Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Sebuah Keputusan
"Hah?" Rhea bingung mendengar pertanyaan Ustad Jaki padanya.
Pasalnya Rhea tidak ada janji dengan Ustad Jaki untuk diantarkan pulang olehnya.
Ustad Fariz memandang tajam Rhea dan Ustad Jaki bergantian. Sungguh rasa cemburu sudah merajai hati dan pikirannya. Tangan Ustad Fariz mengepal keduanya.
Namun kejahilan Ustad Jaki segera berhenti karena Umi Sarifah mendatangi mereka dan mengajak Rhea untuk pergi ke suatu tempat.
Rhea bersyukur karena Umi Sarifah datang di saat yang tepat. Dia tahu jika Ustad Fariz sangat marah saat mendengar pertanyaan Ustad Jaki yang seolah-olah mereka sudah punya janji untuk mengantar Rhea pulang.
"Ustad tidak keberatan kan jika aku mengantar Rhea pulang?" tanya Ustad Jaki ketika Rhea dan Umi Sarifah sudah meninggalkan mereka berdua.
Ustad Fariz menghembuskan nafas panjang dan beristighfar.
"Ustad, apa maksud ini semua? Kenapa acara ini tidak melibatkan ku dalam semuanya? Dan sejak kapan Ustad begitu dekat dengan Rhea?" Ustad Fariz tidak bisa lagi menahan semua keingin tahuannya.
"Untuk melindungi Rhea dari seseorang dan untuk menyadarkan seseorang akan betapa berartinya orang itu untuknya," jawab Ustad Jaki dengan senyum manisnya yang membuat Ustad Fariz semakin kesal.
Umi mengajak Rhea untuk ke danau yang merupakan tempat favorit Rhea di pondok ini. Umi menceritakan pada Rhea tentang kisah cintanya dan perjalanan hidupnya bersama Kyai Farhan. Rhea mengerti maksud Umi Sarifah menceritakan semua itu padanya.
"Umi gak maksa Nduk. Umi hanya berharap kamu bisa memikirkan semuanya dengan tenang. Ikutilah kata hatimu dan juga mintalah petunjuk dari Allah," Umi Sarifah menasehati Rhea seperti anaknya sendiri.
Rhea mengangguk dan memeluk Umi Sarifah.
"Terima kasih Umi udah nasehati Rhea. Sekarang Rhea merasa lebih baik dan berasa Umi adalah Ibu Rhea disini," Rhea tersenyum manis.
"Umi senang kalau Rhea benar-benar mau jadi anaknya Umi," Umi Sarifah pun tersenyum pada Rhea dan mencubit gemas hidung Rhea.
Setelah mereka bertukar cerita, mereka meninggalkan danau karena hari sudah sore, dan itu berarti saatnya Rhea akan pulang.
"Rhea katanya mau nginap disini? Kapan?" tanya Umi Sarifah ketika Rhea berpamitan padanya.
"Belum tau Umi," Rhea tersenyum manis meskipun hatinya berkata tidak mau.
"Jangan-jangan Rhea gak mau ya nginap di rumahnya Umi?" tanya Umi Sarifah yang terasa menyindir di telinga Rhea.
Apa ini? Kenapa Umi tau kata hati ku? batin Rhea.
"Bukan begitu Umi, Rhea mau bahkan Rhea sangat ingin sekali tinggal dengan Umi agar Rhea bisa belajar banyak hal tentang agama Islam dari Umi," Rhea menjelaskan karena merasa tidak enak pada Umi Sarifah.
Memang benar sejak berkenalan dengan Umi Sarifah, Rhea ingin sekali belajar banyak tentang agama islam dari Umi Sarifah, namun karena labrakan Mirna padanya yang berkali-kali itu, membuat Rhea menjadi takut untuk dekat dengan mereka.
"Kalau begitu Umi tunggu ya kapanpun kamu bisa datanglah ke rumah Umi. Pintu rumah Umi selalu terbuka untukmu," ucap Umi Sarifah.
"Iya Umi, Rhea akan siapkan dulu semua kebutuhan Rhea, karena jujur saja Rhea hanya memakai gamis jika kesini saja," ungkap Rhea.
"Gapapa Nduk, kan kamu udah ada niatan untuk berhijab, jadi mulai biasakan dari sekarang ya," tutur Umi Sarifah pada Rhea.
"Iya Umi, ini lagi diusahakan. Hehehe...," jawab Rhea.
Tampak Ustad Fariz dan Ustad Jaki berjalan ke arah mereka. Rhea bergegas pamit pada Umi Sarifah untuk pulang. Tidak bisa dipungkiri, sekuat apapun Rhea menguatkan dirinya untuk bisa bertemu dengan Ustad Fariz, nyatanya dia masih saja gugup karena takut rasanya tidak mau hilang dan akhirnya dilabrak kembali oleh Mirna. Dan yang paling ditakutkan oleh Rhea adalah predikat pelakor yang mungkin akan melekat pada dirinya jika dia tidak menjauhi Ustad Fariz.
Kelihatan sekali jika Rhea menghindari Ustad Fariz seharian ini. Dia akan selalu mencari cara agar tidak berdekatan dengan dengan Ustad Fariz.
Rhea masuk ke dalam mobilnya yang sudah ada Pak Sardi di dalamnya. Dia terengah-engah karena berjalan dengan cepat menuju ke dalam mobil. Entah apa nantinya yang akan mereka pikirkan Rhea tidak mempedulikannya untuk saat ini. Baginya sekarang yang terpenting adalah hati, pikiran dan jantungnya. Dia ingin perasaannya kembali normal sehingga bisa menerima bahwa Ustad Fariz dan dia tidak mungkin bersatu. Mendengar kata tidak bisa bersatu dalam pikirannya, air mata Rhea menetes. Sebegitu sakitnya kah hatinya hingga reflek menjatuhkan air matanya tanpa sadar.
Pak Sardi memperhatikan tingkah anak majikannya ini dari kaca spion tengah. Pak Sardi pun sudah tahu semua kisah tentang Ustad Fariz dan Rhea dari istrinya yaitu Bik Darmi dan orang tua Rhea. Pak Sardi sangat iba melihat anak majikannya ini menderita. Ingin sekali dia menyatukan dua insan yang saling mencintai tersebut, namun dia bukan Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia. Pak Sardi hanya bisa menjaga anak majikannya itu agar tidak kembali mengalami sakit hati atau kegagalan cintanya lagi.
Ustad Fariz merasa heran melihat Rhea berjalan cepat masuk ke dalam mobilnya.
"Kayaknya ada yang menghindar nih," sindir Ustad Jaki pada Ustad Fariz.
Ustad Fariz seolah tidak mendengar sindiran dari Ustad Jaki, dia hanya menatap mobil Rhea yang keluar dari halaman Pondok Pesantren Al-Mukmin.
"Le, apa Umi bisa bicara sebentar?" tanya Umi Sarifah pada Ustad Fariz.
Ustad Fariz menoleh pada Umi dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Umi Sarifah.
Ustad Fariz duduk di depan Umi Sarifah. Dan Ustad Jaki duduk di samping Ustad Fariz.
"Loh ngapain kamu ikut kesini?" Ustad Fariz heran mendapati Ustad Jaki duduk di sebelahnya.
"Ya pengen tau lah apa yang diomongin," jawab Ustad Jaki enteng.
"Ck bilang aja kalau pengen nikung," Ustad Fariz mencebik kesal.
"Oiya dong jelas... daripada didapetin orang lain kan mending buat aku aja," Ustad Jaki semakin gencar menggoda Ustad Fariz dengan menaik turunkan alisnya.
"Udah... udah... ini kapan selesainya kalau kalian masih berdebat gini ini?" Umi Sarifah menengahi perdebatan mereka.
"Maaf Umi," ucap Ustad Fariz.
"Ya udah, monggo Umi sekarang yang ngomong," ucap Ustad Jaki.
"Dasar anak nakal. Udah kamu diam aja gak usah komentar," Umi Sarifah menggelengkan kepalanya, heran dengan keponakannya yang udah dewasa ini tapi tingkahnya masih seperti bocah.
"Le, gimana udah ada petunjuk?" tanya Umi Sarifah pada Ustad Fariz.
Ustad Fariz mengangguk dan berkata, "Masih sama Umi seperti yang kemarin-kemarin."
"Kamu tau kan Le itu tandanya apa?" tanya Umi Sarifah.
Lagi-lagi Ustad Fariz mengangguk, kemudian dia menundukkan kepalanya.
"Fariz tau Umi, cuma belum yakin pada diri sendiri. Fariz takut jika tidak bisa berlaku adil pada mereka, dan yang sangat Fariz takuti yaitu jika Rhea tidak akan bahagia bersamaku, dan juga Fariz takut Rhea disakiti oleh Mirna."
"Le, boleh Umi mengatakan mimpi Umi?" Umi ingin memberitahu Ustad Fariz tentang mimpinya.
"Mimpi apa Umi?" tanya Ustad Fariz yang kini kepalanya sudah mendongak menatap Umi Sarifah.
"Sebenarnya Umi sudah lama sekali bermimpi, sebelum kamu bertemu kembali dengan Rhea. Umi bermimpi ada seorang wanita cantik menggendong seorang bayi, dia tersenyum bahagia bersamamu, kemudian bayi itu kamu gendong dan kalian sangat bahagia tertawa bersama. Setelah itu Umi mencoba menggendong bayi itu lumayan lama, Umi sangat senang sekali, tapi Umi mengembalikan bayi itu lagi pada kalian," Umi Sarifah menceritakan mimpinya.
"Apa wanita itu Rhea Umi?" tanya Ustad Fariz dengan mata berbinar.
Umi Sarifah tersenyum kemudian dia mengangguk membenarkan.
"Waktu itu Umi tidak tahu siapa wanita itu, tapi setelah bertemu dengan Rhea, Umi jadi yakin jika wanita itu adalah Rhea. Masih teringat jelas di pikiran Umi wajah cantik wanita yang tersenyum itu."
"Subhanallah...," Ustad Fariz menghembuskan nafas lega dengan binar bahagia menghiasi wajahnya.
"Yaaaa Umi... kenapa gak Jaki aja sih yang di mimpi Umi, biar bisa sama Rhea gitu. Hehehe...," Ustad Jaki menggoda Ustad Fariz kembali.
"Kamu itu Le sukanya bikin Ustad Fariz cemburu," Umi Sarifah menggelengkan kepalanya.
Lagi-lagi Mirna datang di saat yang tidak tepat. Dia sedari tadi mendengarkan obrolan mereka bertiga yang membuat hatinya takut. Dia takut akan diceraikan oleh suaminya, matanya terpejam dan lututnya bergetar serasa tidak bisa lagi menahan berat tubuhnya.
Niat hati Mirna mendatangi suaminya di rumah Umi Sarifah karena dia akhir-akhir ini selalu menempel pada suaminya, dia tidak mau memberi kesempatan suaminya untuk bertemu Rhea. Mirna masuk lewat pintu dapur belakang seperti biasanya, namun ketika dia hendak berjalan ke ruang tengah, dia malah mendengar semua obrolan mereka bertiga.
Mirna berjalan sekuat tenaga untuk kembali ke rumahnya. Dia bingung bercampur takut bertemu dengan suaminya. Mirna kembali memutar otaknya mencari cara agar dia tidak diceraikan.
Sebelum adzan ashar berkumandang, Ustad Fariz kembali ke rumah untuk mandi dan berganti baju sebelum ke Masjid untuk menjadi imam shalat ashar. Setibanya di rumah dia tak mendapati istrinya. Ustad Fariz sudah mencari di seluruh ruangan, namun tidak ada sosok Mirna di manapun.
Ustad Fariz merasa heran karena dia tidak mendapatkan pesan atau telepon dari istrinya yang meminta ijin pergi padanya. Ustad Fariz menghubungi Mirna dan menanyakan keberadaannya. Mirna tidak menjawab detail keberadaannya di mana. Hanya saja dia mengatakan jika sekarang berada di luar rumah dan akan segera pulang ke rumah.
Telepon diputuskan sepihak oleh Mirna. Ustad Fariz mendengus kesal dengan sikap istrinya itu, selalu saja bersikap seenaknya sendiri tanpa menghormatinya. Segeralah dia keluar dari rumah menuju Masjid pondok karena adzan sudah berkumandang.
Di ruang tamu rumah Rhea kini terdapat seorang tamu yang sama sekali tidak dikehendaki untuk datang ke rumah itu. Mirna sekarang sedang menemui Rhea di rumahnya. Dia memperingatkan Rhea agar tidak mengganggu suaminya.
Rhea yang ditemani Bik Darmi merasa geram. Tadi sewaktu Pak Sardi mengatakan pada Bik Darmi dan Rhea bahwa Mirna datang meminta bertemu dengan Rhea. Bik Darmi bersikukuh untuk ikut menemuinya.
Pak Sardi yang mengetahui kekhawatiran istrinya itu berpikir untuk mendapatkan bukti jika nantinya memang ada perbuatan Mirna yang tidak menyenangkan pada Rhea. Akhirnya Pak Sardi meletakkan ponselnya dan mengaturnya sedemikian rupa agar tidak kelihatan orang lain dan mengatur posisi kameranya agar pas, kemudian Pak Sardi menekan tombol on pada rekaman video sebelum dia mempersilahkan Mirna masuk kedalam ruang tamu.
Sesuai dugaan Bik Darmi dan Pak Sardi, Mirna kembali melabrak dan mengancam Rhea agar tidak mendekati suaminya lagi. Rhea hanya diam tidak mengatakan apa-apa. Bukannya dia takut, ini rumahnya lalu apa yang harus ditakuti, dia hanya terlalu malas beradu mulut dengan Mirna.
Setelah puas, Mirna pulang tanpa berpamitan ataupun mengucap salam.
Segera Pak Sardi mematikan rekaman videonya dan mengecek hasil rekamannya. Setelah itu segera dia mengirimkannya pada Ustad Fariz. Pak Sardi sengaja mengirimnya langsung pada Ustad Fariz agar Ustad Fariz tahu apa yang dilakukan oleh istrinya. Dan agar anak majikannya ini tidak disakiti lagi hatinya oleh Mirna.
Bik Darmi menenangkan Rhea dan Bik Darmi mengajak Rhea membuat kue agar rasa sedihnya teralihkan meskipun hanya sementara.
Ustad Fariz melotot kaget melihat video kiriman dari Pak Sardi. Dia tidak menyangka jika istrinya itu bersikap diluar kendali. Dia melakukannya pada Rhea untuk yang ketiga kalinya. Ustad Fariz sudah geram, dia tidak mau mendiamkan lagi kesalahan Mirna yang sangat mempermalukannya.
Sesampainya di rumah, Mirna telah mendapati Ustad Fariz telah menunggunya di ruang tamu dengan membaca kitab.
Mirna duduk di sebelah Ustad Fariz dengan manja, namun Ustad Fariz segera melepaskan tangannya dengan lembut agar Mirna tidak protes.
"Dari mana kamu Mir?" tanya Ustad Fariz menatap matanya.
Mirna gelagapan bola matanya melihat ke sana kemari.
"Mirna kenapa tidak ijin dulu, kamu dari mana?" tanya Ustad Fariz dengan lembut, dia menahan amarahnya.
"Emm ke rumah teman Mas," Mirna tersenyum kikuk karena tatapan Ustad Fariz sangat intens padanya.
"Jangan bohong Mirna, aku tau kamu dari rumah Rhea kan," ucap Ustad Fariz dengan menatap mata Mirna penuh penekanan.
"Oow pasti wanita itu mengadu ya sama Mas? Apa Mas selalu percaya perkataan wanita itu? Aku ini istrimu Mas, harusnya kamu lebih percaya padaku," protes Mirna dengan wajah kesal dan agak meninggikan suaranya.
"Kamu keterlaluan Mirna. Aku selalu percaya kamu karena kamu istriku. Bahkan pada saat kamu memfitnah Rhea di depanku tentang kejadian di pasar saja aku tetap diam. Karena aku ingin melihat istriku menyesal dan mengakui kesalahannya. Tapi semakin kesini kamu semakin menjadi. Kamu tidak bisa menjaga sikapmu. Sungguh aku kecewa padamu sebagai istriku," suara Ustad Fariz masih biasa, namun penuh penekanan.
"Jadi Mas udah tau? Pasti dari wanita itu kan?" tanya Mirna dengan marah.
"Astaghfirullahaladzim.... kamu tidak pernah berubah Mirna. Asal kamu tau aja Mir, Rhea tidak pernah berkata apapun meskipun hatinya sakit oleh perbuatan dan perkataan mu. Dan aku tau itu semua dari orang lain. Mereka tidak ingin namaku dan Pondok Pesantren ini tercemar gara-gara perbuatan mu," ucap Ustad Fariz yang masih menahan kemarahannya agar tidak terpancing emosinya oleh kemarahan Mirna.
Pembicaraan mereka berlangsung sangat lama karena kekerasan hati dan sikap Mirna yang merasa paling benar.
"Assalamu'alaikum.... Umi....," Ustad Fariz menemui Umi Sarifah dan memeluknya, dia menangis di pelukan Umi Sarifah.
"Ada apa Le? Apa sudah diputuskan?" tanya Umi Sarifah heran melihat air mata Ustad Fariz yang mengalir di pipinya.
Ustad Fariz mengangguk dan menatap Umi Sarifah.
"Apa keputusanmu Le?" tanya Umi Sarifah penasaran.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku