mau melihat keberadaannya. Bahkan bersikap baik untuk sekedar memberinya muka saja tak Yudistira lakukan. Dirinya bagai butiran debu yang tak terlihat.
Membawa rasa kecewanya, Parwati kemudian melanjutkan pendidikan di dunia modeling. Dia berpikir, jika dirinya telah menjadi seorang bintang idola, yang dikagumi oleh banyak orang, barangkali saat itulah baru keberadaannya tampak dihadapan Yudistira.
Tiga tahun berkecimpung di dunia modeling. Apa yang dicita-citakan oleh Parwati tercapai. Dia menjadi seorang model ternama, bahkan merambah dunia internasional. Sepuluh hari yang lalu di negara Prancis yang memang menjadi surga dunia bagi para model, Parwati Dewi mendapatkan penghargaan sebagai model terbaik.
Hari ini dia pulang ke negaranya, dia datang untuk menunjukkan diri di hadapan Yudistira. Akan tetapi siapa sangka, keberadaannya tetap saja tak terlihat. Dia bagaikan makhluk tak kasat mata di hadapan pria itu. Apa yang salah sebenarnya? Apa yang belum pernah dia lakukan untuk menggapai hati pria itu?
“Setidaknya berikan aku kesempatan untuk bisa membuatmu mencintaiku,” pinta Parwati.
Yudistira bergeming di tempatnya. Tidak peduli apa pun yang diucapkan oleh Parwati. Dia seperti tembok beton yang tinggi. Tak bisa ditembus atau pun dilompati.
Lima menit kemudian security yang dipanggil oleh Arkan datang.
“Antarkan dia sampai depan gerbang perusahaan. Dan ingat wajah dia baik-baik. Untuk selanjutnya jangan pernah biarkan dia masuk ke perusahaan ini. Jika perlu cetak wajahnya dan tempel di billboard, agar siapa pun mengerti!”
“Tunggu! Yudistira kumohon jangan sekejam ini padaku. Demi masa kecil yang pernah kita lewati bersama,” pinta Parwati lagi. Wanita itu benar-benar tak percaya, pria di hadapannya benar-benar tak tersentuh.
“Bawa dia!” Teriak Yudistira. Kesabarannya sudah berada di ambang batas.
“Mari, Nona!” Dua orang sekuriti hendak menarik tangan Parwati dari kiri dan kanan.
“Jauhkan tangan kotor kalian!” Teriak Parwati. Wanita itu benar-benar marah. Yudistira sama sekali tak memberinya muka. Akan tetapi apa yang bisa dia lakukan selain menyerah.
“Oke, baik, aku akan pergi. Tak perlu menyeretku. Aku masih bisa berjalan sendiri,” ucap Parwati. Lebih baik sekarang dia pergi. Dia sangat mengenal watak Yudistira. Kemarahan pria yang dia cintai secara ugal-ugalan itu sangat sulit untuk terpuaskan.
Lebih baik dia pergi sendiri. Dia masih punya otak. Jika dia keluar dari sini dengan diseret oleh security, maka hancurlah reputasi dia di hadapan karyawan Yudistira.
Wanita itu mengambil tisu dari tas tangannya untuk membersihkan wajahnya yang tadi disiram dengan kejam oleh Yudistira. Mengumpat kesal karena tak menemukan sisir dan peralatan makeup nya di dalam tas.
Dia baru teringat, apa yang sedang dicarinya itu, dia letakkan di atas kursi mobilnya setelah dia pakai sebelum turun tadi. Dan tampaknya dia lupa untuk memasukkan kembali ke dalam tas.
Setelah merapikan rambut alakadarnya, hanya dengan menggunakan jari-jari, wanita itu pun beranjak pergi meninggalkan ruangan Yudistira.
Sementara itu di lantai bawah, tepatnya di tempat dua orang resepsionis berada.
“Tari, kenapa Tuan Arkan meminta security untuk datang ke ruangan CEO?” Kikan bertanya dengan raut cemas.
“Aku juga tidak tahu. Berdoa saja semoga ini tidak ada kaitannya dengan Nona Parwati.” Mentari menjawab sambil menatap datar ke arah temannya. “Dan jika ternyata benar seperti apa yang kau khawatirkan, maka bersiaplah.”
Kikan terhenyak mendengar ucapan temannya. Tubuhnya yang semula berdiri terasa lemas, hingga jatuh terduduk di kursi yang ada di belakangnya. Keringat dingin mengucur dari wajahnya yang memucat. Seandainya saja Dia tadi mendengarkan kata-kata Mentari sahabatnya…
Belum selesai Kikan dengan kegelisahannya, dari kejauhan tampak Parwati Dewi berjalan diiringi oleh dua orang security. Meskipun tidak diseret, tetapi tetap saja, apa yang dilihat itu sudah menunjukkan sesuatu yang buruk. Terlebih jika melihat penampilan gadis model itu saat ini. Rambutnya yang tampak basah dan terlihat sedikit berantakan. Begitupun wajahnya yang hilang sebagian make up nya.
Parwati Dewi berjalan dengan santai seolah tidak baru saja terjadi apapun padanya. Dia mencoba mempertahankan image sebaiknya. Meskipun sebenarnya sudah gagal. Dua orang security yang berjalan di belakangnya sudah menggambarkan semuanya.
“Tari, Apa yang akan terjadi padaku setelah ini?” Suara Kikan bergetar menahan takut. Dari kejauhan dia melihat Tuan Yudistira berjalan ke arah mereka.
Mentari menggelengkan kepalanya, “Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya. Tetapi kamu tidak mau mendengarkanku. Sekarang apapun yang terjadi, hadapilah!” jawabnya.
Kikan menelan ludahnya dengan susah payah. Langkah Tuan Yudistira dan asisten Arkan semakin lama semakin mendekat ke arah mereka. Bangkit perlahan dari duduknya, menyeret kakinya yang terasa gemetar, lalu melangkah menuju depan meja resepsionis. Dan berdiri di sana menunggu titah.
“Siapa yang menyuruhmu untuk bersikap lancang?” suara Yudistira terdengar dingin. Dengan Kikan yang berdiri di depan meja dia tahu Gadis itulah yang telah membawa Parwati Dewi masuk ke dalam ruangannya.
Kikan menundukkan kepalanya, sama sekali tak berani menatap ke arah Tuan Yudistira.
“Apa kau sudah bosan bekerja di sini?” pertanyaan selanjutnya dari Yudistira yang tetap tak mampu diserap oleh Kikan selain hanya dengan golongan kepala. Air matanya bahkan sudah mengalir deras tanpa bisa dibendung.
“Datanglah ke ruang HRD, dan ambil surat pengunduran dirimu!” tegas Yudistira yang masih menatap gadis yang berdiri di depannya dengan rautnya yang dingin dan datar.
Bruukk
Kikan menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki Yudistira.
“Saya mohon ampuni saya, Tuan. Saya mengaku bersalah. Dan saya berjanji tidak akan mengulangi ini lagi. Tolong berikan saya kesempatan,” ucap Kikan dengan suaranya yang bergetar dan telah berubah menjadi serak karena menahan tangis yang ingin meledak.
Dia tidak ingin dipecat. Dia tidak ingin dikeluarkan dari perusahaan ini. Jika itu sampai terjadi, ke depannya hanya ada hal buruk yang akan dia temui. Siapapun yang telah dikeluarkan dari perusahaan Yudistira Dharmawangsa, perusahaan manapun tak akan lagi berani menerimanya untuk bekerja di tempat mereka.
Yudistira bergeming, permohonan Gadis itu tidak ada artinya apa-apa baginya. Mundur dua langkah kemudian membalikkan badan untuk berlalu dari tempat itu.
“Saya mohon, Tuan.” Kikan mengejar dan kembali bersimpuh.
Yudistira memejamkan matanya, lalu beralih ke arah Arkan, “Sampaikan pada pihak HRD, mulai besok dan sampai dua bulan ke depan, dia akan ditempatkan di bagian cleaning service. Dan menempati posisi sebagai petugas bagian kamar mandi dan toilet.” Putusnya.
“Jika dia menolak, dia boleh keluar dari perusahaan ini!” lanjutnya .
"ini sekaligus peringatan untuk kalian semus. Jangan pernah mencoba merubah aturan yang telah aku buat " Setelah berkata demikian Yudistira benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. Dia butuh healing. Dan hanya Srikandi yang bisa menetralkan amarahnya.
Kikan tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Dia diturunkan menjadi office girl? Terlebih yang akan dipegangnya adalah bagian kamar mandi dan toilet. Itu terdengar sangat menjijikkan. Kita ingin protes tetapi dia tidak memiliki keberanian. Dia benar-benar berada dalam pilihan yang sulit. Karena jika dia benar-benar keluar dari tempat ini maka dia akan menjadi pengangguran seumur hidup.
bnrn yudistira yg jd dktr.....
Duuhh....kl srikandi jdian sm dia,bruntung bgt....udh baik,kya rya,pduli sesama jg....d jmin bkln bhgia kl hdp sm dia....
Btw,tu nnek shir msh ngeyel aja....
tar mlah blik k dri sndri....
tapi sekarang mending, satu doang yg tembus. telkomsel. selain itu jangan harap ada jaringan.