NovelToon NovelToon
Hidupku Seperti Dongeng

Hidupku Seperti Dongeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.

Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."

Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.

Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.

Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.

Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Hidupku Seperti Dongeng

"Tuan, ini."

Salah satu Asisten Rumah Tangga segera memberikan sebuah kotak P3K kepada Naru. Dengan tangan yang cekatan namun hati yang bergetar, Naru membersihkan luka itu dan mengolesinya dengan betadine.

Tangan Nuha tampak gemetaran, menahan perih yang terasa menusuk. "Kenapa kamu menahannya sih," kata Naru.

Setelah selesai, Naru menutup luka itu dengan perban dan perekat luka. Dia menatap wajah gadis yang tertunduk itu dengan tatapan penuh kesedihan. "Sampai kapan?" batinnya.

Kemudian, dia memanggil nama gadis itu dengan lembut, "Nuha."

Ketika mata Nuha perlahan terbuka, Naru memberikan ciuman di bibir dengan penuh perasaan. Ciuman itu begitu mendalam hingga kepala Nuha terangkat naik. Para Asisten dan Ajudannya menjadi saksi atas ciuman pertama mereka yang sarat akan emosi yang menyentuh.

Nuha kembali memejamkan mata, merasakan gelombang energi yang mengisi hatinya yang selama ini penuh dengan kesedihan. Hatinya yang sesak perlahan mengembang, seperti bunga yang mekar sempurna. Nuha merasa bahagia, kebahagiaan yang begitu sederhana namun sangat mendalam.

Di dalam hati Naru, dia merasakan perasaannya bisa tersampaikan dengan jelas. Setelah ciuman itu, dia berharap bisa mengungkapkan segalanya kepada Nuha.

Namun tiba-tiba, seperti kilatan listrik yang tak terlihat, rasa sakit yang tajam langsung menembus hati Naru dari depan hingga ke belakang. Naru melepas ciumannya dan jatuh pingsan.

Kejadian itu membuat para Asisten dan Ajudan menjadi panik. Nuha yang melihat Naru terjatuh langsung merasa hancur. "Naru... Naru..." panggilnya dengan suara penuh kepedihan.

"Naru... Naru..." panggilnya terus, mencoba membangunkannya.

"Tenanglah, Nona. Kami akan membantu Tuan Naru," kata Ajudan sambil membaringkan tubuh Naru di sofa.

Nuha kembali terdiam, menunduk dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Dia begitu fokus melihat keadaan Naru yang tiba-tiba jatuh pingsan. Kesedihan yang begitu dalam menyelimuti hatinya. "Maafkan aku, Naru." Tangisnya.

Para Asisten dan Ajudan Naru bingung, tak tahu harus berbuat apa. Melihat Nuha bersimpuh dan menangis, mereka merasa iba dan ikut merasakan kesedihan yang sama.

"Mungkin, sebaiknya kita tinggalkan mereka berdua," ucap salah satu Asisten.

"Ya, kita percayakan saja Tuan Naru kepada gadis itu," balas Ajudan, dengan nada berat hati.

Malam terus berlanjut, bulan di langit petang bergerak perlahan. Nuha tidak sedikit pun melepaskan genggaman tangannya dari pemuda Cinderellanya. Kesedihan yang mendalam membuatnya tertidur di samping Naru.

Naru merasakan kehangatan di telapak tangannya. Kehangatan itu, dia berjanji tidak akan menggantinya dengan yang lain. Perlahan, dia membuka matanya dan melihat Nuha yang tertidur menunggunya. Senyum tulus terlukis di bibirnya yang tipis. "Nuha, kalau kamu tidur di situ kamu akan sakit," ucapnya sambil mulai bangkit dari tubuhnya yang terbaring.

Nuha terbangun, masih setengah sadar. "Naru..." sahutnya dengan wajah bangun tidurnya.

Naru merasa bahagia melihat gadis itu. Dia mendekat dan memberikan ciuman yang kedua, kali ini lebih lembut dan penuh cinta. Nuha mengerjapkan matanya, kantuknya langsung hilang seketika.

"Na--, apa yang kamu lakukan?!" Nuha menarik mundur kepalanya dan segera menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Aku senang bisa melihat ekspresimu, Nuha," kata Naru tanpa rasa bersalah.

"Ma-maksudnya apa?" tanya Nuha dengan suara bergetar, matanya beralih ke kiri.

"Nuha, aku gak suka kamu memakai pakaian itu. Bagian terpentingmu jadi terlihat jelas," kata Naru dengan cemberut. Malah mengalihkan pembicaraan.

"A-apa yang kamu lihat?!" Seketika Nuha melayangkan dahinya ke dahi Naru. Mereka berdua merasa kesakitan di dahi masing-masing.

Naru hanya mengelus dahinya, dan merasa bersalah. Sementara Nuha terus mengeluh kesakitan, "Aduh, sakit... au, sakit sakit sakit. Sakit sekali."

Melihat tingkah Nuha, Naru ingin kembali menciumnya. Tapi, Nuha segera membungkam mulut Naru sampai mereka berdua jatuh terbaring.

"Kamu ini kenapa?! Kenapa jadi suka menciumku, hah?!" kata Nuha.

"Nuha, apa kamu tidak menyadari sesuatu?"

"Menyadari apa?"

"Kamu menjadi aktif dan terlihat sangat ekspresif sekali."

"Apa maksudmu?"

"Aku jadi ingin menciummu lagi, untuk memastikannya." Sahut Naru dengan memberikan ekspresi seperti kucing.

"Na- Naruuu!!" Nuha langsung menghujani tubuhnya dengan tamparan kedua tangannya. Begitu cepat sampai Naru kewalahan.

"Iya, iya, iya, maaf. Maaf," kata Naru. "Aku sudah bangun kok, mungkin tadi aku merasa masih mimpi. Maaf ya, Nuha."

"Hemph!!"

Naru melihat perubahan sikap Nuha yang sekarang tampak lebih alami dan normal. "Seperti inikah dirinya yang sebenarnya? Tapi, aku merasa baik-baik saja dan hatiku tidak merasakan sakit," batinnya.

Nuha berkata, "Kalau seperti ini, aku jadi ingin menyakiti hatimu, Naru, supaya kapok. Berani banget godain aku. Kalau kak Muha tau, kamu bakalan habis sama dia."

"Jahat bener kamu," cibir Naru.

"Eh, tunggu dulu." Nuha mulai benar-benar sadar. "Kamu, beneran gak sakit, kan? Hatimu, baik-baik saja saat aku bicara kepadamu?"

Naru mengangguk.

"Beneran?" tanya Nuha memastikan kembali.

Naru mengangguk lagi dengan yakin.

"Syu- syukurlaaahhh..." Nuha bisa menarik napas lega, senyumnya mengembang dengan sangat indah. Naru ikut merasa senang karena dia bisa kembali melihat senyuman itu dari gadis SMP yang telah membuatnya jatuh cinta.

"Nuha, aku akan selalu menjagamu. Aku ingin selalu menjagamu," ucap Naru.

"Menjaga... ku?" tanya Nuha dengan kepala miring.

Naru ingin melanjutkan perkataannya, mengungkapkan perasaannya, tapi dia mengurungkannya. Dia lebih ingin membiarkan waktu berjalan apa adanya sampai dia menemukan momen yang tepat untuk menyatakan perasaannya.

"Nuha, sebaiknya kamu ganti baju. Aku gak suka kamu pakai baju itu," kata Naru dengan cemberut lagi. Dia langsung menggandeng tangan Nuha dan membawanya ke kamarnya.

Sesampainya di kamar, Naru berkata, “Nuha, jangan takut ya masuk ke kamar aku.”

“Memangnya kenapa? Apa kamarmu ada hantunya?” Nuha jadi sedikit bergidik ngeri, menelan ludah sekali.

“Iya bukan hantu sih, tapi...” Naru berpikir sejenak, pipinya merona. Namun, seketika dia menghapus godaan itu. “Ah, sudahlah. Duduklah, aku akan mengambilkanmu sepasang pakaian yang cocok.” Nadanya berubah menjadi tegas.

“Kenapa dia?” Nuha jadi bingung.

Nuha terpana melihat kamar Naru yang begitu luas tapi minimalis. Tidak banyak barang di dalamnya. Hanya ada tempat tidur, meja belajar, dan buku-buku yang tertata rapi di rak dinding. Nuha terhanyut dalam pikirannya sendiri.

Dia merasakan kesepian yang dalam di kamar tersebut. Kesedihan dan kehampaan yang terasa begitu nyata. Alam bawah sadarnya mulai menuntun pada sebuah bayangan.

Seorang anak kecil duduk terdiam, menatap dinding kaca. Wajahnya tidak terlihat, tetapi air matanya menyala karena terpantul cahaya dari luar. “Dia menangis?” batinnya.

Anak kecil itu memeluk sebuah album erat-erat. Dari balik dinding kaca, Nuha melihat adegan kecelakaan yang langsung menggetarkan hatinya. Suara dentuman dan ledakan terasa begitu nyata di telinganya. “HAH!!” Nuha langsung tersadar.

Nuha merasakan kesedihan itu seolah menjadi miliknya sendiri. Hatinya terasa hampa, sepi, dan dingin. Dia melihat bayangan anak kecil itu sebagai cerminan dari Naru, yang mungkin selama ini menyimpan kesedihan mendalam yang tak pernah dia ungkapkan.

Naru kembali dengan pakaian di tangannya. Melihat Nuha yang terdiam, dia mendekat. “Nuha, kamu kenapa?” tanyanya, nada suaranya penuh kekhawatiran.

Nuha tersentak dari lamunannya. “Naru, kenapa kamarmu terasa begitu sepi?”

1
Tara
we can not 😂predict the future..buat we can always try 🤔🫢
Tara
pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔
Miu Nurhuda: Gimana kak menurutmu sifat Nuha itu?
total 1 replies
Miu Nurhuda
hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍
Tara
smoga happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!