NovelToon NovelToon
Altar Darah!

Altar Darah!

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Tamat / Peradaban Antar Bintang / Tumbal / Permainan Kematian
Popularitas:366
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.

Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!

Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.

Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.

Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 Persembahan

..."Dari ribuan kata yang ada, jutaan tawa manusia, yang paling bisa kami renggut adalah nyawa. Berharga? Mereka terus saja memberikan kehidupan. Ketika kehidupan sedang diancam mati, maka kalian yang behidup enak harus mempersembahkan sesuatu, selain upeti." -Altar...

Seakan belum selesai dengan Kasus Mayat Kering, otak harus melek dengan banyaknya kasus yang ada. Tuan Zion meberikan ijin untuk dirinya sendiri sejenak jeda. Disinilah manusia bijaksana itu menemani sang Tuan yang sudah lama pensiun. Dia yang disebut sdengan Pejuang Garis Keras.

Tuan Amadeo, sang penjaga hutan dahulu kala.

"Apakah sudah muak rasa?"

Dengan rasa malu sebuah kata akan keluar dari mulutnya. "Tidak, bisakah jika Anda membimbing saya?"

"Tuan Muda Zion Connelius. Apalah daya saya sekarang?"

Tuan Zion mengangguk pelan, lalu dikembalikannya sebuah bunga mawar hitam kesukaan Tuan Amadeo. "Tuan Zion, jika saya duga apakah Anda sedang mencoba menuduh seseorang?"

"Apakah perihal ilegal seperti ini dapat dilaksanakan dengan baik?"

"Jika kemauan Anda menggunakan cara itu. Saya akan membantu apa yang saya bisa."

"Saya menghormatinya."

Tuan Zion membawa bekal kenyamanan dari benaknya sendiri setelah mendengar kabar kebaikan hati tuan Amadeo. "Bawalah Clause bersamamu." Adalah kalimat terakhir sebelum menutup pintu.

Berdebat panjang antara Clause dan Julian dalam ruang autopsi. Setelah banyaknya perdebatan panjang, hanya kata usai yang jarang ditemukan diantara mereka. Julian hampir saja menyerah jika Clause tidak membangkitkan semangat. Secangkir cola pemintaan maaf, juga banyaknya kata kasar.

"Tuan Zion akan kembali dari perjalanannya besok. Kita akan harus menyelesaikan pembedahan ini segera." Clause bangkit setelah menelan banyaknya oksigen juga nasi setengah nafsu.

Dalam terangnya meja pertemuan rumah. Clause sempat menyelesaikan gambarannya ketika Julian hampir selesai dengan laporannya. Semua korban juga alasan kematian terpatri dipapan besar. Julian tertarik dengan apa yang dikerjakan oleh Clause dengan sketsanya. Berjalan mendekat.

"Siapa yang kamu gambar itu?"

"Lelaki bertudung merah," jawab Clause. Memerhatikan bagaimana gambarannya terlukis sempurna. "Tuan Zion mengatakan jika dia adalah seorang dengan berperawakan tinggi, memiliki rahang tegas. Aku juga sempat melihat jemari tangannya ketika kekar membungkus otot."

"Tuan Zion juga mengatakan ada seseorang yang sedang mengawasiku. Dan Tuan Jack yang mati kemungkinan pembunuhnya sama. Tubuhnya ditemukan di pinggiran hutan Bukit Azur. Semua hal yang berhubungan dengan manusia ini adalah Azur."

Julian melihat semua data yang dia buat. "Mungkinkah jika semua hal yang berkaitan dengan korban adalah Bukit Azur. Sebenarnya apa yang tersimpan di balik bukit itu?"

"Tuan Ferden ditemukan pada tanggal 21 November. Sedangkan, Liliana ditanggal yang sama namun dua hari kematian. Artinya kematian tanggal 19 November. Oleh lelaki betudung merah yang diduga sebagai pelaku. Kini kita akan mencari dirinya." Clause menyelesaikan sketsanya. kepada lelaki berambut hitam, sudut mata runcing juga sorot mata merah.

"Menetapkan sebagai tersangka," Julian menegaskan.

"Lelaki betudung merah ini juga masih menjaga jarak diantara aku dan Tuan Zion. Dia seakan mengawasi pergerakan kita. Jika kita mengasumsikan pembunuh berantai maka," Clause berpindah, melihat papan informasi. "Ada benang merah diantara mereka semua, persamaan, ciri fisik, atau sifat, atau mereka yang terlibat akan suatu kasus yang tidak kita tahu."

"Benar," suara berat Tuan Zion menyadarkan semua lamunan yang ada. Clause sudah menebak jika Tuan Zion akan datang sebelum fajar. Melihat kecepatan kereta mesin juga cara menyetirnya juga kegesitan. "Ada kesaman diantara mereka."

Melirik matanya Tuan Zion pada sketsa yang dibuat oleh Clause. "Kain merah benang katun," ujarnya. Melempar sebuah bungkusan kertas dengan cap yang sangat Julian kenali.

Julian membuka segera kain yang dilemparkan Tuan Zion. "Kain ini," lirih Julian.

"Darimana kamu menemukan kain ini?" Clause mendekati Julian. Dirabanya kain yang mungkin mirip dengan apa yang diambil dari pembungkus mayat.

"Nah, Julian bisakah kamu memberitahukan dimana kamu mendapatkan kain ini?" Todongan pistol mendarat di kepala Julian. Clause terkejut setengah mati, berusaha menghentikan Tuan Zion yang terus menekan Julian, namun, Tuan Zion gesit menyeret pergelangan tangan Clause untuk berada di belakang tubuhnya.

"Apa kamu membobol rumahku?"

"Jelaskan!" Perintah Zion mutlak. "Kain ini aku temukan ditirai kamarmu, juga berada di sebagian rumahmu. Apakah lelaki bertudung merah itu kamu?"

"Tunggu, apa yang-"

"Aku tahu melakukan penggledahan tanpa surat adalah ilegal. Tetapi, Julian aku hanya merasa jika kamu juga menyembunyikan sesuatu."

Julian menggeleng. "Rumah itu dibangun oleh ayahku sedangkan aku tidak tahu mengenai bahan yang digunakan. Kain yang kami dapatkan dari pengrajin katun. Dia tinggal dipuncak tertinggi Bukit Azur."

"Bisakah kamu menyimpan pistolmu?" Clause berbisik.

Tuan Zion menyimpan pistolnya. Melegakan diri, duduk di sofa. Julian juga ketakutan setengah mati jika dia masih dianggap penghianat seperti yang akan dilakukan oleh Tuan Zion. "Begitu ya."

"Apa kamu mencurigaiku?"

"Tidak," jawab Tuan Zion enteng. "Aku hanya ingin kamu mengatakan jujur tanpa berpikir."

Clause melega. "Aku juga hampir mati tadi."

"Kita akan puncak Bukit Azur. Julian, tingallah disini untuk berjaga-jaga. Malam ini Clause, bersiaplah." Tuan Zion beranjak meninggalkan keduanya. "Clause, bisakah aku meminta tolong. Kalau bisa kamu memasuki kehidupan Liliana."

Clause dan Julian saling berpandangan. Enggan mengiyakan enggan juga menolak.

Malam ketika gerimis mulai menguji keberanian mereka. Kuda yang dipersiapkan sedikit lebih cepat mengantar kepergian dua orang yang melaju kencang. Julian mendekap lengannya sendiri, menenangkan dirinya yang juga kebak dengan persetan halus memori menyebalkan. Masih dia lihat sebuah kain merah yang memang cocok dengan kain dia ambil dari tubuh korban.

Sidik jari atau DNA sama sekali tidak berada, seperti bukan dipegang dengan manusia, berbalutkan sarung tangan atau benar tidak disentuh masih menjadi misteri. "Apakah keluargaku ada hubungannya dengan lelaki bertudung merah?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Tuan Zion menuruni kudanya. Berhenti pada sebuah rumah tua. Rumah Allan yang pernah memberi mereka tumpangan untuk bermimpi.

"Apa kita akan meminta bantuan dia untuk mengantarkan?" Tanya Clause mengencang tali kudanya di pohon.

"Tidak, yang kita lakkan adalah kembali ke lokasi ditemukannya mayat Ferden. Aku hanya memastikan jika Allan berada di rumahnya."

"Apa fungsinya?"

"Aku hanya merasa janggal, dia membawa payung ketika gerimis bahkan belum muncul, dan saat kamu membuka payung, bisa tepat mengenai kaki Tuan Ferden. Bukankah dia seperti mengetahui sesuatu."

Tuan Zion melajukan kudanya lagi menembus pohon. Berbekal senter juga pemandu jalan. Berada di lokasi ditemukannya mayat Tuan Ferden. Menelisik sekeliling, pinggiran sungai yang sepenuhnya sudah dibersihkan. Tuan Zion mengernyitkan kening, begitu juga Clause.

"Aku bahkan tidak memerintahkan mereka bersih-bersih."

"Pembunuh itu kembali membereskan barang bukti."

Tuan Zion menghentikan kudanya ketika merasakan kabut tipis. "Jarak antara korban satu dngan yang lainnya adalah satu bulan. Tepat dimana sekitar tanggal 19-21."

"Semakin tinggi semakin sesak," protes Clause.

"Artinya bulan ini akan ada seseorng yang mati lagi."

"Bukankah jaraknya berbeda?"

"Paham dengan apa yang dikatakan oleh Julian? Serbuk besi yang menghubungkan korban. Jika hanya mengambil bagian serbuk besinya saja maka jaraknya hanya satu bulan. Anggap pembunuhan yang lainnya adalah saksi yang seharusnya tidak masuk dalam daftar," jelas Tuan Zion.

Terpana indahnya pemandan puncak Bukit Azur. Pendakian paling lama yang mereka habiskan dalam waktu 3 jam. Menatap lurus ke bawah, batuan berada di tengah sebuah cekungan tajam berwujud daratan.

Clause mengeluarkan arlojinya, terkejut. "Tuan Zion, jamnya tidak bergerak."

Dilihatnya sekitar oleh Tuan Zion. Tidak ada jejak kehidupan yang nampak. "Arlojimu mungkin mati."

"Aku melakukan service setiap bulan," sangkalnya.

"Hm," dehemnya. Berjalan Tuan Zion menuju balik bukit.

Clause hanya mengikuti kemana langkah kaki itu akan berjalan. Di balik bukit Azur terdapat lembah yang luar biasa cantik dengan banyaknya kunang, hewan malam, juga banyaknya rumput ilalang. Bunga subur di mana-mana.

"Begitulah cara mereka melakukan ilusi."

"Tuan Zion," tanya Clause. Memastikan jika Tuannya masih sadar.

"Lihat Clause." Tunjuk Tuan Zion. "Apakah kamu memerhatikan jika ada batuan di tengah ilalang? Sekarang batuannya tidak ada."

"Kamu tidak menyadarinya, Clause?"

Clause menggeleng.

Tuan Zion menarik lelaki itu dalam dekapannya. "Mulai sekarang, tolong jangan terlalu jauh dariku."

"Mengapa?"

"Aku takut jika kamu yang menjadi korban selanjutnya."

"Hah?"

"Aku selalu memerhatikan hasil pemerikan Julian. Aku selalu meminta Julian melakukan foto wajah juga foto mata mereka. Seakan otak dan syarafnya tertuju pada satu titik fokus. Aku hanya bepikiran bahwa pembunuh menggunakan hipnotis untuk menjerat mangsanya. Dan sekarang kecurigaanku benar."

Clause mengernyit. Menghadapkan wajah lelaki itu tepat di mata Tuan Zion. "Tetaplah berpikir jika aku akan datang dimana kamu berada. Jangan biarkan otakmu kosong."

"Sudah aku duga Clause tidak pernah menyadari ilusi yang coba dibuat oleh pembunuh. Clause yang peka terhadap lingkungan menjadi bodoh ketika lelaki bertudung merah berada disekitarnya. Seperti saat ini, dia banyak diam."

...***...

Tertawa bersama, bunga bermekaran juga banyaknya kembang di rambutnya. Sang ayah sudah sangat bahagia mengenai kematian seserang juga putrinya tertawa lepas. Nyaman dalam genggaman sudah dia dapatkan. Namun, ada janji yang harus dipenuhi oleh sang ayah. Apakah merelakan mudah dalam kata?

Seseorang mengawasi dari kejauhan. Ucapan Tuan Zion untuk mendekati gadis yang bernama Liliana. Mengikuti kehidupannya. Menjadikan gadis itu sebagai tersangka atas meninggalnya Tuan Jack. Mungkinkan akan menemukan titik terang?

Clause berjalan santai melewati taman. Membawa sekantong makanan ringan seusai berbelanja. Berharap caranya sedikit menarik fokus gadis itu.

“Tuan Clause,” suara cempreng Liliana seperti yang ditunggu oleh Clause akhirnya terdengar juga.

Clause melambaikan tangannya, bergerak menghampiri gadis itu. “Kita bertemu beberapa hari yang lalu.”

“Iya, aku sedang dalam masalah. Namun, sekarang aku menjadi lebih baik.

Bersyukur Liliana tidak melupakan pertemuan terakhirnya. Berharap akan mendapat informasi cepat. “Sepertinya kamu harus meminta maaf kepada Tuan Zion.”

Liliana menimbang saran Clause. “Aku malu dengannya. Apakah dia akan menerima diriku yang seperti ini?”

Clause sedikit terkejut. “Apakah kamu memiliki perasaan kepadanya?” Sepertinya pertanyaan Clause tepat mengenai perasaannya.

Wajah memerah sedikit malu. Kemudian menautkan jemarinya yang berada di tengah pahanya.

“Haha, sepertinya kamu sudah tidak bisa mengelak," tawa menggelegar dari Clause.

“Yah, aku juga tidak berhak mencintainya.”

“Mengapa kamu mengatakan begitu? Cinta dan perasaan itu adalah hak semua orang. Kamu berhak mencintai siapapun, termasuk Tuan Zion.”

“Sepertinya Tuan Clause lebih memahami dia ya,” irinya pada lelaki.

“Aku dan Tuan Zion sudah lama bersama. Mungkin kami hanya terbiasa.”

Ada banyak kata yang tidak terucapkan dari mulut Liliana. Clause mengerti dari mana manik mata yang meminta pertanyaan. “Jikalau kamu ingin menceritakan sesuatu mungkin aku bisa menjadi pendengar yang baik.”

“Hm, menurutmu apakah Tuan Zion akan menerimaku?”

Clause sedikit tertawa dengan pertanyaan bodoh itu.

“Mengapa kamu mempertanyakan sesuatu yang bahkan tidak kamu ketahui hasilnya. Jika kamu memiliki niat buatlah dari sekarang! Tidak perlu menunggu besok akan jadi apa. Sekarang bergeraklah!”

Kepalanya yang mengangguk tetapi hatinya sama sekali tidak sinkron. Clause dapat memahami semua itu. “Tetapi, aku ini sudah tidak gadis,” lirihnya.

Walau begitu Clause dapat mendengar dengan jelas. “Maksudnya? Apakah kamu pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya?”

"Yah, seperti yang kamu katakan, Tuan Clause."

Sedikit terkejut Tuan Clause mendengarkan. Ada yang bangga dengan pekerjaan penghibur. Ada yang bangga dengan dirinya yang dinodai pria dan menggendong anak raja atau bangsawan. Seperti yang dilakukan oleh para pengotor keji dunia. Tetapi, ternyata ada yang selalu memikirkan dirinya. Menganggap jika pekerjaan yang kotor adalah kotor.

"Mengapa?" Clause tanpa sengaja mengatakannya.

"Dia yang melakukannya, oleh karenanya aku senang dia mati."

Air mata tertahan dari bendungan gadis belia. Clause membungkam.

"Aku tahu aku ini jahat. Tetapi, apakah Tuan Clause tahu, jika Villain tercipta dari mereka yang menjadi tekanan dunia. Disinilah aku berada. Apakah Tuan Clause akan rela jika menjadi aku?"

Sedikit tahu Clause perasaan itu. Membayangkan bagaimana dirinya diperkosa dengan orang yang sudah dikenal lama. Dipercaya, lalu menjadikannya pelindungan, akhirnya berkhianat. Siapa yang akan memaafkan? Jika ada, tolong tunjukkan seseorang itu.

"Aku sangat senang dia mati."

Clause akhirnya mengangguk. "Maafkan aku Liliana, sudah mempertanyakannya. Tetapi mengapa? Mengapa kematian hanya menjadi jalan keluar dari sebuah masalah?"

"Karena itu kepuasan."

Bagaikan jawaban diluar ekspektasi Clause.

"Ibarat aku menolak pemberian orang. Lebih nyaman dia akan basi ditengah sampah ketimbang dipungut. Itu adalah kepuasan. Dan manusia sangat mencari-cari kepuasan berada."

"Aku tidak akan pernah menyalahkan kata-katamu, Liliana."

Sejenak udara menjadi pengisi diantara keduanya. Berjauh kepada pemikiran masing-masing. Tenggelam dalam cernaan kata. Clause selalu berpikir mengapa seseorang membunuh? Mereka yang membunuh terkadang sudah menjadi korban dari kengerian manusia. Mereka yang membunuh dihukum berat sedangkan korban sudah bebas diangkasa. Mereka yang membunuh hanya meminta keadilan. Dan mereka yang membunuh mendapatkan kepuasan. Apakah mereka juga akan berhenti ketika sudah puas? Apakah ada yang menjanjikan itu?

"Oh ya, apakah Tuan Zion sudah memiliki tunangan?"

Clause tersadar dari pemikirannya. "Tidak, dia belum pernah memilikinya. Dia menolak dua pertunangan yang aku tahu."

"Apakah dia mencintai seseorang?"

"Dia mengatakan jika akan memilih tunangannya sendiri kelak."

"Apakah kamu melihat peluang diantara aku?"

Clause nampak berpikir. Bagaimana Tuan Zion membelikan kue jahe untuk Liliana mungkin gadis itu memiliki kesempatan. "Aku rasa bisa," jawab Clause.

Senyum merekah dari wajahnya yang berseri. Seseorang telah hidup kembali. Sepantasnya jika itu dalam waktu singkat. Tetapi, ada satu yang mengganjal Clause. Apakah orang ini akan berubah setelah kehilangan kekasihnya dalam kasus mayat kering? Di mana semua itu akan mengubah perilaku.

Seperti kengerian Liliana yang membunuh Tuan Jack? Walau hal itu tidak dipastikan dengan benar, tetapi, melihat Liliana tersenyum selayaknya bintang adalah kecurigaan. Sedangkan, Clause tidak melihat adanya peluang gadis itu membunuh.

Hal itu masih menjadi masalah rumpang.

"Liliana, ingatlah bahwa kita para detektif bekerja dengan menantang maut. Kami juga mempertaruhkan nyawa kita untuk masyarakat sipil. Bagaimana jika kamu kehilangan dua manusia yang kamu cintai dalam kasus yang sama? Apakah kamu akan baik-baik saja mengenai itu?"

"Aku akan menjadi bagian dari pertarungan," jawabnya.

...***...

Karangan bunga telah dipersembahkan kepada janji tertepati.

Melihat cahaya sudah meninggi. Sesuai janji yang telah lama dia bangun. Tujuh hari setelah kematian lelaki yang dia anggap zina sekarang berpamitannya lelaki ini kepada putrinya. Menuju bukit yang sudah lama dia lewati.

Bukit Azur juga menyuguhkan pemandangan indah, terutama ada bukit bintang yang sering dia lalui bersama putrinya. Berjanji, akan digenggam asa untuk putrinya.

Pohon kedua belas dari ditemukannya mayat Amanda, katanya. Ada sebuah kaca tipis yang dipasang disalah satu dahan pohon besar. Itu adalah pohon dengan batu kali dibawahnya. Setelah menekan kaca itu sebuah kabut menyelimuti dirinya. Terus menenggelamkan tubuh Anthony dalam kegelapan.

Membuka mata secara perlahan. Angin dingin menyambut segera. Dapat dia amati sebuah danau luas tanpa tiada dia kira. Malam yang menerangi sebuah bangunan tengah danau. Sungguh megah dan mewah tanpa dia duga. Ukiran rumit juga banyaknya lumut sejati yang tersebar diantara bebatuan. Ada pula sebuah jembatan yang menghubungkan Altar dengan daratan.

Apakah ini yang dinamakan dengan Altar Dewa?

Berdiri cagak dengan empat arah mata angin. Berlambangkan harimau, naga, burung, juga kura-kura.

Anthony mendekatkan dirinya pada jembatan luas. Cahaya yang menyambut dirinya muncul dari bohlam lampu yang menyala kekuningan. Setelahnya cahaya rembulan hebat menyinari lokasi itu. Air danau kebak teratai yang terus memancarkan sinar merahnya. Dari mana semua tumbuhan itu berasal?

Dua manusia bertudung merah segera menyambut Anthony. Diulurkannya tangan mereka berdua. Yang satu memiliki tinggi sekitar 190cm dan satu sedikit pendek sekitar 180cm. Kedua lelaki itu membuka tudung mereka. Yah, keduanya adalah tersangka dalam pembunuhan Tuan Jack yang telah lama beredar.

"Aku tidak menyangka jika kamu menepati janjimu." Tuan Sedikit Pendek berjalan menepis jarak diantara dia dan Anthony.

"Aku sudah menepati janjiku. Seperti apa caraku mati?"

"Jangan terburu," kekeh lelaki bertudung tinggi.

Paras sangat tampan, pikir Anthony. Kedua pasang manik yang Anthony tahu dan pernah melihatnya. Mata yang tidak akan membohongi dunia. "Kalian?"

Lelaki dengan tudung pendek memiringkan kepala. Lambang teratai yang ada di dada mereka membuat Tuan Anthony menyadari apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan.

Teratai Merah!

"Itu adalah nama sekte ini." Lelaki sedikit pendek bersuara.

"Dan hanya kami berdua yang mengikutinya."

Tuan Anthony menunjuk keduanya dengan tangan gemetar. "Apakah kalian juga tersangka dari Kasus Mayat Kering?"

"Jadi seperti itu cara para detektif itu menyebutnya," ujar lelaki bertudung sedikit tinggi.

Sulur yang menjalar dari bawah air danau mulai mengikat tubuh Anthony. Melambungkannya ke atas Altar dengan lambang teratai merah. "Apakah kamu sekarang menyesal?" Lelaki bertudung tinggi mendekat ke tengah Altar.

"Sudah terlambat untuk pulang ke keluargamu dan memberitahukannya!" Teriak lelaki bertudung pendek. Menyaksikan bagaimana sulur itu mulai mengcengkeram erat sampi tercekat badannya.

"Emer-ald. Am-ber!"

Teriak Tuan Anthony untuk yang terahir lalinya.

"Semua manusia berisik!"

Dilemparkannya mayat Anthony dalam kubangan air jembar. Seketika ada banyak yang menguraikan tubuhnya. Serbuk merah yang mengelilingi tubuh Anthony kini semakin hancur lebur hilang hanya akan ditinggalkan dalam dua menit.

...***...

Bersambung

1
Kicauan burung di pagi hari, menjadi musik bagi para santri di pondok terasing dalam hutan sunyi.

Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.

numpang iklan thor/Chuckle/
@shithan03_12: gakpapa iklan dong .. bebasmah saya
total 3 replies
Pecahnya dinding dimensi diatas altar darah yang mengantarkan pemangku Sijjin melintasi alam, hingga airmata darah menjadi awal dalam sebuah ketakutan yang mengerogoti para generasi pemeran opera. Namun para penonton sibuk menertawakannya tanpa tau, nyawa merekalah balasan bagi altar darah. ~SAMITO.

Iklan dikit ya thor🤭
@shithan03_12: Busyed... bisa juga kau ini menyambungknnya ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!