NovelToon NovelToon
Aku Di Sini Istriku

Aku Di Sini Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / CEO / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Suami ideal
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nadya

Demi menjalankan wasiat dari almarhum Om nya Kean rela menikahi Tasila yang merupakan istri dari sang om yang ditinggal meninggal. Kean rela menikahinya secara diam-diam demi bisa merawat dan menjaganya karena sejak ditinggal meninggal oleh sang Om Tasila menderita obsessive compulsive disorder.
Dengan sabar dan ikhlas Kean berusaha mempertahankan pernikahannya walaupun beberapa kali ia merasakan sakitnya tak dianggap. Namun, Kean tak menyerah! Demi mendapatkan hati istrinya Kean rela melakukan apapun bahkan hal-hal konyol yang sebenarnya bukanlah ciri khasnya sebagai seorang CEO muda yang cool.
____
Mampukah Kean mendapatkan hati Tasila seiring berjalannya waktu? Dan mampukah ia membuat sang istri benar-benar sembuh dari penyakitnya?
•••••••
(SEQUEL The Waits Gets Duda Elegan-Bisa dibaca terpisah)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Diskusi Berdua

"Gak usah. Kan ada mang Tono."

"Sekali-kali saya yang nganter gak papa. Saya juga pengen ketemu sama dokter Rahmi. Udah lama gak ketemu." Kean berusaha meyakinkan Tasila.

"Bener kamu gak ada kerjaan hari ini?"

"Bener."

"Yaudah siapin aja mobilnya saya panggil Bi Siti dulu." Tasila pun pergi meninggalkan Kean untuk memanggil Bi Siti.

Kean memperhatikan kepergian Tasila dengan senyuman simpul.

"Yes." Kean pun langsung ngacir menuju garasi paviliun untuk mengambil mobil Alphard nya.

****

"OCD kamu sudah jarang kambuh sekarang?"

"Alhamdulillah sudah jarang dok. Cuman kadang sesekali masih tapi gak sesering dan se-lama dulu." Jelas Tasila.

"Saya perkirakan tingkat kesembuhannya sudah diangka 75% tinggal beberapa langkah lagi." Tasila tersenyum senang mendengar itu.

"Alhamdulillah." Tasila mengusap wajahnya.

"Saya sarankan sebaiknya kamu sesering mungkin melakukan aktifitas di luar ruangan yang dapat menjernihkan pikiran kamu. Seperti contohnya berolahraga, sekedar bermain, atau apapun itu silahkan senyaman kamu saja." Tasila mengangguk-angguk.

"Tapi, harus dalam pengawasan juga. Siapa tau tiba-tiba kamu kembali kambuh, kan?"

"Iya dok akan saya jaga." Sahut Bi Siti.

"Baik kalo begitu pemeriksaan hari ini telah selesai kamu bisa kembali ke sini lagi sekitar tanggal 20 agustus. Ini jadwal kamu." Dokter Rahmi memberikan sebuah kertas.

"Makasih banyak ya dok. Selama ini dokter yang udah sabar menangani saya."

Dokter Rahmi tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama Tasila. Cepet sembuh ya biar kamu bisa beraktivitas tanpa terganggu lagi."

"Aamiin."

"Mari dok." Tasila dan Bi Siti pun beranjak dan keluar dari dalam ruangan.

Sedangkan Kean, Ia tak ikut keluar melainkan memilih untuk berbicara terlebih dahulu dengan dokter Rahmi.

"Menurut dokter apa saya bisa mengambil hatinya?" Tanya Kean tiba-tiba.

Dokter Rahmi tersenyum. "Bisa. Saya yakin bisa. Setelah kesembuhannya saya yakin dia akan membuka hatinya untuk orang lain. Kamu yang sabar ya, terus berada di sisinya dan bantu Tasila berjuang untuk kesembuhan mentalnya."

"Iya dok pasti. Kalo gitu saya permisi dok, assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam." Dokter Rahmi tersenyum memperhatikan kepergian Kean.

"Anak itu sudah besar dan sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Aku salut sama kamu Rin, kamu tidak pernah mengekang putramu dalam menentukan pilihan hidupnya. Aku dapat melihat perbedaan aura pada wajahnya yang kini lebih berseri dan cerah."

****

"Den, Bibi turun di sini aja mau sekalian ke pasar." Pinta Bi Siti.

Kean pun menghentikan laju mobilnya pas di depan sebuah jalanan kecil yang mana menjadi akses utama menuju pasar yang tidak dapat di lalui mobil.

"Mau saya tungguin Bi?"

"Enggak usah den, lama bisa 2 jam-an. Den Kean duluan aja bibi bisa naik ojek."

"Yaudah Bi ati-ati."

"Iya den, aden juga." Kean tersenyum dan mengangguk.

Bi siti pun menutup pintu mobil dan berjalan pergi. Kean pun melajukan mobilnya kembali. Kini di dalam mobil hanya ada Kean dan Tasila yang duduk depan belakang.

Keheningan pun terjadi setelahnya. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran mereka sendiri.

"Ke," Akhirnya Tasila pun membuka suara.

Kean menatap Tasila dari spion tengah. "Kenapa La?"

"Saya ingin mendiskusikan sesuatu sama kamu. Kita bisa berhenti sebentar di cafe?"

Kean mengernyitkan dahinya heran. "Boleh. Mau di cafe mana?"

"Cafe Raya aja."

Setelah obrolan terakhir, keduanya pun hening kembali. Kean fokus menyetir dan melajukan mobilnya menuju cafe yang Tasila minta.

Kean membelokan mobilnya ke parkiran cafe saat mobil yang dikendarai telah sampai di depan cafe yang Tasila minta. Keduanya pun turun seraya memasuki cafe dan memilih salah satu meja yang kosong.

"Mau pesen dulu?"

"Boleh deh."

Kean pun memanggil salah satu pelayan.

"Kamu apa?" Kean menatap Tasila.

"Teh hijau."

"Kopi satu sama teh hijau satu ya mbak."

"Baik Mas ditunggu pesanannya." Mbak pelayan pun kembali pergi.

"Kamu mau diskusi apa?" Kean menatap Tasila dengan satu alis terangkat.

Sedangkan perempuan itu selalu menundukkan pandangannya.

"Jadi rencananya saya ingin mengambil alih perusahaannya Mas Gezze. Saya gak mau ngerepotin Pak Sidik sama Muhlis terus. Karena bagaimanapun perusahaan itu bagian dari hak waris saya, saya gak mungkin mengandalkan orang lain selamanya."

Kean mengangguk-angguk mendengar pernyataan Tasila. "Yakin kamu bisa? Kamu belum pernah loh memegang perusahaan sebesar itu."

"Saya yakin Ke, makanya saya butuh bantuan kamu. Cuma kamu satu-satunya kerabat saya yang saya percaya. Walaupun kita tidak ada hubungan darah tapi, saya merasa cuma kamu satu-satunya saudara saya yang gak mungkin mengecewakan saya. Saya cuma percaya sama kamu aja Ke. Saya tau kamu gak akan mungkin membodoh-bodohi saya. Ini perkara besar Ke, kalo sampai saya salah memilih orang untuk membimbing saya, bisa-bisa bangkrut perusahaan almarhum." Tasila menatap Kean dengan tatapan serius.

Namun, detik berikutnya Ia pun kembali menunduk.

"Kamu mau saya bantu apa?"

"Bimbing saya dari nol. Bantu saya mempelajari tentang struktur perusahaan dan apa saja yang harus saya lakukan sebagai seorang pemimpin perusahaan. Atau kalo perlu saya siap untuk lanjut kuliah mengambil jurusan management bisnis jika itu perlu."

Kean tersenyum kecil. "Saya akan membimbing kamu dari nol gak usah khawatir. Kamu fokus sama diri kamu aja gak usah ambil kuliah segala, nanti kamu kecapean kalo sambil kuliah. Inget, masih 25% lagi. OCD kamu bisa sewaktu-waktu kambuh."

Tasila tersenyum di bawah tundukkannya. Ia sangat senang karena Kean ternyata mau membantunya semudah ini. Ia yakin Kean adalah orang yang tepat dan bisa Ia andalkan.

"Makasih ya Ke. Saya tau kamu emang orang yang paling tepat untuk masalah ini."

"Tapi inget, kamu juga harus ngajarin saya baca Al-Qur'an."

"Gampang kalo itu. Yang penting dibenerin dulu Ikbal nya."

"Ah, gak asik ngeledek terus." Tasila terkekeh melihat ekspresi kesal Kean.

*****

Pagi-pagi sekali Kean sudah berdiri di depan pintu rumah Tasila yang mana pintu tersebut adalah pintu masuk yang paling dekat dengan paviliunnya. Dan dari situlah Kean biasa keluar masuk.

Nampak laki-laki itu sudah siap dengan baju kaos dan celana training panjangnya. Tak lupa handuk kecil panjang di lehernya.

"Assalamu'alaikum. Tasila... Tasila..." Kean sedikit berteriak.

"Wa'alaikumsalam. Ada apa si teriak-teriak?" Tasila gegas membukakan pintu.

"Ayo." Tasila mengernyitkan dahinya bingung tiba-tiba Kean berkata AYO.

"Ayo apa?"

"Ayo senam."

"Ha? Enggak-enggak ah, haram tau. Kamu kesempatan ya mau liatin saya goyang-goyang gitu ha?" Tasila nampak marah.

"Ih, gak gitu. Negatif thinking banget pikiran kamu. Saya itu cuma pengen mengalihkan pikiran kamu. Inget kata Dokter Rahmi kamu harus rileks dengan beraktivitas di luar. Lagian senam yang saya pilih itu ringan dan santai kok. Cuma melibatkan tangan sama kaki doang gak goyang-goyang kaya ibu-ibu zumba."

Tasila masih terdiam tidak yakin.

"Udah ayo. Kita senam di tempat terbuka. Harusnya gak papa, kan?"

"Tapi kamu di depan ya?"

"Iya."

"Ayo." Kean pun berjalan duluan.

Tasila dengan ragu mengikutinya. Keduanya pun sampai di halaman rerumputan depan paviliun yang cukup luas yang biasa Kean gunakan untuk bersantai.

Kean meletakkan laptopnya di atas meja dan keduanya pun mulai berbaris depan belakang. Kean memulai gerakan yang pertama dengan merentangkan kedua tangannya.

Tasila mengikuti dengan perlahan.

Diam-diam Bi Siti dan beberapa maid lainnya mengintip dari tembok kaca. Mereka saling memandang dan terkekeh gemas melihat keduanya.

"Semoga mereka bisa berhubungan baik ya Nur."

"Aamiin Bi Siti. Pengen deh Nur ngeliat mereka deket kaya suami istri beneran."

"Kalo mereka udah selesai senam nanti kalian anterin minum ya. Sama sarapan dan obat juga buat Nyonya."

"Siap Bi Siti." Kompak mereka.

1
Marya Dina
ayo tas kean.. ikur kenangan tipis2 dulu nnumbuhin rasa2 dulu
seneng klo udh liat begini
semangat othorr💪💪💪🤭
Marya Dina
gak pp sila goda aja kean terus
semoga kebahgiaan menghampiri kalian .
Marya Dina
cie ciee tasila seneng kan.
mooga bisa nerima kean.. sila..
Marya Dina
yes . akhirnya biar tasila tau...
mau liat bucin nya mereka lgi.
v3r4
Bagus ceritanya👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Marya Dina
sy udh baca sampe 7bab. tapi kyak nya d baru y thor kemren d hapus
larasatiayu: bc pnyaku jg dong
Marya Dina: eh iya yak q baca sampe rasa syukur..🤭
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!