"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#15
Ulah Brian cukup membuat hati Zia kesal. Sayangnya, cengkraman tangan Brian terlalu keras sampai Zia tidak bisa untuk melepaskan. Tidak punya pilihan lain, Zia hanya bisa mengikuti Brian hingga sampai ke mobil.
"Brian! Apa-apaan sih?"
"Masuk ke mobil! Ayo kita pulang."
"Aku sedang menunggu seseorang, Brian."
"Kezia. Aku tahu kamu kesal karena penolakan ku waktu itu. Tapi, tidak bisakah kamu berdamai saja dengan keadaan? Kita ini teman sebelumnya. Apakah kamu tidak bisa-- "
"Cukup, Brian. Bisakah kamu diam sekarang? Asal kamu tahu satu hal. Aku tidak pernah kesal karena penolakan yang telah kamu lakukan padaku. Dan aku juga sudah berdamai dengan keadaan. Aku tidak berniat untuk bersama dengan mu sejak awal. Karena itu-- "
"Jangan bohong, Zia!"
"Aku tidak bohong."
"Jika kamu tidak bohong. Lalu kenapa kamu mengubah sikapmu padaku? Kenapa kamu selalu menghindar dari aku? Bukankah sikapmu itu terlihat dengan sangat jelas, bahwa kamu sedang marah padaku?"
Zia terdiam. Benaknya berpikir sejenak. Lalu, benak itu langsung membenarkan apa yang baru saja Brian sampaikan. Sikapnya memang berubah. Tapi, perubahan itu bukan karena dia marah. Sebaliknya, karena kehidupan ini sudah pernah ia lalui sebelumnya.
Brian yang seolah perduli padanya, tapi akan lebih perduli lagi pada kakak kandung Zia. Karena memang, seperti yang telah Brian akui secara terang-terangan, kalau orang yang Brian cintai adalah Wingsi, bukan Kezia.
"Zia."
"Lupakan saja semuanya, Brian. Aku tidak marah padamu. Aku hanya sedang berusaha mengejar kehidupan baru yang harus aku tata dengan sangat baik sekarang."
"Apa maksudnya itu?" Brian berucap sambil menaikkan satu alis. "Aku tidak mengerti dengan maksud dari perkataan mu barusan, Zia."
"Hah ... sudah ku bilang, lupakan saja masalah tentang kita. Waktu itu, anggap saja aku tidak pernah berucap apapun padamu. Mudah bukan?"
"Mudah apanya?"
"Ah, sudahlah. Aku kan sudah bilang, lupakan saja, Brian."
"Zia. Tapi .... "
"Mau antar aku pulang atau tidak? Jika tidak, sebaiknya kamu segera pergi. Tapi jika mau, ayo kita pulang sekarang."
Sesaat terdiam. Brian langsung bergerak setelah berucap. "Iya, baiklah. Ayo kita pulang!"
Sementara itu, dari arah dalam kantor, kebetulan yang menyebalkan terjadi. Saat Zia bersiap akan pulang bersama Brian, Yunan malah muncul. Matanya menatap lekat penuh rasa kesal. Tangannya mencengkram kursi roda yang sedang ia duduki.
Bibir Yunan berucap pelan. "Zia."
"Tuan muda. Apa yang sedang terjadi?"
Yunan langsung mengalihkan pandangan matanya dengan cepat. "Tidak. Bukan apa-apa. Ayo pulang sekang, Deswa."
"Iya, baiklah."
"Ah, apa kita jadi mampir ke-- "
"Tidak. Tidak jadi. Langsung pulang ke rumah saja," ucap Yunan dengan cepat.
Deswa pun hanya bisa terdiam sambil berpikir, apakah penyebab kekesalan hati yang sedang tuan mudanya rasakan sekarang. Padahal, beberapa saat yang lalu, tuan mudanya cukup terlihat berwajah cerah. Tapi sekarang, malah murung kembali. Benar-benar misteri yang sangat sulit untuk ia pecahkan.
Yunan terlihat murung sepanjang perjalanan. Tidak sepatah katapun dia ucapkan. Hawa dingin langsung bisa Deswa rasakan. Entahlah. Tuan mudanya sedang dalam suasana hati yang tidak baik. Jadinya, seluruh udara yang ada dalam mobil tersebut juga terasa tidak baik-baik saja jadinya.
Sementara itu pula. Bungkamnya bibir Yunan, tidak sama dengan benak dan hat si pria. Karena saat bibir terdiam, hatinya malah sibuk bicara. Benaknya sibuk mencerna apa yang tadinya mata lihat. Sungguh, pemandangan yang sangat amat tidak menyenangkan buat hati Yunan.
'Zia. Apa karena dia kamu mendekatkan dirimu padaku sekarang? Apakah, pergerakan kamu di kehidupan kedua ini akan lebih cepat dari yang sebelumnya?' Yunan bertanya dalam hatinya.
Bukan tanpa alasan pertanyaan itu muncul. Karena, di kehidupan sebelumnya, Zia selalu berusaha untuk dekat dengan Brian walau Brian sudah menolaknya. Bahkan, Zia juga sering membantu pria tersebut saat Brian sedang terjepit ekonomi di kantor tempat pria itu bekerja.
Susah payah Zia berusaha membujuk Yunan untuk membantu. Bahkan, sampai rela menuruti apa yang Yunan katakan ketika mengharapkan bantuan untuk Brian. Yunan tahu segalanya. Tapi untuk melepaskan Zia saat itu, Yunan tidak siap. Apalagi saat tahu bahwa, Brian sudah menikah dengan kakak kandung Zia, yang otomatis keduanya telah menjadi saudara ipar karena hubungan pernikahan tersebut.
Mungkin, jika Brian masih sendiri. Atau, jika Brian juga mencintai Zia, Yunan akan mempertimbangkan untuk melepaskan wanita pujaan hatinya. Asal wanita pujaan hatinya bahagia, mungkin dia akan siap berkorban.
Begitulah kehidupan masa lalu keduanya yang terbilang sangat rumit. Tidak di sisi Yunan, tidak pula di sisi Zia. Keduanya punya masalahnya tersendiri. Dan pastinya, waktu untuk mereka bersama di kehidupan kali ini akan berjalan semakin panjang.
"Tuan muda."
"Tuan muda. Kita sudah sampai."
"Tuan muda."
Yunan masih terdiam walau Deswa sudah memanggilnya berulang-ulang kali. Ya. Mobil itu sudah berhenti sejak lima menit yang lalu. Tapi Yunan masih sibuk dengan lamunannya yang panjang.
"Tuan muda."
Pada akhirnya, Deswa harus menyentuh pundak Yunan agar bisa menyadarkan si tuan muda dari berkelana jauh dengan pikirannya.
"Tuan muda."
"Ah, iya. Ada apa?"
"Kita sudah tiba, tuan muda."
"Sudah tiba?"
"Iya, tuan muda. Sudah tiba sejak lima menit yang lalu."
"Apa? Kenapa baru panggil aku sekarang?"
"Itu .... "
"Ah, sudahlah. Cepat bantu aku untuk turun."
"Baik, tuan muda."
Sementara itu di sisi lain, Zia yang ikut pulang dengan mobil Brian malah diajak oleh si pria mampir ke rumah makan. Tentu saja wajah tidak bersahabat Zia langsung terlihat.
"Ngapain kita ke sini?"
"Ngapain lagi, Zia? Jelas untuk makan. Kamu lapar bukan setelah pulang bekerja?"
"Siapa bilang aku lapar? Tentu saja tidak. Aku malahan ingin segera pulang ke rumah. Aku lelah. Ingin segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur."
"Hm ... ya sudah kalo gitu. Tunggulah sebentar lagi. Aku harus membelikan makanan kesukaan Wingsi terlebih dahulu. Setelah itu, baru kita kembali."
Zia pun langsung terdiam. Sedikit kesal dalam hati tidak bisa untuk ia singkirkan. Karena pada kenyataannya, alasan Brian mampir ke rumah makan kesukaan Zia bukan karena cemas akan Zia yang sedang kelaparan setelah pulang bekerja. Melainkan, hanya untuk membelikan makanan untuk Wingsi sebagai buah tangan saat mereka bertemu nanti.
Hampir setengah jam Zia menunggu Brian di mobil. Wajah Zia yang kesal semakin terlihat manyun saja. Sepertinya, kekesalan yang Zia rasakan sudah pula sampai ke ujung rambut.
Zia pun mengambil keputusan untuk pulang lebih dulu. Tapi, baru juga Zia bersiap untuk membuka pintu, Brian malah sudah muncul sambil menenteng kantong yang berisikan makanan.
"Maaf, Zia. Aku udah bikin kamu nunggu lama. Di dalam terlalu banyak pelanggan. Aku harus antri supaya bisa belikan bebek panggang kesukaan Wingsi. Ah, tapi aku juga gak lupa kok sama kamu, Zia. Aku juga belikan nasi ayam kesukaan kamu."