Rafael Hutama, sang putra sulung keluarga Hutama terjebak one night stand dengan Milea yang datang untuk mencari sang dosen pembimbing sesuai alamat yang tertera di data kampusnya. Tentu saja Rafa yang berada dibawah pengaruh obat tak bisa berpikir jernih hingga berakhir di tempat tidur bersama Milea. Sebagai pria keluarga terpandang tentu dia berniat menikahi Milea. Tapi anehnya Milea malah menolak. Bagaimana bisa dia menerima pertanggung jawaban Rafael jika yang dia cintai adalah Richard Hutama, sang adik yang juga merupakan dosennya di kampus??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria sejati
"Milly mengatubkan bibirnya rapat saat Richard langsung menandatangani skripsinya tanpa mengulas, meneliti atau mengeluarkan kritikan pedas seperti biasanya. Dosen pembimbingnya itu malah terkesan tak membacanya sama sekali. Jika itu orang lain, pasti mahasiswa itu akan berteriak bahagis karena skripsinya sudah diterima. Artinya kelulusan sudah di depan mata, tapi tidak bagi Milea. Kata-kata pedas Richard di meja makan saat anggota keluarga lain sudah pergi bekerja tadi membuatnya merasa tidak nyaman. Richard terlihat amat membencinya.
Milly yang merasa ada kesempatan berdua saja memulai lagi akse pendekatannya pada Richard. Dengan berani gadis itu mengambil tempat duduk disamping Richard lalu memandanginya penuh kekaguman. Hal memalukan!
"Apa kau sudah puas menyakiti kakakku Milea Ibrahim?" tanya pria itu pagi tadi. Milea yang masih bingung karena ditinggalkan malah bertambah gundah. Padalah dia belum mulai aksi rayu merayunya pada sang pujaan hati.
"Apa maksud pak Richard?" dan Richard dengan senyum sinis segera berdiri dari duduknya.
"Kau bukan hanya menjatuhkan harga diri kakakku, tapi juga orang tuaku Milea. Dan kau tau...aku tidak akan mengampuni orang yang sudah menyakiti mereka." kataya datar tapi penuh penekanan.
"Memangnya apa yang kulakukan? kenapa kau marah saat mereka baik-baik saja?" Jika Milea bukan istri kakaknya, mungkin Richard akan membentaknya keras, tapi dia cukup sadar siapa Milea di rumah ini.
"Ternyata bukan hanya di kampus saja otakmu cetek, di kehidupan normalpun intelegensimu amat rendah. Kak Rafa akan selalu diam menghadapi seseorang entah yang dia sukai ataupun tidak. Tapi kau tak akan pernah tau marahnya orang yang lama diam itu lebih menakutkan bukan? jangan pernah menguji kesabarannya karena jika dia sudah marah, dipastikan dady dan aku yang akan berdiri di garda paling depan untuk membelanya." Richard berlalu ke kamarnya, meninggalkan Milea yang langsung terduduk lemas di kursi makan. Rena dan beberapa ART lain hanya berani melirik sang nona tanpa berani bertanya. Secepatnya mereka merapikan meja makan dan dapur lalu segera menyingkir dari sana.
Saat Richard pergi ke kampuspun, dosen sekaligus iparnya itu sama sekali tak memberi salam atau berpamitan. Dia dianggap tak ada.
"Aahhh Ya Tuhan...apa salahku? mereka semua sangat tak adil padaku. Apa salahnya jika aku jatuh cinta? kalau aku salah kenapa harus ada cinta di dunia ini? Bukannya mereka yang salah? kenapa aku dijodohkan dengan Rafael sialan itu!" gerutu Milea kesal.
"Kau boleh keluar." Lamunan Milea terpecah saat suara Richard menginterupsinya. Dia bahkan tak tau kapan Richard selesai karena telalu sibuk melamun.
"Kita harus bicara." ungkap Milly berani. Lagi dan lagi Richard menarik bibirnya, sinis.
"Ini kampus, jika ada masalah pribadi bicarakan di luar kampus." tegas richard tak terbantah.
"Tapi ini ada hubungannya dengan skripsi saya pak. Kenapa anda tak mengkritik atau menyuruh saya merevisi seperti sebelumya? bapak bahkan tak membacanya. Apa itu yang dinamakan profesional pak?" serang Mitha tajam. Richard tertawa sumbang, bibirnya menyeringai.
"Profesional? Kau berkata seolah tau standart keprofeaionalan seorang dosen penguji sepertiku. Jangan mentang-mentang kau menikah dengan kakakku dan berkuliah di universitas milik Hutama lalu kau bisa mengkritik seenak perutmu Milea Ibrahim. Disini tetap ada aturan yang harus ditaati! Keluar kataku!" Milea memilih tak menjawab lagi. Dia berdiri dari duduknya, mengucap salam lalu keluar dari ruangan Richard.
Milly berjalan lambat ke pelataran kampus. Langkah yang sengaja dibuat begitu sambil menunggu pesanan taksi onlinenya datang. Dia tak ingin menunggu terlalu lama diluar. Rumah...dia ingin pulang ke rumahnya, tempat paling nyaman dimana tak seorangpun akan memandangnya aneh, tempat dimana tak ada peraturan yang harus dia taati. Milly rindu rumah.
Taksi online yang dia pesan datang tepat saat dirinya sampai di gerbang kampus. Tak ada perasaan bahagia, dadanya malah terasa sesak mengingat kejadian hari ini. Sama seperti dulu, Richard tetap bersikap dingin padanya, bahkan terkesan tak menyukainya. Lalu apa yang mesti dia pertahankan dari pernikahan ini? Tadinya dia mau menikah dengan Rafa karena berpikir dengan tinggal serumah hubungannya dengan Richard bisa membaik. Tapi nyatanya? dia salah besar. Satu hari saja malah membuatnya tersiksa, bagaimana jika satu bulan? Satu tahun? seumur hidup? ahh...membayangkannya saja sudah membuat Milea sesak nafas.
Milea mengerutkan keningnya saat melihat mobil Leon dan sebuah mobil hitam lain sudah terparkir rapi di halaman rumah keluarga Ibrahim. Tak biasanya kakaknya pulang pada tengah hari seperti sekarang. Apa papanya sakit? atau terjadi sesuatu pada Leon? Milea bergegas masuk ke dalam rumah. Lagi-lagi dia dibuat tercengang saat melihat siapa yang sedang berbincang dengan kakaknya....Rafael!
"Kak Rafa disini?" tanyannya nyaris berbisik.
"Seperti yang kau lihat." balas Rafa seadanya.
"Kakak mau apa kemari?" Leon langsung melotot marah mendengar pertanyaan adik bungusnya.
"Pertanyaan macam apa itu Milea?? Rafa kemari karena tak ingin papa salah paham dan banyak berpikir soal hubungan kalian. Bukannya berterimakasih, kau malah bersikap aneh dan menyebalkan seperti itu!" sarkas Leon cepat. Sungguh, dia merasa tak enak hati pada sahabat sekaligus iparnya tersebut.
"Tapi aku mau disini kak!" Milea meradang hingga wajahnya memerah. Leon yang mendengar bantahan sang adik ikut tersulut emosi pula. Entah bagaimana menyembunyikan wajah keluarganya jika Milly benar akan pulang kembali ke rumahnya dihari pertama tinggal di rumah
"Lee...sudahlah. Mungkin Milly rindu rumah." lerai Rafa lembut. Tak ada nada marah dalam tiap perkataannya.
"Bawa dia pulang Raf! Ini bukan lagi rumahnya." Milly langsung menangis manakala mendengar perkataan kakaknya. Dia seperti diusir dari rumahnya sendiri dan sama sekali tak diakui sebagai keluarga lagi.
"Biarkan Milly menginap disini Lee. Mungkin dia memang belum siap jadi menantu di rumah kami." Apa Milea tak salah dengar? Pria yang seharusnya marah akan perbuatannya itu malah memberi ruang padanya, tulus. Sesaat Milea seperti mendapatkan tamparan halus diwajah cantiknya.
"Kalau begitu kau juga harus menginap disini Raf." Rafael menggeleng.
"Itu tak bisa kulakukan Lee. Kau tau jika aku akan kesusahan menyelesaikan pekerjaanku jika ada disini bukan? jadi biarkan Milly ada disini untuk sementara. Jika kau berkata ini bukan lagi rumahnya, anggap saja aku menitipkan istriku padamu." Leon tak lagi meneruskan ucapannya. Dia amat tau jika saat ini Rafael sedang amat sibuk mengurusi puncuran produk terbarunya. Perasaan kecewa bergelayut dihatinya pada Milea. Istri yang bahkan sama sekali tak mengerti kesibukan suaminya.
"Lalu om dan tante?"
"Tenanglah..aku akan menjelaskan semuanya pada mereka." Rafael segera berdiri menuju pintu, mengacuhkan Milea seperti pagi tadi lalu menuju mobilnya.
"Raf..tolong maafkan Milly." Leon sadar harus berkata begitu pada sang ipar. Tak ada jawaban, Rafa hanya mengangguk sekilas. Perasaan sang kakak jadi makin tak tenang.
"Apa kau sudah berencana mengembalikan Milly pada kami?" tanyanya hati-hati. Rafael urung masuk ke mobilnya.
"Aku pria sejati yang akan menepati janjiku bagaimanapun sikap Milea padaku."
iki onok nofel kocak