Pernikahan yang awalnya didasari rasa saling cinta, harus berakhir karena sang istri yang tak kunjung hamil selama 3 tahun pernikahan.
Benarkah sang istri yang mandul?
Setelah itu mantan suami masih datang mengganggu saat mantan istri membuka hati pada pria lain. Siapakah yang akan dia pilih?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Binti Ulfa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Masa Indah
Saat diri tidak kuasa menahan beban hidup yang dirasa berat, pasrahkanlah semua pada Sang Pencipta adalah pilihan yang terbaik. Sebagaimana manusia biasa dan juga Makhluk makhluk yang lain, kita tak ada kuasa untuk menentukan alur kehidupan kita menurut apa yang kita mau. Karena Allah telah menentukan setting kehidupan setiap insan. Dan kesemuanya tak ada kesamaan. Berbeda dari setiap orangnya.
Hidup berjalan sesuai dengan alur yang sudah tertulis di Lauh al Mahfudz, bahkan sebelum manusia terlahir di dunia. Suka dan duka, tangis dan tawa, menerima atau menolak memang begitulah alurnya, terima dan jalani dengan lapang dada adalah jalan terbaik. Tak lupa pula kita harus berusaha dan bertawakal, apapun yang terjadi. Itulah kehendak Sang Pemberi Ruh.
Flashback On
"Yulia, aku telah jatuh cinta padamu, sejak pertama kali bertemu. Sehari tak jumpa kamu, rasanya sewindu. Itulah sebabnya aku ingin segera menghalalkanmu, agar tak ada lagi jarak dan waktu yang memisahkan kita." Wahyu berjongkok didepan Yulia yang saat itu duduk di bangku taman. Tangannya mengulur membawa sebuah kotak beludru warna hitam yang telah ia buka. Menampakkan sebuah cincin emas yang berkilau, membuat mata Yulia membeliak takjub, dengan sebuah kejutan yang diberi Wahyu. Mulutnya ternganga dengan pemandangan didepannya. Sejurus kemudian senyum bahagia merekah dari bibirnya.
"Maukah kau menua bersamaku, menjadi ibu anak anakku? Menjadi pendamping seumur hidupku. Aku janji, akan selalu membuatmu tersenyum, membuatmu selalu bahagia. Membuatmu seperti ratu di dunia ini." Mata Yulia berkaca kaca. Sebuah lamaran yang tak disangka sangka. Tak lama sebuah anggukan membuat Wahyu tersenyum.
"Iya, aku mau, mas Wahyu." Jawaban mantap dan tanpa ragu Yulia. Wahyu lalu mengambil cincin itu, menarik tangan kiri Yulia dan menyematkan cincin pada jari manisnya. Dengan penuh binar cinta, ia lalu mencium jari lentik Yulia.
"Makasih ya Yulia. Aku akan menepati janjiku untuk bahagiakanmu." Wanita mana yang tak bagai melayang di awang awang, diperlakukan dengan begitu manis dan mesra. Dengan beribu janji indah, selayaknya di surga. Surga dunia.
Dua bulan kemudian peristiwa janji suci dilaksanakan. Akad Nikah berlangsung dengan hikmad di kediaman Yulia.
Akhirnya Yulia dan Wahyu menikah, walau restu ibu Yulia hanya setengah hati. Karena sang Ayah telah meninggal dan ibu memilih tak menikah lagi. Begitu juga dengan Orang tua Wahyu, ibu Wahyu menentang kemauan anaknya menikahi Yulia. Karena dia sudah menjodohkan Wahyu dengan anak temannya. Sedangkan Ayah Wahyu, ia adalah tipe suami takut istri. Sehingga keputusan apapun, Ibu Wahyu yang lebih dominan dalam menentukannya. Termasuk jodoh Wahyu.
Tapi sang Ibu dari Wahyu tak bisa berbuat apa apa selain menerima Yulia sebagai menantunya, karena Wahyu mengancam akan pergi dari rumah membawa Yulia jauh.
"Bagaimana para saksi, sah?" Tanya pak penghulu saat Qabul diucapkan oleh Wahyu dalam sekali tarikan nafas.
"Saaah!"
Dan saat itulah, Yulia resmi menjadi istri Wahyu. Rasa bahagia terpancar dari wajah kedua orang yang baru beberapa menit lalu mengukir janji, melakukan ritual suci.
Di tahun pertama, mereka sangat bahagia. Wahyu begitu perhatian, bahkan dari hal hal yang kecil sekalipun.
Pagi itu, Yulia tidur kembali karena semalam Wahyu menyerangnya bertubi tubi sampai menjelang dini hari. Sebagai pengantin baru mereka masih dipenuhi hasrat yang menggebu. Mereka menyelesaikan aktivitas panas di ranjang setelah Yulia berkali kali merengek untuk menyudahi kegiatan penuh kenikmatan, namun tubuhnya sudah sangat kelelahan. Hanya tiga jam mereka terlelap, waktu sudah menjelang subuh. Yulia segera mandi besar, melaksanakan kewajiban pada Tuhan setelah muncul fajar. Kemudian tidur kembali karena rasa lelah dan kantuk yang menyerang belum usai.
Untung saja mereka sudah tak satu rumah dengan orang tua Wahyu, yang notabene mertua Yulia. Ibu Wahyu yang tak begitu menyukai Yulia, bersikap acuh tak acuh. Yulia memang anak orang tak mampu, ibunya hanya seorang janda yang ditinggal mati suaminya. Rumah merekapun sangat sederhana, dengan pekerjaan ibu Yulia sebagai penjual sayur keliling. Pekerjaan yang dilakoni ibunya Yulia hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari hari, dengan sedikit sisa keuntungan biasanya akan ibu tabung dalam sebuah celengan plastik. Namun kehidupan ibu Yulia tenang dan tenteram.
" Sayang, bangunlah, aku buatkan bubur ayam dan minuman madu lemon hangat untukmu. " sapa Wahyu yang baru meletakkan nampan diatas meja kecil di samping tempat tidur. Yulia membuka matanya perlahan, karena mendengar sapaan suaminya. Sekaligus bau harum dari bubur ayam diatas meja. Ia tersenyum begitu manis sambil mengusap pipi Yulia dengan punggung tangannya.
"Aku tahu kamu pasti lelah. Aku buatin bubur ayam, makan ya! Biar tenagamu cepat pulih, setelah pertempuran semalam. hehehe!" Dia tertawa membuat Yulia cemberut, namun merasa senang dengan perhatian manis suaminya.
Yulia lalu bangun dan Wahyu meletakkan nampan diatas paha Yulia.
"Kamu makannya disuapin, atau makan sendiri, Sayang? " pipi Yulia bersemu merah, diperlakukan semanis itu.
"Makan sendiri aja mas, makasih udah dibuatin bubur sama minuman. Masa masih minta disuapin juga. Mas so sweet banget sih. Jadi makin cinta sama mas Wahyu."
"Hahaha..." Mereka tertawa bersama. Sambil menyuapkan bubur ke mulutnya, Yulia juga berbicara banyak hal dengan suaminya. Ah, hidup bagaikan di surga, serasa dunia ini hanya milik mereka berdua saat ini. Yang lain, cuman ngontrak.
Di hari yang lain, Wahyu mengajak Yulia ke suatu tempat, namun matanya ditutup dengan saputangan. Dengan keadaan seperti itu, Wahyu membawa Yulia dengan mobilnya menyusuri jalan kota yang ramai karena saat itu malam Minggu. Jalan dan tempat tempat perbelanjaan juga tempat nongkrong tak ada yang sepi dari pengunjung.
"Kamu mau bawa aku kemana sih, mas?" Tanya Yulia yang hanya dijawab dengan kata sabarlah, sebentar lagi sampai. Kau nanti juga akan tahu. Begitu kata Wahyu.
Beberapa saat kemudian mereka telah sampai ke tempat yang dituju. Dengan keadaan Yulia yang masih tertutup matanya, Wahyu menuntun sang istri. Dan disaat Wahyu membuka mata Yulia, Yulia sangat takjub dengan pemandangan didepannya.
Rupanya Wahyu mengajaknya dinner candle light. Di kanan kiri mereka terdapat banyak lilin yang berjejer sebagai penerangan di malam itu. Mereka berjalan menyusuri tempat terbuka yang sepertinya taman disebuah restoran, sampailah mereka pada sebuah tenda kecil ditengah tengah puluhan lilin.
Di tenda itu terdapat sebuah meja yang sudah tersaji makan malam untuk mereka berdua. Senyum terus mengembang di bibir tipis Yulia, tak menyangka suaminya begitu romantis. Mempersiapkan semua ini sendiri, sebagai kejutan diulang tahun pernikahan mereka yang pertama. Wahyu mempersilakan Yulia duduk, setelah menggeserkan kursi untuknya. Dan mengucapkan terima kasih banyak karena memperlakukannya begitu istimewa bak Ratu.
Yulia memperhatikan di sekelilingnya, ternyata saat ini mereka tengah berada di taman rooftop sebuah gedung . Bintang yang seperti berkedip kedip seolah ikut menyemarakkan suasana romantis itu. Didepannya juga ada sebuah papan berbentuk hati, dihiasi bunga bunga, dan terdapat tulisan
Happy First Wedding Anniversary.
...Yulia & Wahyu....
"Gimana sayang, kamu terkesan dengan kejutan yang kuberikan?" tanya Wahyu sambil menggenggam jemari Yulia, lalu menciumnya.
Mata Yulia berkaca kaca karena saking bahagianya. Dia mengangguk berkali kali sebagai ganti jawaban atas pertanyaan Wahyu, karena tak sanggup berkata apa apa. Selain rasa bahagia yang membuncah.
\=\=\=\=\=\=\=☘️☘️☘️
kok beda lagi?