Karena pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangannya, Rubi terpaksa menikahi Rexa, seorang pria luntang lantung yang baru tadi malam dikenalnya secara tak sengaja. Hal itu terjadi lantaran Rubi tak bisa menghindari pernikahannya yang akan diadakan esok hari.
Sementara pria yang bernama, Rexa, iya iya saja saat Rubi menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengannya selama 31 hari, karena dia tak punya tempat tinggal dan tak memiliki uang sepeser pun.
"Deal, 31 hari kita bercerai!" ucap keduanya saling berjabat tangan.
Bagaimana lika liku rumah tangga yang dijalani oleh dua orang asing selama 31 hari?
Dan siapa sebenarnya, Rexa? pria pengangguran yang sering kali disebut mokondo oleh keluarga Rubi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengerjai Sundari
"Pak Jayus!"
Suara panggilan untuk pak Jayus mengalihkan perhatian pria itu ke arah pak Wawan, seorang manager produksi yang tengah melintas sekaligus menyapanya. Karena line Rubi berada di posisi paling sisi dan di pinggir line nya itu adalah jalan menuju ruang produksi, laboratorium, dll yang letaknya di tengah-tengah Line.
Pak Jayus tersenyum, lalu mendekati pak Wawan dan mengabaikan Rubi.
Rubi menghela nafas lega, kemudian lekas pergi ke tempat dimana biasa dia duduk menjalankan mesin jahit nya.
Sebelum duduk, dia melemparkan pandangan sinis ke arah Sundari yang duduk di mesin jahit nomer empat dari depan. Karena Rubi bagian paling depan sebagai operator proses akhir dari sebuah produksi pakaian yang nantinya akan di ekspor ke luar negeri.
Ya, PT Garmindo adalah pabrik pengekspor pakaian berkualitas. PT Garmindo sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dibawah naungan EXA GROUP, yang berkantor pusat di ibu kota.
Sundari yang sadar sedang di tatap sinis pun langsung menunduk takut dan tangannya pura-pura sibuk.
Rubi tersenyum menyeringai melihat ketakutan wanita itu.
"Kan ku pastikan kamu akan kerja dibawah tekanan ku dan di bawah bayang-bayang ku yang mengerikan ini, Sundel munafik. Sampai kamu keluar sendiri dari pabrik ini."
Proses produksi pun mulai berjalanan. Dari yang awalnya sebuah bahan jadilah pola-pola yang di oper dari operator satu ke operator lainnya, dan akhirnya terbentuk lah pakaian jadi. Dan kini giliran Rubi yang harus menyelesaikan proses akhir. Di tengah dia fokus mengerjakan proses akhir, tiba tiba terlintas ide jail nya untuk mengerjai wanita yang telah membuatnya sakit hati.
Rubi merijek satu persatu jahitan pada bagian ketiak lengan yang dia ketahui sebagai pekerjaan bagian Sundari. Begitu seterusnya hingga jumlahnya sampai ratusan piece.
Dewi, sebagai QC ( quality control ) yang berdiri menghadap meja besar berulang kali geleng-geleng kepala setiap kali mengecek pakaian yang dia terima dari seorang helper yang di ambilnya dari Rubi.
Tak lama, pak Jayus mendekati Dewi seakan tahu jika di meja QC yang letaknya tepatnya di depan Rubi itu sedang ada masalah.
"Kenapa, Dew?" Tanya pak Jayus.
"Ini, pak, bajunya pada rijek," jawab Dewi menunjukan bagian yang rijek pada pria itu.
Pak Jayus memeriksa satu persatu. Kening pria itu mengernyit karena semua yang rijek itu di bagian yang sama yaitu di bagian ketiak dan lengan. Tapi bentuk rijekan nya berbeda-beda. Ada yang benang obras nya terlepas, putus-putus, acak-acakan, robekan dll.
"Si Sundari bener-bener ya bikin saya darah tinggi tiap hari," gerutunya. Kemudian, dia meraup tumpukan pakaian itu, dan membawanya pada Sundari.
"Kalau kamu masih mau dapat gaji dari pabrik kerja yang bener. Apa kamu mau saya pecat?"
Bentakan pak Jayus yang menggelegar itu sontak saja membuat Sundari terkejut. Bukan saja Sundari, tapi semua orang yang ada di line termasuk orang-orang yang ada di line sebelah. Dan sedetik kemudian, Sundari sudah menjadi pusat perhatian.
Kemudian dengan kasar, pak Jayus meletakkan tumpukan pakaian itu di atas meja jahit Sundari.
"Kamu benerin lagi semua jahitannya. Kalau belum selesai pokonya kamu ngga boleh istirahat," kata pak Jayus dengan kesal menekan kata di akhir kalimatnya.
Sundari menganga melihat tumpukan pakaian yang menggunung sampai kepalanya tenggelam dan tak terlihat oleh Rubi. Tapi meski tak terlihat, Rubi dapat memastikan bagaimana muka wanita sialan itu saat ini. Dia pun tersenyum puas dibalik tundukan nya dan dengan tangan yang terus menjahit.
Tooot
Tooot
Bel istirahat seketika berbunyi. Spontan semua operator mematikan mesin jahitnya dan beranjak meninggalkan kerjaan mereka satu persatu. Namun tidak dengan Sundari yang terus menunduk dan menjahit. Susi yang posisinya duduk di mesin nomer tiga dari belakang Sundari menghampiri Rubi yang tengah meregangkan otot-ototnya sambil berdiri.
Saat Susi melintasi Sundari, dengan iseng dia menoel pundaknya. Wanita itu pun menoleh ke arahnya.
"Kasihan deh lu. Makannya jangan ngayal dinikahi Marsono mulu. Jadi di semprot pak Jayus kan hahaha." Susi terbahak sambil berjalan lenggak lenggok mendekati Rubi.
"Dasar gembala!" ledek Sundari dengan suara agak keras dan tatapan marah.
Susi lantas menghentikan gerakan lenggok nya lalu berbalik badan.
"Biar dikata gue gembala, gue tuh udah laku. Udah punya suami. Dari pada elu cuma dikawin doang sama si Marso tapi dinikahi kagak. Sampe maksa-maksa minta di nikahi segala lagi. Kasiiiaan deh cuma dikawin doang hahaha." Tawa Susi kembali menggema di tengah line yang sudah kosong dan semua mesin sudah dalam keadaan mati.
Mata Sundari melotot besar. Dia pikir dari mana wanita yang bentukan nya gembala itu bisa tahu tentang dirinya memaksa Marso untuk menikahinya tapi Marso enggan menikahinya.
Sementara di depan sana, Rubi bersedekap dada sambil tersenyum sinis.
"Bestie, cabut yuk!" teriak Rubi.
Susi lantas menoleh." Yuk bestie, Cuss," sahutnya lalu mereka keluar beriringan.
"Kamu serius apa yang kamu bilang tadi?" Tanya Rubi setelah mereka keluar pabrik dan berjalan menuju kantin.
"Serius dong. Kemarin aku ngga sengaja dengar obrolan mereka di toilet," jawab Susi.
"Jadi si Marso ngga mau nikahi si Sundari? Kasian juga ya dia kalau cuma di kawin doang."
"Halah paling juga yang ngawinin si sundel itu ngga cuma si Marso. Makannya si Marso ogah nikahi. Kalau si Marso beneran cinta ngga perlu di paksa juga bakal nikahi."
"Ternyata bajingan juga ya tuh laki."
"Eh, kamu pacaran lima bulan sama tu laki pernah di gre pe-gre pe ngga?"
Rubi menoyor kepala Susi membuat wanita itu tertawa.
"Sembarang aja. Dih amit-amit. Jangan kan di gituin, mau di cium aja aku ngga pernah mau. Gini-gini juga, aku masih perawan Ting Ting tau."
"Serius kamu, Rub?"
"Serius lah."
"Pantes aja si Marso selingkuh sama perempuan yang gampang di coblos. Kamu nya susah di gre pe dia ternyata haha....huft." Rubi seketika membekap mulut Susi saat melihat Marsono sedang berjalan hendak melintasinya dengan dua orang pria. Kemudian, dia bergerak mundur sampai mentok di tembok. Lalu bersembunyi di balik tong sampah berukuran besar. Susi yang mengerti pun hanya diam dan pura-pura memainkan ponselnya.
"Sus!"
Susi terkesiap di panggil Marsono. Namun dia berusaha bersikap biasa.
"Apa manggil-manggil?" Ketus Susi.
"Si Rubi udah masuk kerja belum?" Tanya Marso. Dan untuk kesekian kalinya dia bertanya.
"Belum. Lagian kamu mau ngapain tanya-tanya Rubi mulu."
"Sombong banget kamu, Sus. Badan kayak badak aja belagu," kesal Marso karena selalu diketusi wanita itu setiap kali bertanya tentang Rubi.
"Dih, kayak kamu bagusan aja. Udah badan cungkring, dekil muka kek triplek. Untung temanku ngga jadi sama kamu. Kasihan nanti ke turunannya karena gen suaminya jelek semua," timpal Susi yang tak kalah sengit.
"Kamu....." Mata Marso melotot marah.
selamat berbahagia ya buat rubi reza atas kelahiran anak ny.... 😘😘😘 selamat berbahagia juga buat tuan Aba dan mama husna atas kehamilan ny... 😘😘😘
sayang banget sama cerita ini... dan kaget aja kalau notif baru ini adalah Endingnya 😕