Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Rencana licik
Hati Mirna berdetak dengan cepat mengetahui jawaban dari suaminya.
"Jawabannya sama Umi," jawab Ustad Fariz.
"Setiap hari?" tanya Umi Sarifah kembali.
Ustad Fariz mengangguk membenarkan. Namun dia tetap diam tak bersuara.
"Lalu apa yang Ustad tunggu? Aku tau jawabannya meskipun Ustad gak ngasih tau," sahut Ustad Jaki.
Kaki Mirna lemas. Dia bingung apalagi yang akan dia lakukan agar dia tidak diceraikan. Sekarang ini Mirna berpikir bahwa Ustad Fariz akan menceraikannya dan menikah dengan Rhea. Maka jalan satu-satunya adalah dia harus memberikan ijin suaminya untuk berpoligami dengan menikahi Rhea. Segera Mirna kembali ke rumahnya dan mencari ide untuk rencana ke depannya.
"Aku takut tidak bisa membahagiakan mereka berdua dan aku takut jika nantinya Rhea akan bersedih jika Mirna menyakiti hatinya," suara Ustad Fariz melemah jika membahas tentang hubungannya dengan Rhea.
"Ada Allah yang akan memberikan petunjuk dan jalan keluar setiap permasalahan Le. Cobalah berserah diri dan keluhkan semua ketakutanmu itu, memintalah petunjuk darinya," nasehat Umi Sarifah.
"Baik Umi, nanti malam Fariz lakukan lagi," ucap Ustad Fariz.
Setelah itu Ustad Fariz dan Ustad Jaki kembali ke Pondok Pesantren untuk mengajar kembali.
Rhea merasa hari-harinya tidak seperti kemarin-kemarin setelah dia dilabrak Mirna waktu itu. Dia kembali menjadi Rhea yang sebelum bertemu dengan Ustad Fariz kembali. Rhea menjadi kurang bersemangat, jiwanya seperti kosong, seperti ada yang hilang.
Rhea tidak mau sebutan pelakor itu melekat pada dirinya. Ditariknya nafas dalam-dalam dan dihembuskannya perlahan untuk menguatkan hatinya dan mengawali harinya. Bismillahirrahmanirrahim.......
Seperti biasa Rhea berbelanja di pasar diantar oleh Pak Sardi, namun kali ini ditemani oleh Bik Darmi karena sekalian berbelanja untuk kebutuhan yang lainnya.
Rhea berhenti di depan toko buku yang menjadi saksi bertemunya kembali cinta pertamanya.Rhea tidak sadar langkahnya berhenti ketika berada di depan toko buku itu. Di lihatnya tempat bertemunya kembali dia bersama Ustad Fariz yang sangat jelas terlihat dari luar toko buku tersebut. Bayangan dirinya yang tidak sengaja bertabrakan dengan Ustad Fariz dan kemudian mereka mulai berbicara, semua itu terulang dengan jelas di pikirannya sehingga pada saat melihat tempat itu seolah nyata dimatanya.
Bik Darmi menyadarkan lamunan Rhea dan mereka mulai pergi ke kios yang akan mereka tuju. Rhea dan Bik Darmi berpencar mencari kebutuhan mereka masing-masing agar cepat selesai.
Ketika di kios sayur, Rhea tidak sengaja bertemu dengan Mirna. Tangan mereka mengambil sayuran yang sama.
"Mbak...," sapa Rhea dengan tersenyum.
Mirna menatap sinis dan merebut sayuran yang ada di tangan Rhea dan menaruh di tempat belanjaannya.
"Mbak, itu kan punyaku," ucap Rhea dengan pelan.
"Memang, aku tau itu punyamu," jawab enteng Mirna sambil memilih sayuran yang lain.
"Kenapa gak milih yang lain mbak?" tanya Rhea dengan suara pelan, karena takut terdengar yang lain.
"Gimana rasanya milikmu diambil orang lain?" tanya Mirna sambil tersenyum sinis.
"Maksud Mbak apa?" tanya Rhea.
"Maksudku apa? Kamu itu pelakor yang merebut suamiku. Apa kamu masih mau mengelak?" seru Mirna dengan suara yang keras sehingga membuat semua orang menoleh pada mereka.
Bik Darmi yang ada di kios sebelah mendengar semuanya. Bik Darmi segera mendekat pada Rhea.
Terdengar bisik-bisik dari orang-orang di sana bahwa mereka menggunjing dan merendahkan Rhea.
Mirna memang sudah terkenal di sana karena dia istri dari seorang Kyai di Pondok Pesantren Al-Mukmin.
"Bu Mirna, apa benar dia seorang pelakor?" tanya seorang Ibu yang ada di situ.
Mirna hanya memasang wajah sedih dan tidak banyak bicara.
"Pasti benar itu Bu, lihat dia aja gak berhijab. Tapi gak mungkin Kyai Fariz bisa menyukai wanita seperti itu?" kata seorang Ibu yang lain.
"Dasar pelakor. Bisanya merebut milik orang lain," cibir seorang Ibu yang lainnya.
"Dia bukan pelakor. Dia wanita baik-baik. Dia tidak pernah merebut suami orang," seru Bik Darmi dengan suara tinggi.
Rhea hanya bisa diam. Air matanya mengalir tak bisa dibendung. Cibiran dan gunjingan orang-orang masih terngiang jelas di telinganya.
"Udah.. udah Bu Ibu, teruskan belanjanya," ucap Ibu penjual kios tersebut menengahi.
"Uuh dasar pelakor," ucap seorang Ibu dengan suara kerasnya.
"Ibu kalau gak ngerti gak usah ngomong," bentak Bik Darmi pada Ibu tersebut.
"Udah Bik.... ayo pulang," suara Rhea lemah dan bergetar.
Bik Darmi segera membawa Rhea masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil air mata Rhea terus menetes tak kunjung henti. Rhea mengusap kasar air matanya namun air mata itu seolah meluap tanpa henti dari sumbernya.
Pak Sardi menoleh pada Bik Darmi yang duduk di sebelahnya. Bik Darmi hanya mengangguk. Lantas Pak Sardi tidak menanyakan apa-apa lagi.
Sesampainya di rumah. Rhea segera masuk ke dalam kamarnya. Dia sudah tidak bisa lagi menahan sakit hatinya. Semua perkataan ibu-ibu tadi menyakiti hatinya, terutama tuduhan yang diberikan oleh Mirna.
Rhea menumpahkan semua laranya pada coretan penanya. Tangisannya bertambah menjadi ketika dia mengingat kembali hal-hal yang menyebabkannya sakit hati. Dia bersembunyi di balik selimut tebal dan menutup wajahnya dengan bantal untuk meredam suara tangisnya.
Bik Darmi menceritakan semuanya pada Pak Sardi. Mereka ragu akan melaporkan hal ini pada orang tua Rhea atau tidak. Namun mereka yakin jika Rhea pasti tidak memperbolehkan mereka untuk mengatakannya pada orang tuanya. Oleh sebab itu Pak Sardi dan Bik Darmi membatalkan niatnya untuk melapor pada majikannya.
Seharian Rhea tidak keluar dari kamarnya. Bik Darmi cemas akan keadaan Rhea. Bik Darmi mengetuk-ngetuk dan memanggil nama Rhea namun Rhea tak menyahut sama sekali. Bik Darmi jadi sangat bingung dan cemas. Dia bertanya pada Pak Sardi apa uang harus mereka lakukan untuk membujuk Rhea agar mau keluar dari kamarnya.
Pak Sardi menemui Umi Sarifah untuk meminta pendapatnya. Umi Sarifah kaget mendengar cerita dari Pak Sardi. Beruntung saat itu Ustad Fariz dan Ustad Jaki sedang berada di Pondok bersama dengan Ustad dan Ustadzah yang lain untuk membahas acara di bulan Ramadhan dan penerimaan santri baru. Jika mereka tahu apa yang dilakukan oleh Mirna, sudah bisa dipastikan Mirna akan dimarahi oleh suaminya.
Umi Sarifah ikut dengan Pak Sardi ke rumah Rhea untuk membujuk Rhea agar mau keluar dari kamarnya.
Umi Sarifah mengetuk dan memanggil nama Rhea, namun tak juga dibukakan pintu oleh Rhea. Bik Darmi disuruh Pak Sardi untuk mengambilkan kunci cadangan kamar Rhea. Dan pintu pun berhasil terbuka.
Umi Sarifah membuka selimut yang menutupi wajah Rhea. Umi Sarifah meneteskan air matanya melihat keadaan Rhea yang terlihat pucat dan sembab karena kebanyakan menangis. Umi Sarifah membantu Rhea untuk duduk.
"Umi....," suara Rhea sangat lemah dan bergetar.
Rhea menangis di pelukan Umi Sarifah. Umi Sarifah merasa iba melihat Rhea yang menangis tanpa henti, bahunya bergetar naik turun menandakan tangisannya yang luar biasa.
Umi Sarifah berbicara dari hati ke hati bersama Rhea. Umi memberi kekuatan pada Rhea melalui setiap perkataannya. Rhea merasa bahwa Umi Sarifah bisa menjadi penyemangat baginya. Setelah itu Bik Darmi mengantarkan makanan untuk Rhea, dan Umi Sarifah menyuapinya dengan telaten.
"Rhea, Umi pulang dulu ya, dan ingat kamu tidak boleh larut dalam kesedihan. Umi akan selalu membantu kamu agar kamu bisa melewatinya dengan sabar dan ikhlas," Umi Sarifah berpamitan pada Rhea.
Rhea mengangguk dan tersenyum.
"Terima kasih Umi. Maaf Umi harus datang kemari malam-malam begini," ucap Rhea yang masih terdengar lemah dan mencoba untuk kuat.
"Umi senang bisa kesini. Dan Umi harap kamu bisa menginap di rumah Umi agar kita bisa belajar lebih dalam lagi tentang agama," Umi tersenyum dan memeluk Rhea.
"Insya Allah Umi," jawab Rhea.
Rhea senang memiliki sosok Umi di dekatnya ketika dia rapuh karena bisa membantu menenangkannya dan menguatkannya. Dia memang memerlukan sosok seperti Ibunya di kala dia jauh dari orang tuanya. Tak heran jika Ustad Fariz begitu menyayangi dan menghormati Umi Sarifah.
Di kala senang Rhea juga senang bersama Umi Sarifah karena beliau bisa memposisikan dirinya menjadi seorang teman bagi Rhea. Tentu saja seorang teman yang dihormati, jadi tidak mengurangi kehormatan seorang Umi Sarifah yang merupakan istri dari Kyai besar di Pondok Pesantren Al-Mukmin.
Sepulang dari rumah Rhea, Umi Sarifah ditodong banyak pertanyaan oleh Ustad Fariz dan Ustad Jaki. Namun Umi Sarifah enggan mengatakan yang sebenarnya karena tidak maj hal tersebut menjadi beban untuk Ustad Fariz. Umi hanya mengatakan bahwa Umi Sarifah ada urusan yang harus cepat ditangani.
Namun Ustad Jaki tidak begitu saja percaya dengan yang dikatakan oleh Umi Sarifah. Karena sebenarnya Ustad Jaki melihat Umi Sarifah turun dari mobil milik Rhea dan melihat Pak Sardi yang mengemudikannya.
Setelah Ustad Fariz pulang ke rumahnya, Ustad Jaki menodong Umi Sarifah agar mau mengatakan yang sejujurnya. Akhirnya Umi Sarifah mengatakan yang sebenarnya.
"Umi, Jaki aja merasa marah mendengar ini, apalagi Ustad Fariz, dia pasti akan sangat marah jika mengetahui Zahra nya di permalukan Mbak Mirna di depan orang banyak," Ustad Jaki emosi mendengar cerita Umi Sarifah.
"Mangkanya itu Le, jangan kasih tau dulu Ustad Fariz sebelum dia menentukan pilihannya," ucap Umi Sarifah.
"Gak bisa gitu dong Umi, sama aja kita gak membantu Ustad Fariz. Dia pasti akan malu mempunyai istri seperti Mbak Mirna. Dia benar-benar mempermalukan Pondok Pesantren Al-Mukmin Umi," Ustad Jaki memprotes keputusan Umi.
"Kita pasti akan bantu dia Le, tapi dengan jalan lain. Tadi Rhea sudah janji sama Umi akan menginap disini, tapi belum tau kapan. Umi tidak bisa memaksanya karena dia sekarang benar-benar sedih dan butuh ketenangan," Umi Sarifah menenangkan Ustad Jaki.
"Baiklah, Jaki juga akan bantu dengan cara lain Umi," Ustad Jaki menyetujui permintaan Umi Sarifah. Dia mencoba mencari ide untuk melancarkan rencananya.
Di rumah Ustad Fariz tidak banyak bicara dengan Mirna karena Mirna mencoba menjelek-jelekkan Rhea dengan menceritakan bahwa mereka tadi bertemu di pasar dan Rhea mengabaikannya meskipun Mirna sudah menyapanya.
Ustad Fariz tidak percaya dengan ucapan Mirna, maka dari itu Ustad Fariz hanya diam tidak menanggapi apapun yang diucapkan istrinya.
Di malam harinya, seperti biasa Ustad Fariz menjalankan shalat dan meminta petunjuk pada Allah tentang hatinya dan tentang permasalahan rumah tangganya. Mirna mencoba menguping setiap malam ketika Ustad Fariz berdoa. Ternyata suaminya itu memang sangat mencintai wanita yang sangat dibencinya, Rheina Az Zahra.
Pagi harinya ketika di Pondok, Ustad Jaki meminta tolong Ustad Fariz untuk menghubungi Rhea agar melaksanakan acara bedah bukunya yang ketiga.
Ustad Fariz masih diam mendengarkan sambil mengerjakan pekerjaannya. Namun Ustad Jaki berhasil memancing rasa cemburu Ustad Fariz kembali.
Ustad Jaki mengambil ponsel Ustad Fariz dan dengan terang-terangan dia memasukkan nomer ponsel Rhea ke kontak ponselnya.
Ustad Fariz hanya melirik saja. Jujur dia ingin sekali mendengar suara Rhea dan ingin bertemu dengannya, namun Ustad Fariz menahan dirinya sampai dia berhasil memantapkan dirinya.
"Assalamu'alaikum... Ukhti cantik....," sapa Ustad Jaki pada seseorang di seberang sana.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku