Alya, gadis miskin yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tertarik saat menerima tawaran menjadi seorang baby sister dengan gaji yang menurutnya cukup besar. Tapi hal yang tidak terduga, ternyata ia akan menjadi baby sister seorang anak 6 tahun dari CEO terkenal. kerumitan pun mulai terjadi saat sang CEO memberinya tawaran untuk menjadi pasangannya di depan publik. Bagaimanakah kisah cinta mereka? Apa kerumitan itu akan segera berlalu atau akan semakin rumit saat mantan istri sang CEO kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12, Dunia anak
Beberapa hari setelah percakapan nya dengan Aditya, kini Aditya pun memutuskan untuk mendaftarkan Tara ke sekolah umum. Tara begitu senang, setiap pagi Aditya yang mengantar Tara ke sekolah sembari berangkat ke kantor dan saat pulang, Alya akan menjemputnya.
"Bagaimana hari mu, Tara?" tanya Alya begitu Tara keluar dari sekolah.
Tara tersenyum ringan, "Tara sekarang punya banyak teman. Tara senang."
"Bagus dong, aku ikut senang."
Tara menghela nafas, seperti masih ada yang mengganjal pada dirinya, "Ada apa Tara?" tanya Alya kemudian.
"Tidak pa pa, ayo kita pulang." ajak Tara DNA ia berjalan mendahului Alya.
Beberapa hari berlalu, dan hari ini Alya sengaja datang lebih cepat sebelum jam pulang sekolah Tara, ia ingin melihat bagaimana Tara bermain di sekolah. Saat mengamati Tara dari jauh, Alya mulai merasa bahwa Tara memang membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian biasa. Anak itu, meskipun cerdas dan memiliki banyak teman di sekolah, terlihat seperti kehilangan sisi keceriaannya. Tara tidak pernah bermain dengan riang seperti anak-anak lain seusianya.
Mungkin itu karena selama ini sebagian besar waktunya dihabiskan untuk belajar atau duduk di depan layar, berkomunikasi dengan orang dewasa melalui percakapan serius tentang topik-topik yang lebih berat.
Melihat hal itu, Alya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Dia ingin mengajak Tara untuk merasakan kebahagiaan tanpa beban, sesuatu yang murni dan menyenangkan—sesuatu yang mungkin sudah lama tidak ia rasakan.
Setelah pulang sekolah, seperti biasa, Tara hanya menghabiskan waktunya untuk membaca buku. Alya pun memutuskan untuk menghampiri Tara dan berdiri di depan Tara, yang sedang sibuk membaca buku, "Tara, bagaimana kalau hari ini kita keluar dan bermain?"
Tara memandang Alya dengan ragu, bingung, "Bermain?
"Aku ingin kita bersenang-senang hari ini. Kamu ingin coba?"
"Bukankah aku harus belajar hari ini?"
Alya tersenyum, berusaha membujuk, "Tentu saja, kita masih bisa belajar nanti. Tapi hari ini, kita akan bermain seperti anak-anak—tidak ada buku, tidak ada aturan, hanya seru-seruan. Apa kamu suka?"
Tara terlihat sedikit ragu, tetapi setelah beberapa detik, ia akhirnya setuju.
Tara terdiam sejenak, kemudian mengangguk pelan, "Baiklah... tapi apa yang akan kita lakukan?"
Alya merasa senang melihat ekspresi wajah Tara yang mulai berubah. Mungkin itu adalah awal yang baik untuk membuka hati Tara sedikit demi sedikit.
"Kamu akan melihat sendiri. Ayo, siap-siap! Hari ini kita akan pergi ke taman, bermain, dan melakukan semua hal yang menyenangkan." Alya dengan penuh semangat.
****
Kini Alya dan Tara tiba di taman kota yang tidak terlalu ramai. Alya sudah menyiapkan beberapa kegiatan sederhana untuk Tara yang ia yakini akan sangat menyenangkan—mulai dari bermain ayunan, menggambar di pasir, hingga membuat layang-layang. Alya tahu bahwa dengan kegiatan seperti ini, Tara bisa melupakan sejenak tekanan hidup yang selalu ada di sekelilingnya.
Alya pun mendorong ayunan untuk Tara dengan senyum lebar, "Ayo, lebih tinggi lagi! Jangan takut!"
Tara mulai tertawa, sedikit lebih riang, "Aku bisa lebih tinggi dari ini, Alya!"
Alya tertawa, ikut mendorong ayunan dengan penuh semangat, "Ayo, tunjukkan siapa yang paling tinggi!"
Setelah beberapa lama, mereka berdua bermain di taman, Alya mencoba untuk mendorong Tara agar keluar dari zona nyaman dan menjadi anak-anak yang riang, tanpa terlalu banyak tekanan atau tuntutan. Tara mulai tersenyum lebih sering, dan Alya bisa melihat betapa senangnya Tara saat berlari mengejar layang-layang yang terbang tinggi.
"Lihat, Alya! Aku bisa mengendalikan layang-layang ini!" teriak Tara sambil berlari dengan penuh semangat.
Alya tersenyum bangga, "Kamu hebat, Tara! Lihat betapa tinggi layang-layang itu!"
Mereka menghabiskan berjam-jam di sana, bermain berbagai permainan, dan Alya melihat bagaimana Tara semakin gembira. Alya merasa lega karena anak itu akhirnya bisa menikmati masa kecilnya, meskipun sebentar. Alya berusaha memberikan kebahagiaan yang sederhana, berharap bisa membantu Tara menemukan keseimbangan antara kewajiban dan waktu untuk dirinya sendiri.
Tara berdiri di samping Alya, setelah lama bermain, "Alya, ini menyenangkan. Aku merasa seperti... seperti anak-anak kecil lainnya."
Alya tersenyum dengan penuh kehangatan, "Itulah yang seharusnya kamu rasakan, Tara. Dunia ini tidak hanya tentang belajar dan belajar. Dunia ini juga tentang bermain dan menikmati hidup."
Tara menatap Alya dengan tatapan penuh rasa terima kasih, "Terima kasih, Alya. Aku merasa seperti bisa bernafas dengan lega."
“Tara akhirnya mulai tersenyum... ini lebih dari yang aku harapkan. Mungkin dia hanya perlu waktu untuk merasakan kebahagiaan yang tulus. Aku tidak tahu apakah ini akan mengubah banyak hal, tetapi aku percaya sedikit kebahagiaan bisa membantunya melewati banyak hal yang mungkin tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.” batin Alya.
Setelah seharian penuh, mereka pulang dengan senyuman lebar di wajah masing-masing. Tara terlihat lebih ringan, seolah-olah beban yang selama ini ia bawa sedikit berkurang. Alya merasa puas, meskipun masih ada banyak yang harus dilakukan. Hari itu, dia berhasil mengajak Tara untuk menemukan sisi lain dari dirinya—sisi yang penuh keceriaan, tanpa perlu terbebani dengan tanggung jawab yang terlalu besar.
Setibanya di rumah, Alya dan Tara duduk bersama di ruang keluarga. Aditya baru saja pulang kerja, dan Alya tahu ini adalah saat yang baik untuk melihat bagaimana perubahan kecil ini bisa mempengaruhi hubungan mereka.
Alya tersenyum saat Tara mendekat pada Aditya, "Tara, bagaimana kalau kamu ceritakan hari yang menyenangkan ini pada Ayah?"
Tara menoleh pada Alya, ia menganggukkan kepalanya dengan antusias kemudian mendekati Aditya,
"Ayah, hari ini aku...,"
"Ayah sudah tahu." sahut Aditya dengan cepat, siapapun juga tahu , bagi Aditya Wijaya, jika dinding pun punya mata dan telinga, apapun yang terjadi sudah pasti langsung diketahui oleh Aditya.
"Ayah nggak marah kan?" tanya Tara lagi memastikan sebelum ia mulai bercerita,
Aditya pun hanya diam, Tara tahu jika itu artinya sang ayah tidak marah, Tara pun kembali melanjutkan ucapanya, "tadi aku bermain layang-layang dan aku bisa mengendalikan layang-layang itu! Itu sangat menyenangkan!" ucap Tara dengan senyum lebar.
Aditya menatap Tara dengan tatapan lembut, meskipun tetap terlihat sedikit kaku, "Aku senang mendengarnya, Tara."
"Aku ingin lebih sering bermain seperti ini, Ayah. Bisa kan?" ucap Tara dengan antusias.
Aditya terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan, "Tentu, jika itu yang kamu inginkan, Tara. Tapi ingat, ada waktu untuk bermain dan ada waktu untuk belajar."
Tara senyum cerah, "Aku tahu, Ayah! Tara janji nggak akan lupa belajar."
Aditya memandang Tara dengan cara yang berbeda, melihat senyum yang jarang ia lihat pada anaknya. Mungkin, hanya mungkin, perubahan kecil ini bisa mengarah pada sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang bisa membantu mereka memperbaiki hubungan yang telah lama rapuh.
Bersambung
Happy reading