Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14- Ternyata Aku Dibohongi!!
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Marina tersenyum puas mendengar jawaban keponakannya itu.
“Iya, kalian masih ingat Gadis, kan? Putrinya om Vanno dan tante Najwa?” tanya Marina pada kedua anaknya.
“Iya, Mah, ingat. Apa kabar, Dis?” sambil tersenyum ramah, Puput mendekati Gadis dan memeluknya, begitu juga dengan saudaranya yang bernama Pipit.
“Baik. Kalian berdua apa kabar? Pada cantik-cantik banget,” puji Gadis sebagai basa-basi.
“Itu karena tante selalu mengajari mereka cara berperilaku layaknya wanita yang anggun dan feminim. Bukan berperilaku seperti pria dan preman,” sindir Marina dengan angkuhnya tanpa disadari oleh Gadis.
“Oh iya, Tante, rumah ini nggak ada pembantunya, ya? Kok, semua pekerjaan rumah mereka yang kerjain.” Gadis menatap kesekelilingnya, berusaha mencari keberadaan orang-orang yang bekerja dirumah itu.
“Kata siapa tidak ada? Kamu pikir punya rumah sebesar ini, Tante tidak mampu membayar pembantu?” ucap Marina tersinggung.
“Habis, anak disuruh ini itu. Sebenarnya, Tante itu ibu kandung, apa ibu tiri sih?” tanya Gadis blak-blakan tanpa peduli pertanyaannya itu sopan atau tidak.
Dan sikapnya membuat Marina semakin kesal hingga menatapnya tajam.
“Sembarangan aja kalau bicara. Sudah, kalian berdua antar dia kekamar. Besok, baru kita bicara,” titah Marina pada kedua anaknya.
“Bicara soal pelatihan bola dan balapan itu ya, Tante?” Gadis tersenyum antusias.
“Iya dong, sayang. Sekarang kamu istirahat ya. Besok baru kita mulai.” Marina tersenyum penuh arti. Gadis tidak sadar kalau sang tante sedang meledek dan mengelabuinya.
“Oke, Tante.”
Senyum Gadis semakin lebar saat dia mengikuti kedua sepupunya itu yang membawanya menuju kamar barunya.
“Siapa juga yang sudi melatihmu untuk semakin menjadi laki-laki? Dasar anak bar-bar,” gumam Marina mencibir.
Berbagai rencana untuk mendidik dan menyiksa keponakannya sudah ada didalam kepalanya sejak masih dirumah kakak sepupunya tadi.
Dan, sekarang dia sudah tidak sabar ingin melakukan eksekusinya. Apalagi, Vanno juga sudah membebaskannya untuk melakukan apapun pada pada putrinya yang selalu membuat masalah itu.
***
“Ini pel buat apaan?” Gadis bingung saat Pipit dan Puput menyerahkan peralatan mengepel lantai padanya.
“Kata Mama, ini adalah latihan hari pertama,” jawab Pipit.
“Iya, emang ini latihan hari pertama. Tapi, sejak kapan latihan sepak bola dan balapan menggunakan alat pel, dan dilakukan didalam rumah? Lagian, penampilan lho berdua kayak gini, mau ngelatih gue?” Gadis memperhatikan penampilan kedua sepupunya itu dengan heran.
Keduanya mengenakan dress, high heels dan riasan wajah. Jadi, rasanya sangat tidak mungkin kalau mereka bisa melatihnya kan?
Pipit dan Puput saling bertatapan dengan bingung, lalu mereka kembali menatap Gadis.
“Mama nggak ada bilang, kita disuruh melatihmu main bola atau balapan,” ucap Puput.
“Terus, ini disuruh melatih apa?” Gadis menunjuk peralatan pel itu.
“Mama suruh kita untuk melatih dan mengajarimu, cara berperilaku seperti wanita pada umumnya. Jadi, kamu harus bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah,” jawab Pipit yang diangguki oleh adiknya yaitu Puput.
“Iya, nanti kita juga disuruh untuk mengajarimu cara berdandan seperti kita.”
Gadis mengangkat tangannya ke udara.
“Tunggu dulu. Jadi, selama disini gue bakal diajari cara menjadi wanita? Bukan dilatih main bola atau balapan?”
“Bukan.” Pipit dan Puput menggeleng kepala dengan kompaknya.
Gadis berusaha berpikir dan mencerna kenyataan yang sebenarnya.
“Gue mau tanya nih, nyokap lho pelatih sepakbola dan moto GP bukan?” dia menatap kedua saudara sepupunya itu dengan tajam.
“Kalau bukan, kenapa?”
Ketiganya terkejut saat ada suara nyaring yang tiba-tiba menyahut mendahului Pipit dan Puput. Spontan mereka menoleh.
“Kamu mau marah?” Marina berjalan menghampiri mereka dengan tatapan tajam yang ditujukan pada Gadis.
Gadis tersenyum dan mengangguk paham.
“Oh, aku ngerti sekarang. Jadi, Tante udah bohongi aku dan juga keluargaku?”
Marina tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari keponakannya itu.
“Ternyata kamu itu bodoh juga ya. Tante memang sudah membohongimu, tapi tidak dengan orang tuamu.”
“Jadi, maksudnya… kalian sekongkol?” tanya Gadis memastikan. Sekarang dia benar-benar paham. Pantas saja kemarin sikap orang tuanya sedikit aneh saat membujuknya. Ternyata karena mereka berbohong?
“Sudah selesaikan penjelasannya? Kamu sudah ngerti semuanya? Sekarang nggak usah banyak ngoceh lagi, cepat kamu kerjakan apa yang mereka katakan,” titah Marina dengan nada tinggi dan tatapan tajam sambil berkacak pinggang, persis seperti ibu tiri yang sedang mengomeli anak tirinya.
“Malah melotot lagi. Kamu tuli?” teriak Marina yang semakin gusar karena Gadis tidak kunjung melaksanakan perintahnya, tapi gadis itu malah melotot seakan menantangnya.
“Kamu sudah pernah belum, merasakan dipukul pakai sapu pel ini? Kalau belum, mau merasakannya sekarang?! Hah?!” teriak Marina sambil merebut sapu pel dari tangan Puput, lalu mengangkatnya kearah Gadis yang tidak tampak takut sedikitpun. Malah dia dengan santainya berpangku tangan dan menatap Marina dengan tatapan menantang.
“Masih melotot juga! Nantangin kamu?! Kamu pikir Tante tidak berani menghajarmu? Asal kamu tau ya, papamu sudah memberikan wewenang sama Tante untuk melakukan apapun sama kamu, karena dia sudah lelah mendidik anak badung dan susah diatur sepertimu!”
Gadis tetap tidak bergeming padahal urat leher tantenya seakan mau putus menahan amarah akan sikap bebalnya. Gadis ingin tau, sampai sejauh mana tantenya ini akan bersikap sok berkuasa didepannya.
"Malah diam lagi. Cepat, sekarang kamu ambil sapu ini dan kerjakan tugasmu? Cepat!” teriak Marina dengan volume suara yang semakin naik. Emosinya sudah naik ke ubun-ubun menghadapi keponakan badungnya ini.
Pipit dan Puput masih menyaksikan perseteruan antara ibu dan saudara sepupu mereka dengan takut. Mereka merasa sebentar lagi akan terjadi perang dunia antara kedua wanita itu melihat watak keduanya yang sama-sama keras.
“Kalau aku nggak mau, Tante mau apa? Mau ngajak ribut?” tantang Gadis yang masih berpangku tangan. Dan itu membuat Marina semakin meradang hingga tidak bisa lagi menahan emosinya.
“Kurang ajar! Berani ya kamu membantah! Sini kamu!” Marina mendekati Gadis dengan sapu ditangannya yang hendak dia gunakan untuk menghajar sang keponakan.
“Mah, jangan, Mah.” Pipit dan Puput berusaha menahan sang ibu agar tidak memukul Gadis.
“Apaan sih kalian? Minggir nggak? Mau dihajar pakai ini?!” teriak Marina sambil melotot dan mengancam kedua putrinya dengan mengangkat sapu kedepan mereka.
Kedua gadis itu menggeleng takut melihat sapu ditangan ibu mereka. Bukan tanpa alasan, mereka sudah berulang kali dihajar dengan sapu atau kemoceng hingga membuat mereka tidak pernah berani membantah sang ibu.
“Makanya, nggak usah sok jadi pahlawan!” Marina membentak keduanya, lalu kembali beralih pada Gadis.
“Sekarang kamu rasakan ya. Kamu pikir, Tante ini seperti orang tuamu, tidak berani menghajarmu?” dengan emosi yang sudah tidak dapat dibendung lagi, Marina benar-benar menggunakan sapu ditangannya untuk menghajar Gadis.
Namun sebelum sapu itu mendarat ditubuhnya, Gadis sudah lebih dulu menangkapnya dan memutarnya hingga tangan Marina ikut terpelintir.
BERSAMBUNG