Warning!!!!!!!!
ini adalah novel yang sangat menguras emosi bagi yang tahan silahkan di lanjut kalau yang tidak yah, di skip aja
kalo mental baja sih aku yakin dia baca!!
Tak bisa memberikan anak adalah sesuatu yang sangat menyakitkan bagi seorang wanita. Hal itu bisa meruntuhkan hubungan baik yang sudah tertata rapi dalam sebuah ikatan pernikahan. Dia adalah Rika, wanita yang berhayal setinggi langit namun yang di dapatkannya tak sesuai ekspektasi.
Dirinya mandul? entahlah, selama ini Rika merasa baik-baik saja. lalu kenapa sampai sekarang ini iya masih belum punya anak?
Mungkin ada yang salah.
Yukk!! ikuti kisahnya dalam menemukan kebenaran.
Kebenaran harus diketahui bukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrena Rhafani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15
"Tintooonngg ...!! Tinnntoongg ...!!Tiinnggtoonngg ...!!"bunyi bel rumah tuan Huda ditekan seseorang.
Tuan Huda yang tadinya sedang asyik membaca koran langsung menghentikan aktivitasnya.
"Mah, itu mungkin Rika dan suaminya." Kata tuan Huda pada istrinya yang sedang duduk di sampingnya.
"Mungkin saja pah. Yasudah, papa harus kembali ke kamar."kata Bu Rossa.
Tuan Huda pun berlari tipis-tipis masuk ke dalam kamar. Segera iya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Iya harus terlihat masih mengidap penyakit stroke berbahaya itu.
Sementara itu, Bu Rossa segera membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
Dari balik pintu, muncul dua seseorang yang sudah lama ditunggu-tunggunya.
"Rika!"ujarnya senang sembari memeluk anak semata wayangnya yang sudah menikah itu. Rasa rindu terasa meleleh seketika.
"Mah, Rika kangen."ucapnya dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.
"Sayang, mama disini. Sekarang kamu bisa memeluk mama sesukamu." Sepasang ibu dan anak itu terus berpelukan hingga melupakan Dion yang sudah berdiri di belakang Rika sedari tadi.
"Ehhhemmm ...!!batuk Dion memecah suasana.
"Eh maaf, mama sampai lupa. Nak Dion apa kabarmu?" Sambut Bu Rossa sembari memeluk sekejap menantunya.
"Dion baik Mah."
"Yasudah, ayo masuk,"ajak Bu Rossa. Rika dan dion pun masuk ke dalam.
Dekorasi dalam rumah besar dan mewah itu dari Rika kecil sampai sekarang belum mengalami perubahan sedikitpun.
Bu Rossa dan tuan Huda tak pernah mengubah apapun di dalam rumahnya, itu semua untuk mengenang kenangan Rika di masa kecil hingga sekarang.
"Mah, papa dimana?" Tanya Rika yang sedari tadi mencari sosok ayahnya.
"Mah kok kursi roda papa di sini? Emang dia sudah sembuh?"tanya Dion melihat kursi ayah mertuanya berada di ruang keluarga sementara orangnya tak ada.
Bu Rossa gugup seketika. Suaminya tadi langsung berlari masuk ke kamar tanpa menghiraukan kursi rodanya yang tertinggal.
"Oh tidak, papa kalian belum sembuh. Bahkan dari hari ke hari, tak ada perubahan dari dirinya." Jelas Bu Rossa.
"Lalu, kenapa kursi rodanya di sini?"tanya Dion lebih lanjut.
"Oh itu tadi, mama suruh orang untuk memperbaikinya. Eh mama lupa deh taro di kamar kembali." Tambahnya menjelaskan.
Bu Rossa harus membuat menantu dan anaknya mempercayai perkataannya. Jika tidak, semua rencana pura-puranya pasti akan ketahuan. Niat jahat Dion pasti tak akan bisa dibongkarnya.
Rika langsung berlari menuju kamar ayahnya. Tuan Huda sudah lama sakit, dan sampai sekarang belum ada perubahan.
Rika menangis sedih mengetahui ayahnya belum juga sembuh dari penyakitnya.
Rika mendapati ayahnya terbaring lemah di tempat tidur. Air matanya seakan tak punya penyangga untuk menahannya agar tak jatuh.
Betapa pedih hatinya melihat orang yang iya sayangi berbaring tak berdaya di tempat tidur. Rika memeluk ayahnya.
"Pah, Rika pulang. Rika rindu papa."ucapnya dengan tangis menggema di ruangan.
"Papa kapan sembuh? Rika pengen main tenis lagi sama papa. Pah, Rika sayang papa, cepat sembuh pah."tangis Rika tiada henti.
Air mata tuan Huda pun jatuh melalui sudut matanya. Sekarang ini, hatinya pasti sedih melihat anaknya menangis begitu.
Iya terpaksa melakukan ini semua, Rika harus tau sifat busuk suaminya secepatnya agar sandiwara ini dapat berakhir.
Rika menyeka air mata papanya. Iya yakin, ayahnya kini sedang mendengar perkataannya makanya menangis juga.
Dion mengelus pundak istrinya untuk menenangkannya.
"Sudahlah, Rik. Jangan menangis lagi. Biarkan papa istirahat, mama memanggilmu."ucap Dion.
"Mas, kasihan papa. Dia pasti menderita dengan sakitnya ini."tambah Rika dengan air mata yang masih membasahi npipinya.
Dion dengan lembut menyeka itu semua.
"Rika, Mas tau, tapi kita bisa apa? Ini sudah takdir ayahmu."
"Sudahlah, biarkan Mas menjaganya sebentar. Sana, mama memanggilmu."kata Dion.
"Baiklah,"Rika pun keluar dari kamar ayahnya.
Di dalam kamar, kini hanya tingga Dion dan ayah mertuanya. Iya menatap dingin ke arah pria setengah tua yang sedang terbaring tak berdaya itu.
Perlahan iya dudukkan tubuhnya di kursi yang tadi di duduki Rika.
"Pah, apa kabarmu? Ini aku, menantumu. Orang yang membuatmu sakit begini hahahaha ...!!"cakap Dion disertai tawa di ujung kalimatnya.
Tuan Huda hanya tetap memejamkan matanya. Iya berpura-pura tidur namun sebenarnya iya sedang mendengarkan menantu tak tahu dirinya itu berbicara.
"Pah, aku senang sekali karena papa tak kunjung sembuh. Kenapa tak mati saja sih pah? Kalau papa mati, pasti aku akan tambah senang hahaha ...!!"tambah Dion dengan tawanya.
Iya terlihat sangat puas dengan kondisi ayah mertuanya sekarang ini. Dion ingin secara keseluruhan mengambil semua harta tuan Huda makanya iya menginginkan kematiannya.
Inilah sifat asli pria yang menjadi suami dari anaknya. Awalnya baik karena ada tujuan yang harus dicapainya.
Dion meletakkan tangannya di atas lutut ayah mertuanya. iya mencengkram dengan kuat lalu berkata.
"Apa di sini sakit? Pah, katakan? apa sakit jika kupukul begini?" Tanyanya dengan tatapan kosong namun menakutkan. Sekarang ini, iya terlihat sedang sakit jiwa dengan memasang wajah seperti itu.
"Pah, apa jika aku mengelus lehermu, kau akan berhenti bernafas?"
"Apa jika begitu kau akan mati?" Dion terus menanyai ayah mertuanya. Iya seakan sangat bernafsu untuk membunuh pria yang tak berdaya itu.
Dion bangkit dari duduknya, iya berjalan ke arah jendela yang ada di kamar itu. Iya mencoba mengirup udara untuk menenangkan dirinya sebelum bertemu istrinya nanti.
Jika Rika melihatnya dengan keadaan seperti sakit jiwa begini, pasti dia akan berfikir aneh tentangnya.
Kedua mata Dion tertuju pada sebuah kamera pengintai yang sedari tadi merekam aksi jahatnya. Rupanya, tuan Huda dan istrinya sudah menyiapkan rencana untuk membongkar kedoknya.
Dion panik seketika. Jika Rika melihatnya semuanya pasti akan berakhir. Dion jadi bingung sekarang. Segera iya berjalan keluar dari kamar tuan Huda.
****
Dion mendapati istrinya sedang menyiapkan makan malam di dapur. Iya mengambil segelas air putih lalu meminumnya. Wajahnya kini memerah karena ketakutan.
Bagaimana ini? Bisa gawat jika Rika melihat rekaman video itu.
"Rik, dimana mama?"tanya Dion. Iya tak melihat ibu mertuanya bersama dengan istrinya.
"mama di atas, dia di ruangan papa. Katanya mau melihat sesuatu."kata Rika.
Dion terkejut mendengarnya.
Segera setelahnya, Dion langsung bangkit dari duduknya, iya berjalan ke lantai dua untuk mencari ibu mertuanya.
"Mama pasti lagi di ruangan kontrol kamera pengawas itu."gumam Dion yakin.
Ibu mertuanya itu juga tau niat jahatnya selama ini. Hanya saja Bu Rossa tak berani untuk mengadukannya kepada Rika.
Mereka harus punya bukti yang kuat untuk membuktikannya bahwa Dion bersalah.
Dengan langkah seribu, Iya membuka pintu tiap ruangan untuk mencari keberadaan ibu mertuanya. Hasilnya nihil, iya sama sekali tak menemukan wanita setengah tua itu berada.
Sampailah iya di pintu ruangan terakhir.
........... happy reading...........
like and vote........
skip lah.. bosan