NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17>>Agoraphobia

Agoraphobia

***

Matahari sudah berganti dengan rembulan. Cahayanya terlihat malu-malu untuk menerangi jagat raya pada malam ini.

Awan hitam itu seperti memperebutkan posisi untuk menutupi si rembulan. Dikit demi sedikit, rembulan mulai tertutupi oleh awan hitam itu.

Langit mulai menjatuhkan tetes demi tetes air. Harum petrikor mulai masuk ke dalam indera penciuman. Beberapa detik berikutnya tetes-tetes air itu semakin deras dan membentuk yang namanya hujan.

Di sebuah rumah besar, lebih tepatnya di sebuah kamar rumah tersebut terdapat dua insan berbeda gender. Hal yang tidak enak di dengar. Dua insan tersebut bukanlah pasangan suami istri, tetapi mereka sedang tidur di satu ranjang.

Salah satu dari mereka tidak lagi tidur, tetapi masih dalam keadaan pingsan. Dia Azalea Kananta.

Yang satunya lagi memang sedang tertidur semenjak satu jam terakhir. Dia Agraven Kasalvori.

Posisi mereka normal saja. Agraven yang tidur membelakangi Aza. Sedangkan Aza dengan posisi nyaman yang diatur oleh Agraven.

Ketukan pintu mengagetkan Agraven. Alhasil pria tersebut langsung terbangun.

Dengan malas ia berjalan untuk membukakan pintu.

"Kenapa?"

"Tuan, Bibi pamit pulang. Non Aza jangan lupa kasih makan, soalnya dari tadi pagi Bibi suruh makan, tapi selalu nolak." Penuturan dari ART rumahnya hanya Agraven respon dengan anggukan.

"Selamat malam, saya pamit."

Agraven kembali masuk. Pria tersebut tidak melanjutkan tidurnya, tetapi ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai dengan urusannya, Agraven turun ke lantai dasar mengambil makan untuk wanitanya.

Wanitanya?

Iya, Agraven memang suka seenaknya.

Pria bertubuh tegap dengan tampang rupawan itu kembali memasuki kamarnya.

Aza belum juga sadar. Agraven sudah berkali-kali memanggil nama Aza, bahkan pria tersebut dengan tega menggores lengan Aza dengan Blaze pisau kesayangannya. Niatnya supaya Aza merasakan perih dan alhasil akan terbangun.

Namun, usaha meresahkannya itu tidak berbuah hasil.

"Lama banget pingsannya," gumam Agraven. Lengan Aza yang tergores oleh Blaze segera ia bersihkan.

Agraven langsung berpikir ke satu arah. Ia teringat sesuatu.

"Apa mungkin... rasa itu kembali," monolog Agraven menatap wajah polos Aza.

Tidak ingin bergelut dengan pikirannya. Agraven segera mengangkat tubuh ringkih Aza.

Pria tersebut membawa Aza ke mobilnya. Entah ke mana ia akan membawa Aza.

Selama di perjalanan, Agraven tidak melepaskan genggaman tangannya pada tangannya Aza.

Sial!

Agraven memaki dirinya sendiri. Pikirannya terus bergelut dengan egonya.

"Nggak! Ini salah. Ingat tujuan awal," gerundel Agraven pada dirinya sendiri.

Agraven sampai ke tempat tujuannya.

Rumah psikiater kenalannya.

Tubuh yang belum kembali kesadarannya, Agraven angkat ke dalam gendongannya.

Tepat saat ingin memencet bel, Agraven merasakan pergerakan kecil dari orang yang berada di dalam gendongannya. Aza mulai sadar.

Sudut bibir Agraven tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman yang sangat tipis.

Aza langsung tersentak karena posisinya sekarang. Ditambah lagi ia terbangun langsung dihadapkan oleh wajah tampan Agraven.

"K-kak--"

"Ssttt!" Agraven membungkam mulut Aza dengan telunjuknya.

Aza langsung terdiam. Ingin meminta dilepaskan, tapi Aza takut. Ia lantas menatap sekitar. Tempat yang belum pernah sama sekali ia datangi.

Setelah si tuan rumah membukakan pintu, Agraven segera membawa Aza masuk.

Ingatkan, bahwa Aza masih berada dalam gendongan Agraven.

Tuan rumah tersebut langsung mempersilahkan tamunya untuk duduk.

Setelah melihat Agraven yang telah duduk dan Aza di sampingnya, si tuan rumah langsung bertanya, "hmm, ada apa Nak Raven ke sini malam-malam?"

Laki-laki tua yang bertanya kepada Agraven, tidak Aza ketahui dia siapa.

"Saya ingin menanyakan keadaan psikis dia," jawab Agraven sambil menunjuk Aza yang duduk di sampingnya.

Aza jelas kaget. Ia jelas tidak terima dengan ucapan Agraven yang secara tidak langsung menyebutnya terkena gangguan psikis.

"Aza sehat. Enak aja kakak bilang--"

"Diam. Kamu tinggal jawab dengan jujur, apa aja yang ditanyakan," potong Agraven. Aza langsung mengatupkan mulutnya.

Psikiater yang diketahui bernama Pak Genta tersebut mengangguk mengerti.

Agraven menjelaskan kepada Pak Genta tentang beberapa hal yang ia lihat dari Aza.

Pak Genta yang mulai mengerti, ia langsung bertanya kepada Aza beberapa gejala yang ia duga Aza mengalaminya.

Setelah mendengarkan penjelasan singkat dari Aza, Pak Genta mengangguk sambil menghela napas.

Agraven sangat peka. Ia paham apa yang diinginkan oleh psikiater di hadapannya sekarang.

Raven menoleh ke Aza yang terdiam sambil menautkan jari-jarinya. Dapat Agraven lihat di mata Aza. Selalu ada tatapan takut dan sendu.

Tanpa aba-aba pria tersebut mengangkat tubuh Aza.

Aza langsung terkejut, tangannya refleks mengalung di leher Agraven.

"Ap--" Aza baru saja ingin membuka mulut untuk mengutarakan isi pikirannya, tetapi Agraven langsung memotongnya.

"Kamu tunggu di mobil. Jangan coba-coba kabur! Kalau sampai berniat kabur... sahabat dan mantan pacar kamu yang akan terkena imbas," ancam Agraven. Aza hanya diam. Tidak ada jalannya untuk ia bisa terbebas dari Agraven.

Lihatlah!

Agraven mengancamnya dengan membawa Vanna dan Rafka. Aza tidak akan melakukan itu, ia rela mati dari pada terbebas dengan cara kabur dan akan menyebabkan bahaya kepada Vanna dan Rafka karena ulahnya.

Agraven meletakkan tubuh Aza di kursi di samping pengemudi. "Diam di sini," peringat Agraven.

Aza hanya diam enggan menjawab. Ia melihat punggung Agraven yang kembali masuk ke dalam rumah Pak Genta.

Agraven kembali menemui Pak Genta yang sudah menunggunya.

"Segera katakan apa yang terjadi dengan Aza?" tanya Agraven langsung.

"Melihat dari gejala yang dia sebutkan. Dan dilihat dari gerak-gerik prilakunya ... saya menyimpulkan pacar--"

"Calon istri saya," potong Agraven dengan sangat percaya diri.

Pak Genta nampak terkejut, tapi ia segera mengontrol rasa terkejutnya.

"Oke, Nak Raven. Apa boleh tau apa yang dialami calon istrimu selama ini?" tanya Pak Genta.

Agraven menjelaskan segala yang ia tau tentang Aza dengan lugas.

Lagi-lagi Pak Genta nampak sangat terkejut mendengar cerita dari Agraven.

"Saya simpulkan Aza mengalami agoraphobia ...."

"Agoraphobia?" kaget Agraven.

"Agoraphobia, penyebabnya apa?" sambung Agraven bertanya.

"Agoraphobia adalah rasa takut atau cemas berlebihan pada tempat atau situasi yang membuat Aza merasa takut, panik, malu, tidak berdaya, atau merasa tertekan dan terperangkap. Pada umumnya timbul saat seseorang pernah mengalami lebih dari satu kali serangan panik di suatu tempat atau kondisi tertentu. Hal ini menyebabkan penderita takut dan ingin menghindari tempat atau kondisi tersebut."

"Jika Aza mengalami gejala itu, apa yang harus dilakukan?"

"Gejala tersebut akan hilang ketika penderita berhenti memikirkan hal yang ia takutkan."

"Caranya? dan gimana menyembuhkannya?"

"Psikoterapi dan buat Aza merasa aman." Jawaban singkat yang mampu membuat Agraven bingung. Bagaimana Aza akan merasa aman kepadanya? Sedangkan penyebab Aza mengalami agoraphobia adalah dirinya.

"Kita akan melakukan terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT), hal itu untuk membuat Aza mempunyai lebih rasa percaya diri, berani, dan berpikir lebih positif terhadap situasi atau tempat yang ditakutinya."

"Apa ...." Ucapan Agraven menggantung. Pak Genta menukik alisnya menunggu lanjutan Agraven.

"Apa sesoarang yang menyebabkan Aza merasa takut bisa membantu Aza keluar dari ketakutan itu?" tanya Agraven tidak yakin.

Sampai di sini Pak Genta paham. Ia cukup mengenal Agraven. Perlu kalian tau, Agraven adalah salah satu pasiennya sejak Agraven menginjak SMP.

Buatlah Aza merasa aman. Bantu ia keluar dari rasa takut, rasa panik, dan tidak berdayanya Aza. Buat Aza percaya kepadamu."

Agraven terdiam beberapa saat.

"Rasa takut akan selalu ada, walau ia berusaha berani. Jadi bantu Aza keluar dari ketakutan itu." Pak Genta menepuk pundak Agraven. "Ingat, Nak Raven. Dia wanita, hatinya lembut. Jadi ciptakan rasa aman kepadanya," sambung Pak Genta.

"Saya akan membuatnya kembali merasakan kepercayaan pada dirinya sendiri. Menghilangkan rasa takutnya," jawab Agraven.

"Iya, Nak Raven. Oh, iya! Sepertinya sebelum ini gadis itu sudah pernah mengalaminya. Apa dia mempunyai trauma masa lalu?"

Agraven menghela napas. Rasa bersalah kembali menyergap relung hati seorang psikopat tampan satu ini. Ralat, Agraven bukan psikopat. Dia hanya pembunuh. Itu yang sering Agraven katakan.

"Saya tidak tau," jawab Agraven berbohong.

"Lusa kembali lagi ke sini. Psikoterapi pertama."

Agraven mengangguk. Ia berdiri lantas langsung pamit.

Agraven berjalan perlahan menuju mobilnya. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya. Rasanya Agraven ingin melampiaskan semuanya kepada seseorang.

Membunuh contohnya.

"Anggap aja ini bentuk dari tanggung jawab, Agraven Kasalvori! Bukan yang lain!" batin Agraven.

Hei! sejak kapan seorang Agraven merasa ada tanggung jawab? apa ia yakin hanya rasa tanggung jawab? bukan yang lain?

Agraven masuk ke dalam mobilnya. Di sana masih ada Aza yang melamun. Agraven langsung menyadarkan Aza dengan sentuhan di bahu wanitanya.

Benar saja, Aza langsung beringsut mundur. Sampai-sampai kepalanya terjeduk pada pintu mobil Agraven.

Dugh

"Awwshh," ringis Aza.

"Buang rasa takut, rasa hina, rasa panik pada diri kamu, Azananta," ungkap Agraven.

Aza menoleh ke arah Agraven.

"Saya akan bantu kami untuk menghilangkan rasa takut, ketidakpercayaan, kesedihan, pada diri ka--"

"Bagaimana bisa?! Sedangkan yang menyebabkan itu semua adalah kamu, Kak!" potong Aza sambil berteriak.

Agraven terdiam.

"Saya nggak akan bikin kamu takut lagi. Saya nggak akan bikin kamu sedih--"

"Rasa sedih akan selalu ada, walau aku berusaha bahagia," potong Aza lirih. "Karena kebahagiaan Aza sudah direnggut sejak kecil. Papa dan Mama adalah kebahagian Aza. Sedangkan mereka udah pergi hiks ...."

Deg

Tidak ada yang tau isi hati Agraven sekarang. Mendengar perkataan Aza membuat rasa benci dan dendamnya semakin membeludak.

Dengan lembut Agraven menarik Aza ke dalam dekapannya.

"Rasa takut dan sedih itu akan tetap ada dan akan tetap abadi pada diri kamu kalau kamu sendiri yang sengaja memendamnya. Begitu juga dengan benci dan dendam," bisik Agraven di dekat telinga Aza.

"Jangan buat rasa benci dan dendam saya semakin besar, Azananta. Tolong kubur rasa sedih itu." Agraven mengusap rambut Aza dengan lembut.

To be continue....

Spam next!

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!