Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Lembaran baru
Ayu menjejakkan kaki di kota metropolitan itu saat matahari belum sepenuhnya menyinari kota itu, meski begitu hiruk pikuk terminal antar kota antar provinsi itu sudah semarak menyambut kedatangan para pendatang yang ingin mengadu nasib di sana.
Ayu mengedarkan pandangannya mencari tranportasi yang bisa dia tumpangi menuju ke alamat yang diberikan Yanti kemarin.
Ayu mendekap erat tasnya ke depan dada sambil menghampiri seorang ojek yang duduk di atas motornya menunggu penumpang.
"Pak, bisa anterin saya ke alamat ini?" Ayu menyerahkan selembar kertas kepada Mamang ojek itu.
Mamang ojek itu membaca alamat itu lalu menyerahkan kertas itu kembali kepada Ayu.
"Agak jauh tapinya itu alamat, Non! Seratus ribu ongkosnya, situ berani nggak?"' tanya Mamang ojek dengan suara kasarnya.
"Nggak papa deh, Mang!"
Setelah Ayu setuju dengan ongkos itu, Ayu pun naik ke atas boncengan dan motor itupun melaju membelah jalanan Jakarta yang sudah tampak ramai dengan pengendara motor lainnya.
Saat motor itu masuk ke daerah padat penduduk, Ayu langsung menepuk pundak abang gojek itu untuk berhenti.
"Kenapa, Non?" tanya Mamang itu sambil mengerem motornya.
"Tunggu sebentar, Bang! Itu ada lowongan pekerjaan!" Ayu menunjuk sebuah warung tegal yang memasang kertas di papan warungnya.
Untung abang ojek itu baik dan tak mengeluhkan apa-apa kepada Ayu.
Ayu bergegas turun dan melongokan kepalanya ke dalam warung itu melalui pintu yang terbuka setengah.
"Permisi, permisi, Bu!" teriak Ayu untuk menarik siapa saja yang ada di dalam warung tersebut.
"Belum buka, Mbak!" teriak seorang perempuan dari arah dapur.
"Saya mau nanya lowongan pekerjaan yang tertempel di depan situ!" ucap Ayu lagi.
Berhasil! Seorang perempuan dengan tubuh gempal keluar dari balik pintu dapur.
Dia memindai penampilan Ayu yang sederhana dan bersih, lalu mempersilakan Ayu duduk di bangku panjang yang biasanya dipakai oleh pengunjung yang makan di sana.
"Beneran mau kerja? Di sini kerjanya serabutan lho, berat!" ucap Ibu itu memastikan.
"Iya, Bu!" Ayu mengangguk mantap, tak mengapa dia kerja keras dulu untuk mengumpulkan uang buat dia melanjutkan studi ke bangku kuliah.
"Kalau kamu beneran mau kerja, tunggu ibu dateng ke sini dulu, biasanya jam sembilan dia baru nyampai!" ucap ibu itu lagi.
"Baik!"
"Nama kamu siapa?"
"Ayu, Bu!"
"Saya Darmi!"
Ayu segera menyerahkan ongkos kepada abang ojek itu dan menunggu pemilik warung datang sambil membantu Mbok Darmi menyiapkan beberapa makanan untuk dijual.
"Mbok Darmi kerja sendiri di sini?" tanya Ayu setelah selesai mencuci piring.
"Biasanya ada yang bantuin masak tapi beberapa hari yang lalu keluar, makanya ibu nyari karyawan lagi."
Ayu manggut-manggut mengerti, tak lama kemudian si pemilik warung datang dan menyapa Mbok Darmi.
"Ini Ayu, Bu! Dia mau melamar pekerjaan di warung ini!" ucap Mbok Darmi.
"Di warung ini pekerjaannya berat lho, Yu! Serabutan dan harus mau melakukan pekerjaan apapun!" ucap Bu Widya mengingatkan.
"Nggak papa, Bu! Saya siap untuk melakukan pekerjaan berat sekalipun!" Ayu mengangguk setuju.
"Oke kalau begitu, saya terima kamu bekerja di warung saya, gaji pertama saya kasih kamu segini!" Bu Widya menuliskan sejumlah uang ke atas kertas dan menunjukkan kepada Ayu.
"Baik, Bu! Terima kasih banyak!" ucap Ayu penuh rasa syukur.
"Rencana mau tinggal di mana, Yu?" tanya Widya setelah tahu Ayu baru saja tiba dari kampung.
"Ini saya baru mau cari kontrakan yang deket-deket sini aja, Bu!" jawab Ayu sopan.
"Di belakang ada kamar kosong, sebelah kamarnya Yu Darmi, kalau kamu mau kamu bisa nempatin ruangan itu, tapi memang harus dibersihin dulu dan sederhana banget!"
Ayu terlihat sumringah atas kebaikan Widya kepadanya itu, dengan cekatan Ayu mulai membersihkan ruangan itu.
Sore hari saat kondisi ruangan itu telah bersih dan siap dipakai, Ayu pun ke depan untuk membantu warung makan itu.
"Makan dulu, Yu!" panggil Mbok Darmi saat Ayu menampakkan batang hidungnya.
"Makasih, Mbok!" Ayu pun duduk di samping Mbok Darmi dan menerima piring.
"Ini karyawan barunya, Mbok!" Seorang perempuan kurus muncul dari depan sana.
"Siti, kenalin ini Ayu!" Mbok Darmi memperkenalkan Siti dan Arum kepada Ayu.
"Yang betah kerja disini, Yu! Meskipun gajinya terbilang kecil tapi kita bisa makan sepuasnya tanpa mengeluarkan uang lagi!" Ini Arum yang bicara dari depan sana.
Pembeli lagi sepi otomatis hal itu dipakai oleh mereka untuk berbincang.
"Umur kamu berapa, Yu?" tanya Siti.
"Tahun ini dua puluh dua tahun, Mbak!"
"Masih muda, masih banyak kesempatan, ngga sayang kamu kerja di warung kayak gini?" tanya Siti lagi.
Ayu menggeleng pelan, tak perlu dia membuka jati dirinya yang sesungguhnya.
Ayu berniat bekerja dan ingin mengumpulkan uang sebanyak mungkin dan melanjutkan ke bangku kuliah.
"Di sini yang penting jujur dan mau bekerja apa saja, Bu Widya itu baik banget orangnya!" Ini Arum yang bicara.
"Iya, Mbak! Bersyukur banget bisa keterima di warung ini." Ayu mengangguk setuju.
Tak masalah bagi Ayu kalau dia harus berjuang dengan keras demi sebuah impiannya yang sempat tertunda kemarin.
Hari ini Ayu memutuskan untuk menutup lembaran lamanya dan membuka lembaran baru, disini di Jakarta ini.