Arga, seorang remaja yang lahir dari darah daging ayahnya sendiri, tumbuh di rumah besar yang justru terasa asing baginya. Kehangatan keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung berubah menjadi penjara dingin — penuh tatapan acuh, hinaan, dan kesepian.
Ayah yang dulu ia panggil pelindung kini tak lagi memandangnya. Cinta dan perhatian telah dialihkan pada istri baru dan anak-anak tiri yang selalu dipuja. Sementara Arga, anak kandungnya sendiri, hanya menjadi bayangan yang disuruh, diperintah, dan dilukai tanpa belas kasihan.
Namun di balik luka dan penghinaan yang menumpuk, Arga menyimpan api kecil dalam hatinya — tekad untuk bertahan, dan bangkit dri penderitaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Di Balik Dinding Kaca
Pukul 10 malam. Laila Diandra berdiri di tengah penthouse barunya. Unit mewah itu didominasi warna putih, abu-abu, dan jendela setinggi langit-langit yang menawarkan pemandangan seluruh kota. Di dinding, terpampang lukisan abstrak yang mahal. Semua perabotan baru, minimalis, dan sangat Tuan Alpha.
Laila merasa seperti berada di museum yang terlalu sempurna. Dan yang paling mengganggunya: Dinding pemisah antara unitnya dan unit Arga hanyalah dinding kaca tebal dengan tirai otomatis yang kini tertutup rapat.
Tiba-tiba, pintu utama unitnya terbuka. Arga masuk membawa dua koper high-end milik Laila, yang entah bagaimana berhasil ia ambil dari apartemen lama Laila.
"Koper Anda," kata Arga, meletakkannya di lantai. "Saya sudah memasang protokol keamanan Level 5 di unit ini. Anda aman dari serangan siber dan fisik."
"Tentu saja," balas Laila, menyilangkan tangan. "Anda harus memastikan aset Anda aman."
"Tepat," kata Arga, tidak terpengaruh. Ia mengeluarkan tablet kecil dan meletakkannya di meja. "Ini adalah Kontrak Tinggal Bersama yang harus Anda tanda tangani. Secara teknis dan emosional."
Laila terkejut. "Kontrak? Kau gila! Ini hanya sandiwara, Arga!"
"Sandiwara yang harus kita jalani 24 jam sehari, Laila. Jika kita gagal, kita berdua masuk penjara. Baca dan tanda tangani," perintah Arga.
Laila mengambil tablet itu. Di sana terpampang 10 poin peraturan yang disusun Arga.
📝 Kontrak Tinggal Bersama (Ekstrak)
Zona Profesional: Semua komunikasi di luar unit ini (public) harus menggunakan panggilan 'Tuan Alpha' dan 'Nona Diandra'.
Zona Asmara: Di depan keluarga, rekan kerja, dan media (private events), kami adalah sepasang fiancé yang sangat mesra dan protective.
Zona Pribadi (THE WALL): Tirai kaca di antara unit kami harus selalu tertutup kecuali dalam keadaan darurat atau jika kita sedang berkoordinasi teknis. Tidak ada intrusi tanpa izin.
Akses Data: Akses ke sistem Nusantara hanya melalui server unit Anda. Saya membutuhkan akses backup ke sana.
Peraturan Waktu: Pertemuan rahasia hanya boleh dilakukan di dapur unit Anda (dianggap sebagai ruang paling non-formal dan safe zone) setelah jam 10 malam.
Sentuhan (WAJIB): Untuk menjaga kredibilitas, sentuhan fisik yang menunjukkan kemesraan (memegang tangan, bersandar, ciuman di dahi) adalah wajib di depan umum.
"Sentuhan wajib?" Laila mendesah. "Kau membuatku seperti robot."
"Saya membuat Anda selamat dari penjara dan skandal," balas Arga. "Juga, ada satu aturan lisan yang tidak saya tulis di sana."
Arga mendekat lagi, menatap Laila dengan intens. Ini bukan Tuan Alpha, ini Arga yang mengontrol.
"Aturan tidak tertulis: Jangan pernah mencoba melewati batas emosional saya, Laila. Di sini, kita adalah mitra bisnis. Jangan biarkan chemistry sandiwara itu memengaruhi tujuan kita yang sebenarnya."
"Dan bagaimana denganmu?" tantang Laila. "Bisakah kau menahan diri dari melewati batas emosionalku, Arga? Kau yang memaksaku ke sini."
Arga tersenyum dingin. "Saya adalah master pengendalian diri, Nona Diandra. Saya sudah berhasil melawan Ayah saya. Melawan chemistry hanyalah bug kecil."
Laila terpaksa menandatangani kontrak itu. Arga segera pergi ke unitnya, meninggalkan Laila sendirian dalam sangkar emas yang terlalu dingin.
Laila melepaskan gaunnya, menggantinya dengan piyama sutra. Ia berjalan ke dapur. Ia melihat kulkas yang sudah terisi penuh—semuanya makanan sehat dan organic, yang Arga tahu Laila sukai. Seketika, rasa dinginnya sedikit melunak. Dia memperhatikan detail.
Ia duduk di meja marmer dapur, mencoba menganalisis desain Nusantara lagi. Tiba-tiba, ia mendengar suara samar dari balik dinding kaca yang tertutup tirai. Suara tuts keyboard yang sangat cepat dan khas—Arga sedang bekerja.
Laila mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus melayang. Di balik dinding itu, Arga sedang bekerja, tepat di sebelahnya. Perasaan ini aneh; ia tidak sendirian, tetapi terisolasi.
Tiba-tiba, ponsel Laila bergetar.
Pesan dari [Tuan Alpha]: Laila. Lampu dapur Anda terlalu terang. Ganti ke mode redup. Ini memengaruhi sistem keamanan visual di unit saya.
Laila mendesah. Ia meraba saklar lampu, mengubahnya menjadi cahaya redup kekuningan.
Pesan dari [Tuan Alpha]: Lebih baik. Sekarang, kirimkan log keamanan Nusantara. Saya sudah selesai menganalisis CAD Anda. Kita punya masalah baru.
Laila mengirimkan log itu. Meskipun secara teknis terpisah, mereka kini benar-benar terintegrasi.
Pukul 12 malam. Laila sedang membuat teh. Ia berjalan ke jendela. Tirai otomatis di dinding kaca tiba-tiba terbuka.
Laila terkejut. Arga berdiri di sisi lain, di dapur unitnya. Arga mengenakan t-shirt dan celana training—tampilan engineer yang kasual dan nyata. Ia sedang minum air putih.
Wajahnya lelah, tetapi matanya bersinar karena fokus.
"Ada apa? Kau melanggar aturan #3," tanya Laila, suaranya pelan.
"Saya melanggar aturan karena saya menemukan sesuatu yang penting," kata Arga, melalui kaca. "Saya tidak mau mengirim file berisiko melalui jaringan. Kita perlu bertemu di safe zone."
Arga berjalan ke pintu penghubung antara dapur mereka (yang biasanya terkunci), membukanya dengan kode keamanan.
Mereka bertemu di tengah ambang pintu dapur. Ruangan yang disepakati sebagai Zona Aman (Safe Zone).
"Saya menganalisis CAD Nusantara Anda," kata Arga, menunjukkan hologram dari tablet-nya. "Vino tidak hanya menanam bom fisik di sensor lingkungan. Dia juga mengubah spesifikasi Fondasi Utama Central Data Tower."
Laila meraih tablet itu, wajahnya pucat. "Apa?! Itu gedung tertinggi di Nusantara! Mengubah fondasi? Itu bisa runtuh!"
"Tidak langsung runtuh," jelas Arga. "Vino mengganti campuran beton kritis dengan polymer murah. Fondasi akan retak perlahan, tetapi dalam 5-10 tahun, menara itu akan menjadi time bomb struktural. Ini adalah balas dendam Rendra yang sesungguhnya: Menghancurkan Proyek Nusantara di masa depan, bukan sekarang."
Laila merasa kakinya lemas. Ia duduk di kursi dapur. "Mereka merusak karyaku lagi. Mereka tahu aku akan menderita melihatnya hancur perlahan."
Arga duduk di depannya. Ia melihat keputusasaan di mata Laila. Ia melanggar aturan tidak tertulisnya. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh punggung tangan Laila.
"Jangan runtuh, Laila. Saya di sini," kata Arga, suaranya melembut, tanpa ada nada Tuan Alpha. "Kita akan memperbaikinya. Ini adalah data. Data bisa diubah. Beton tidak bisa, tapi kita punya waktu."
Laila merasakan kehangatan sentuhan Arga. Sentuhan itu tidak didominasi oleh chemistry romantis yang menipu, tetapi oleh chemistry keterikatan emosional sejati dari dua orang yang berjuang untuk satu tujuan.
Mereka menghabiskan dua jam di safe zone, membahas modifikasi desain dan cara terbaik untuk mengganti fondasi tanpa menimbulkan kecurigaan.
"Kita perlu access code lama Vino untuk membeli material yang tepat secara rahasia. Dia pasti menyembunyikannya," kata Arga.
"Aku tahu di mana Vino menyimpan semua password dan access code lamanya," kata Laila. "Dia menyimpan laptop lama di rumah Rendra. Di ruang kerjanya. Aku pernah melihatnya."
"Maka kita harus mengambilnya," Arga memutuskan. "Tapi kita harus melakukannya di bawah kedok kunjungan pertunangan."
"Mengunjungi Ayahmu? Aku akan muntah," Laila bergidik.
"Sandiwara harus sempurna. Kita tunjukkan pada dunia, fiancé Tuan Alpha datang untuk memberkati Rendra yang sedang terpuruk. Kita akan mendapatkan laptop itu, dan kita akan menyelamatkan Nusantara."
Saat mereka berdiri, Arga tiba-tiba menyadari betapa intimnya suasana itu. Dapur, cahaya redup, piyama sutra Laila, t-shirt kasualnya. Keintiman yang sangat dilarang oleh kontrak yang ia buat sendiri.
Arga segera menarik tangannya dari meja, kembali ke sikap dingin.
"Baiklah, Nona Diandra. Rapat selesai," kata Arga, kembali ke nada Tuan Alpha. "Besok pagi, kita akan berlatih kunjungan pertunangan kita. Ingat aturan #2: Mesra dan Protective."
Arga berjalan cepat ke pintu penghubung, melewati dinding kaca, dan menutupnya. Tirai otomatis segera menutup, memutus pandangan.
Laila duduk sendirian, memegang tempat yang disentuh Arga. Jantungnya berdebar kencang. Ia melihat ke dinding kaca yang tertutup tirai. Di baliknya, Arga sedang bekerja, dan Laila tahu Arga kini adalah satu-satunya orang yang memegang kendali atas emosi dan nasibnya.
Kontrak tinggal bersama ini akan membunuhku.
Dihina, disakiti, diabaikan — hingga akhirnya ia memilih pergi, membawa luka yang berubah jadi kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, dunia berbalik.
Anak yang dulu diremehkan, kini berdiri di atas cahaya keberhasilannya.
mari masuk ke dunia Tuan alfa