Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Bulan Ramadhan
Sayup-sayup terdengar suara Qira'ah di Masjid, menandakan Subuh telah tiba aku yang semalam tidak nyenyak tidur pun memilih keluar dari kamar dan mencari ayah yang entah tidur dimana semalam.
Tanpa membuat kegaduhan aku melangkah menuju ruang tamu, kulihat ruang tamu kosong lalu aku mencoba melihat di balik jendela mencari keberadaan Ayah. Di depan rumah tidak ada siapapun dan aku mencoba menaiki meja belajar yang bersebelahan dengan kamar orang tuaku, kulihat Ayah dan Ibu tidur bersama seketika itu perasaanku lega entah kapan Ayah dan Ibu berbaikan tapi aku sangat bersyukur mereka tidak menuruti emosi.
Hari-hari ku lalui tanpa adanya kendala yang berarti, suatu hari Alea bermain di dekat tempat ayah bekerja. Seusia Alea memang sedang aktif-aktifnya suka bernyanyi, bertanya tentang berbagai hal dan bermain tentunya. Pada saat itu Alea bernyanyi lagu dari kartun dari negeri tetangga, si kembar yang banyak sekali tingkahnya,
"Tolong... Tolong... Ada serigala disini... Tolong... Tolong..."
Ayah yang kala itu mendengar Alea nyanyi hanya tersenyum lalu berkata,
"Hati-hati nanti jatuh ke selokan loh..."
Belum juga Ayah menutup mulutnya terdengar suara Alea minta tolong,
"Huuuaaa... Ayah... Tolong..."
Jerit Alea meminta tolong ke Ayah, Ibu yang mendengar jeritan Alea langsung menghampiri Alea dan dilihatnya baju Alea basah dan kotor karena jatuh diselokan, Ibu tak kuasa menahan tawanya akhirnya meledak lah tawa Ibu hal itu membuat Alea menangis histeris, Ayah yang melihat tingkah laku Ibu hany menggelengkan kepala.
"Kamu sih tadi nyanyi Tolong-tolong an, akhirnya minta tolong beneran kan?"
Ucap Ibu meledek Alea, Alea yang mendengar ledekan Ibu semakin kencang tangisannya,
"Udah sayang... Jangan di usilin lagi anaknya... Kasihan Lea, kamu bantu Lea mengganti pakaiannya gih..."
Perintah Ayah kepada Ibu, Ibu langsung mengajak Alea masuk ke kamar mandi.
Sepulang aku dari sekolah Ibu menceritakan tentang Alea yang terjatuh dari selokan, aku yang memang tidak bisa menahan tawa akhirnya tertawa terbahak-bahak mendengar cerita dari Ibu.
Menjadi anak pertama memang selalu dijadikan tempat bercerita, berkeluh-kesah bahkan dijadikan tempat pelampiasan amarah.
Sedari kecil aku sudah biasa akan hal itu, jika Ayah berpihak kepadaku ibu akan berpihak kepada Andi. Entah mengapa dunia orang dewasa begitu rumit, apakah untuk hal sepele harus diperbesar? Apa yang terjadi kedepannya? Yang jelas anak pun yang akan menjadi korbannya.
Aku selalu menikmati setiap momen yang ada dalam keluargaku, entah itu susah atau senang aku sangat menikmatinya dan aku bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Tak terasa bulan Ramadhan datang bertamu untuk satu bulan kedepan, bulan yang selalu di nanti kehadirannya dan bulan yang selalu mengajarkan kita tidak hanya menahan lapar tapi mengajarkan kita untuk menahan nafsu.
Aku yang sudah kelas 4 SD belajar untuk berpuasa satu hari penuh, hari pertama sampai hari ke 10 memang sedikit lemas dan bahkan berniat untuk membatalkan puasa tapi aku mencoba untuk bertahan alhasil aku bisa menjaga puasaku sampai waktu berbuka tiba.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap sehabis tarawih aku selalu ikut main "Banteng-bantengan", permainannya berkelompok cara mainnya adalah kubu A (kalah suit) harus mencari kubu B (menang suit) apabila tempat persembunyian kubu B ketahuan maka otomatis kubu A yang bersembunyi.
Kubu ku menang suit, kami semua mencari tempat persembunyian yang sekiranya sulit di temukan. Ada salah satu tetanggaku, aku tidak tahu sejak kapan dia begitu baik kepadaku,
"Na... Kamu jangan jauh-jauh dari aku, biar kamu tidak tertinggal dengan yang lain,"
Aku menganggukkan kepala dan mengekor dibelakangnya,
"Kak, kita mau sembunyi dimana?"
Tanyaku yang sedikit takut karena kami bersembunyi di semak belukar,
"Kita berpindah-pindah tempat saja, agar mereka sulit menemukan kita,"
Kami berenam akhirnya berpindah-pindah tempat, dari semak belukar, rumah warga sampai sungai pun kami lalui.
Karena keseringan berpindah-pindah tempat akhirnya kubu ku ketahuan, kubu yang lain bersembunyi dan kubu ku berusaha mencari.
Kami mencari di berbagai tempat sayangnya tidak ketemu juga, tempat terakhir yang kami kunjungi adalah jembatan. Jembatan yang terkenal angker tapi mau tidak mau kami mencari disana.
Sayup-sayup terdengar suara anak kecil mandi dibawah jembatan, suara cekikikan dan tawa yang bersahutan menandakan tidak hanya satu anak kecil tapi beberapa anak kecil, aku yang merasakan hal aneh hanya bertanya dalam hati,
"Anak siapa yang mandi malam-malam seperti ini di sungai bawah jembatan?"
Kelompok kami yang semula tidak berpikiran aneh lama-lama merasa janggal, kami melihat satu sama lain dan menelan ludah kasar sehingga salah satu dari kami lari tanpa aba-aba.
Aku yang semula masih banyak pertanyaan yang bersarang dikepala seketika itu pun di seret Kak Ilham, aku hanya mengikuti Kak Ilham yang menggenggam tanganku sambil berlari menjauh jembatan itu.
Saat itu juga aku merasa jantungku berdebar tak karuan, saat itu aku merasa kan jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Saat dirasa sudah jauh dari jembatan tersebut kami menyerah dan memilih mengakhiri permainan dikarenakan jam telah menunjukkan pukul 23.15 WIB. Semuanya kembali kerumah masing-masing.
Keesokan harinya tepat pukul 12.00 WIB Ibu menyuruhku membayar PLN melalui Kantor Pos. Aku ke Kantor Pos bersama tetanggaku yang juga teman sekelas ku, lagi-lagi aku bingung mengapa setiap aku sendiri ada saja yang mendekatiku dan mencoba berbaur denganku, sedangkan saat ada Milen tidak ada seorangpun yang mendekatiku.
"Na... Memang kamu bisa membayar tagihan PLN tanpa orang dewasa?"
Tanya Titi kepadaku,
"Kita sodorkan saja struk pembayaran PLN ini kepada petugasnya nantikan diproses kita tinggal bayar dan selesai, gampang kan?"
Titi menepuk dahinya,
"Oh iya ya... Aku kok tidak berpikiran kesana,"
Lalu kami berdua menaiki sepeda, aku berboncengan dengan Titi.
Sesampainya di Kantor Pos,
"Ada yang bisa saya bantu Dik?"
Ucap satpam yang menjaga didepan pintu,
"Ini Pak,"
Aku memberikan struk pembayaran kepada satpam tersebut,
"Ditunggu sebentar Dik, silahkan duduk disana!"
Menunjuk deretan kursi tunggu,
"Ayo Ti, kita duduk disana saja,"
Ajak ku kepada Titi,
"Enak sekali ya Na disini ada AC nya jadi bisa ngadem sebentar, hehehe..."
Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Titi,
"Ahmad Husaini!"
Panggil petugas Kantor Pos,
"Totalnya enam puluh lima ribu lima ratus rupiah Dik,"
Aku memberikan uang seratus ribu rupiah kepada petugas tersebut dan aku menunggu kembalian serta print out bukti pembayaran, setelah transaksi selesai aku mengajak Titi pulang,
"Ayo Ti kita pulang!"
Terik matahari menyengat sekali jalan menanjak membuat kami dilanda dahaga yang berkepanjangan, sayup-sayup suara adzan terdengar aku kala itu sudah tidak kuasa menahan dahaga yang tidak tertahankan meminum sedikit air saat wudhu dan aku bergumam lirih dalam hati,
"Maafkan hamba Ya Allah, hamba sudah tidak kuat menahan rasa haus ini."
Setelah berwudhu aku bersiap-siap menjalankan sholat dhuhur berjamaah.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya