Nanda Afrilya adalah seorang gadis yang berusia 21 tahun yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Ia terpaksa menikah dengan seorang pria yang tak dikenalnya sebagai bayaran pada orang kaya yang telah memberikan hunian baru pada warga panti karena panti asuhan tempatnya dibesarkan telah digusur.
Ia pikir dengan menikah, ia akan meraih kebahagiaan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Hidupnya yang sejak kecil sudah rumit, malah makin rumit sebab ternyata ia merupakan istri kedua dari laki-laki yang telah menikahinya tersebut.
Lalu bagaimanakah ia menjalani kehidupan rumah tangganya sedangkan ia hanyalah seorang istri yang tak diinginkan?
Mampukah ia bertahan?
Atau ia memilih melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.17 Manusia sombong
Melihat Nanda yang masih bergeming di tempat dengan wajah sendu, Erwin pun memberanikan diri merangkul bahu Nanda agar mau mengikuti langkahnya. Perlahan Nanda menyeret kakinya mengikuti Erwin. Gathan mengerutkan dahinya saat melihat tangan Erwin berada di bahu Nanda.
Setelah melihat Erwin dan Nanda telah naik ke atas, ia pun meminta Freya dan Reza untuk duduk di ruang tamu. Dengan menghentakkan kakinya, Freya pun menuruti permintaan Gathan.
"Sekarang, coba jelaskan semuanya!" seru Reza setelah melihat putrinya telah duduk, begitu pula Gathan.
"Maaf, Fre, pa, ini diluar kuasaku. Bukan aku yang menghendaki pernikahan ini. Aku pun terpaksa." ujarnya pasti.
"Kau pikir aku percaya, hah! Lantas apa alasanmu menerima pernikahan ini? Perjodohan?" Freya terkekeh sinis. "Kalaupun alasannya perjodohan, bukankah kau bisa menolaknya. Apa kau tak jijik dinikahkan dengan perempuan rendah seperti itu!" sinis Freya membuat Gathan menghembuskan nafas kasar.
"Aku tidak bisa menolak, sungguh." ucapnya. "Sebab bila aku menolak, maka ayah akan mencoret namaku dari ahli wari, memecatku dari perusahaan, dan mencabut semua fasilitasku. Apa kau bersedia hidup miskin denganku? Lalu bagaimana aku bisa membiayai pengobatan ayahmu bila semua itu diambil dari tanganku?" tutur Gathan penuh penekanan. Ia harap, Freya dapat mengerti. Semua ini ia lakukan demi dirinya dan ayahnya.
Freya dan Reza membelalakkan matanya saat mendengar penuturan itu. Mereka jadi berpikir ulang, bagaimana bila Gathan benar-benar menolak pernikahan itu, bisa-bisa mereka langsung menjadi gembel.
"Kau tidak berbohong, kan! Atau jangan-jangan ini hanya alasanmu?" tuding Freya yang masih belum bisa percaya pada perkataan Gathan.
Begitupun Reza, semua usahanya akan sia-sia bila semua fasilitas menantunya itu dicabut oleh keluarganya. Ia belum siap menggembel.
"Aku berani bersumpah." tegas Gathan. "Aku harap, kau dapat menerima pernikahan ini. Dia pun sepertinya terpaksa." ujar Gathan berharap Freya dapat menerima keberadaan Nanda.
"Cih ... terpaksa? Aku tak percaya gadis miskin itu terpaksa."
Mendengar desisan itu mata Gathan memicing tajam.
"Kalau kau tak mau menerimanya, tak masalah. Aku bisa mencarikan rumah lain untuknya." ancam Gathan.
"Ya ya ya , baiklah, aku akan menerimanya di sini. Tapi kau harus berjanji satu hal padaku?"
"Apa itu?" tanya Gathan penasaran.
"Jangan pernah tidur di kamar gadis miskin itu!"
"Baiklah." jawab Gathan datar membuat Freya menyeringai puas.
Tentu ia takkan membiarkan Gathan tidur sekamar dengan Nanda. Ia khawatir, Nanda berhasil menaklukkan Gathan walaupun ia yakin Gathan tak semudah itu ditaklukkan. Hatinya terlalu dingin dan beku. Tak mudah dicairkan. Bahkan dirinya saja, walaupun sudah satu tahun bersama, masih belum bisa menaklukkan hatinya. Entah hati Gathan itu terbuat dari apa. Selain itu, Freya juga khawatir Nanda melahirkan pewaris keluarga itu. Tentu hal itu bisa makin mengancam keberadaannya. Posisinya akan semakin kuat dan Freya tak suka itu.
...***...
Erwin telah menuntun Nanda masuk ke salah satu kamar yang ada di lantai 2. Letak kamar itu bersebelahan dengan kamar Gathan dan Freya. Erwin terlebih dahulu menuntun Nanda untuk duduk di sofa kamar itu. Nanda yang sedang sedih hanya menurut saja. Lalu Erwin duduk di samping Nanda sambil meletakkan tas milik Nanda di salah satu sofa.
"Nama kamu Nanda, kan?" tanya Erwin memastikan.
Nanda hanya mengangguk lesu.
"Hei, kamu bisu, hm? Ditanya itu dijawab bukannya cuma gerakin kepala." goda Erwin.
"I-iya, kak. Nama saya, Nanda." sahutnya membuat Erwin terkekeh.
"Nggak perlu bicara formal gitu. Biasa aja kali. Emangnya kamu lagi menghadapi atasan kamu." ujar Erwin gemas seraya mengacak rambut Nanda membuat Nanda terkesiap dan sontak mengangkat wajahnya. Tiba-tiba mata mereka saling bersirobok membuat Erwin sejenak terpaku.
Erwin segera mengalihkan pandangannya, tak ingin terbius netra hitam pekat itu.
"Nanda, kamu nggak perlu takut. Bos Gathan itu aslinya baik kok. Cuma ya gitu, orangnya nggak banyak bicara. Terlalu kaku dan dingin. Justru karena terlalu baik, dia sering dimanfaatkan orang lain. Yang penting kamu baik-baikin aja si bos. Siapa tau kamu berhasil menaklukkan hatinya. " tukas Erwin memberikan nasihat pada Nanda.
"Beneran kak? Kakak nggak bohong kan?" tanya Nanda memastikan.
Erwin mengangguk pasti seraya tersenyum lebar senang melihat ekspresi Nanda yang polos dan menggemaskan.
"Tapi ngomong-ngomong, nama kakak siapa kalau boleh tau?" tanya Nanda dengan kelopak mata bergerak-gerak hingga membuat Erwin makin geregetan.
"Mau tau aja apa mau tau banget?" goda Erwin membuat Nanda mengerucutkan bibirnya.
"Ish kakak ih, orang serius juga. Masa' kakak tau nama Nanda tapi Nanda nggak tau nama kakak kan nggak adil itu namanya." tukas Nanda yang kini mulai ceria kembali membuat Erwin terkekeh.
"Kakak akan kasi tau nama kakak, tapi ada syaratnya!" ujar Erwin sambil memainkan alisnya.
Nanda mengerutkan keningnya penasaran akan syarat dari Erwin.
"Syaratnya apa?"
"Syaratnya traktir kakak makan bakso bang Toyib. Nggak mahal kok, yang super cuma 25 ribu seporsinya." ucap Erwin menyeringai.
"Yah, bukannya Nanda nggak mau kak, tapi Nanda belum gajian jadi Nanda belum punya uang. Sisa uang Nanda kemarin udah Nanda kasiin ke bunda Rieke untuk saku anak-anak soalnya." ujar Nanda jujur dengan bibir melengkung ke bawah.
Melihat ekspresi sendu Nanda, Erwin justru terkekeh lalu mengacak rambutnya gemas.
"Ish, kenapa sih cowok-cowok doyan banget ngacak rambut kan jadi berantakan." cebok Nanda membuat Erwin membulatkan matanya.
"Emang siapa lagi yang suka ngacak rambut kamu selain kakak?" tanya Erwin penasaran.
"Kak Alfi ... dia juga gitu, kalau lagi ngobrol terus ketawa, mulai deh ngacak rambut Nanda. Dipikirkan rambut Nanda ini mainan." geram Nanda.
Mendengar penuturan Nanda, Erwin jadi memikirkan sesuatu, 'Jangan-jangan ... !'
"Hmm ... ya udah, kalau kamu belum bisa traktir, gimana kalau kakak yang traktir kamu?" tawar Erwin membuat alis Nanda mengerut.
"Kok malah Nanda yang ditraktir? Oh, Nanda tau, pasti maksudnya kakak mau hutangin Nanda ya? Nggak deh kak, Nanda nggak mau berhutang entar Nanda nggak bisa bayar kan kacau. Kata guru ngaji Nanda dulu hutang itu dibawa mati. Sampai ke akhirat masih ditagih. Mending entar aja ya kak, tunggu Nanda gajian aja. Nggak lama lagi kok. Seminggu lagi. Kalau kakak belum mau kasi tau nama kakak nggak papa, bisa nanti aja sekalian sesudah Nanda gajian." cerocos Nanda membuat Erwin melongo lalu ia tertawa hingga terbahak-bahak. Ternyata Nanda menang gadis polos, lugu, dan menggemaskan. Erwin yakin, Nanda pasti bisa meleleh sikap dan sifat Gathan.
Sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Freya masuk ke dalam kamar Nanda lalu ia tersenyum sinis.
"Loe itu cocoknya emang sama sopir kayak Erwin, tau nggak, sama-sama jongos." hina Freya membuat Nanda menunduk dalam. Ia pun sadar diri, tapi ini kan bukan keinginannya.
Mendengar penghinaan Freya, tangan Erwin mengepal. 'Dasar manusia sombong.' geramnya dalam hati.
...***...
...Happy reading...