Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Ayah gak bisa seenaknya gitu. Aku gak mau dijodohkan sama pria yang tidak aku kenal," ujar Aini membantah permintaan ayahnya.
"Aini, kamu itu cuma punya Ayah saja. Sudah lupa, siapa yang sudah merawat kamu setelah ibumu tiada," kata Barata, Ayah Aini.
"Oh, jadi ayah mengungkit semua jasa yang sudah Ayah berikan padaku. Lalu, kenapa Ayah tidak menjodohkan Sakira. Apa karena dia putri kesayangan ayah dari wanita pelakor itu?"
"Jangan sembarangan, Aini. Sakira memang anak Ayah juga, sama halnya seperti kamu. Tapi, dia sudah punya calon suami. Beda dengan kamu, yang saat ini masih sendiri."
"Aku baru tahu, kalau Sakira ternyata anak kandung Ayah juga. Ternyata, selama ini Ayah sudah berbohong padaku dan ibu. Pantas saja ibu sampai sakit dan meninggal. itu semua karena Ayah sudah selingkuh lebih dulu."
"Terserah apa yang mau kamu katakan. Yang jelas, kamu tidak boleh menolak perjodohan yang sudah Ayah sepakati dengan Pak Danang."
"Apa, jadi ayah menjodohkan aku dengan Pak Danang? Dia udah tua, Ayah. Pantas saja, Sakira tertawa keras saat dia bilang kalau aku hendak dijodohkan dengan pria seumuran ayah."
"Memangnya kenapa kalau dia sudah tua. Uangnya banyak dan kamu bisa membantu ayah melunasi semua hutang keluarga kita."
"Gak! sampai kapanpun aku gak mau!"
"Kamu sudah berani melawan Ayah?"
"Ayah sendiri pilih kasih."
"Kamu gak berhak menolak, Aini. Bulan depan, kamu akan dilamar dan selanjutnya, kamu juga harus menikah setelah pernikahan Sakira."
Keputusan sudah diambil. Barata tak mau melewatkan kesempatan ini. Demi mewujudkan impian Sakira menikah dengan resepsi mewah, Barata rela menukar kebahagiaan Aini.
"Tidak bisa! aku harus melakukan sesuatu. Kalau tidak, aku pasti akan tersiksa. Pak Danang itu bandot tua. Dia sangat sadis dan kejam."
Hingga malam harinya. Aini bisa mendapatkan kesempatan keluar rumahnya. Kebetulan, Barata dan istrinya pergi ke rumah salah satu saudaranya. Sedangkan Sakira juga sedang kencan dengan Julian.
"Udah siap, Ai. Loh kok mau ke pesta wajahmu ditekuk begitu sih. ini juga, masa pakaiannya lusuh begini?" tegur Fena memperhatikan penampilan sahabatnya.
"Aku nggak punya pakaian yang baru. Semuanya diambil oleh Sakira!"
"Keterlaluan banget sih. Udah mengambil pacarmu, sekarang pakaian mu diambil juga."
"Bukan itu saja. dia dan ibunya sudah mengambil ayahku dari tangan Ibuku. Fena, Sakira ternyata adik kandungku beda Ibu. Selama ini, aku dan ibu tertipu."
"Dasar Ayah tidak tahu diri. Ya sudah, kamu kan sekarang kerja. Mendingan kamu minggat saja dari sana."
"Ya, kamu benar. sekarang ayo berangkat. Nanti kita terlambat."
"Tapi, sebaiknya kamu ganti baju dulu. Nih, aku bawa gaun baru."
"Oke, terima kasih ya bestie."
Dengan perasaan bahagia, Aini mengganti pakaiannya. Dengan dibantu oleh Fena, dia berdandan cantik. Bahkan Fena pangling karena Aini terlihat berbeda.
"Duh, kenapa juga kamu baru tampil cantik seperti sekarang ini. Seharusnya, Julian lebih memilih kamu daripada Sakira. Dia itu gadis manja dan tidak bisa melakukan apa-apa," kata Fena.
"Aku juga tertipu. Kukira, Julian merupakan penyelamat ku, di saat aku kena bully sewaktu masih sekolah dulu."
"Oh, jadi itu yang menyebabkan kamu menyukai dia?"
"Hm, tapi dia bilang padaku, kalau dia tidak pernah menyelamatkan aku. Bahkan dia sendiri jijik padaku."
"Keterlaluan banget ya. Tapi aku rasa, dia akan terperangah bila melihat penampilan kamu saat ini, Ai."
"Peduli amat! aku tak memikirkan dia lagi. Sekarang, aku benci padanya. Biarkan saja dia menikah dengan Sakira. Mereka memang pasangan yang sangat cocok!"
"Kamu benar juga!" Fena membenarkan ucapan Aini. "Malam ini, kita akan berpesta. Siapa tahu, di sana kamu bisa kenalan sama cowok keren."
"Uhmm, aku belum memikirkan buat cari pacar lagi. Aku mau bahagia tanpa adanya lelaki lain di sisi ku."
"Aku akan selalu mendukung kamu, Aini."
Setelah mematut dirinya, Aini pun pergi bersama Fena. Keduanya nampak gembira datang ke pesta ulang tahun tersebut.
"Wah, pestanya seru banget. Ada musiknya lagi!" seru Aini kagum.
"Yuk, kita ketemu sama teman aku dulu!"
Aini mengangguk, lantas mengikuti langkah Fena untuk menemui sosok gadis yang sedang menerima ucapan selamat dari beberapa orang.
"Dina, selamat ulang tahun. Semoga panjang umur dan sehat selalu, teman!" ucap Fena bersama Aini.
"Terima kasih banyak. Nikmati pestanya ya, Fen!"
"Siap, Din!"
Setidaknya, Aini bisa menenangkan otaknya yang beku. Dikelilingi masalah dan juga keluarga yang penuh dengan tipu daya.
"Aini, minum nih. Kayaknya enak, aromanya juga harum!" Fena menyodorkan segelas air berwarna merah.
"Ini minuman apa, Fen? bisa bikin mabuk gak?"
"Ah, ini kan pesta. Sesekali gak papa. Kalau mabuk, kita bisa menginap di hotel ini."
"Hm, iya juga."
Baru sekali minum, Aini merasakan kepalanya berat. Tapi dia tetap nekat, karena sudah kepalang tanggung.
"Fen, aku pusing nih."
"Iya, sama. Kita gak usah pulang ya. Yuk, kita disko dulu. Gabung sama yang lain."
Aini mengangguk, menuruti keinginan gila sahabatnya. Ia tak menolak karena malam itu ia ingin membuang semua kenangannya bersama Julian.
"Selamat tinggal, Julian. Aku takkan pernah kembali padamu, hehehe!" tawa Aini berjalan sempoyongan.
Dia sudah terlihat mabuk. Fena yang masih sedikit kuat meminta tolong dengan Dina agar mencarikan kamar untuk Aini.
"Kamu bisa jalan, Fen. Kalau tidak, minta antar aja sama sepupuku."
"Memangnya gak merepotkan?"
"Enggak!"
"Ya udah, kalau begitu suruh dia antar Aini dulu. Aku mau ke toilet bentar, udah kebelet banget nih!"
Sosok pria tinggi dan tampan dipanggil oleh Dina. Awalnya ia menolak. Tapi, saat melihat Aini yang nampak lemas, ia akhirnya bersedia mengantarkan gadis itu ke kamarnya.
"Awas ya, Kak. Jangan macam-macam sama dia!" gurau Dina.
"Hm, iya."
Pria itu memapah Aini. Berjalan menyusuri lorong hotel yang sepi. Sesekali ia tersenyum, melihat Aini yang sudah memejamkan mata.
"Julian, Sakira. Semoga kalian mendapatkan karmanya karena sudah berkhianat padaku!" ratap Aini sembari memeluk sepupu Dina.
"Sepertinya kau baru putus cinta ya. Kasihan sekali nasibmu!" ujar pria itu miris.
Hingga akhirnya, mereka sampai di sebuah kamar. Sepupu Dina itu segera membawa Aini masuk. dan langsung membaringkan gadis itu di atas sebuah ranjang.
"Cantik, kenapa kamu harus minum sampai mabuk begini. Mungkin kamu lagi patah hati ya."
Tapi tak ada jawaban apapun dari mulut Aini. Malah dia merasa gerah dan hendak membuka pakaiannya.
"Ehmm, sini. tolong buka bajuku."
"Aini, kamu sedang mabuk."
"Aku gak mabuk. Kamu tampan banget, bisa tidak lakukan sesuatu untukku!"
"Tentu saja, Aini. Apa kira-kira yang bisa aku bantu?"
"Buat aku hamil!"
"Apa?"
Bersambung