NovelToon NovelToon
Hidupku Seperti Dongeng

Hidupku Seperti Dongeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.

Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."

Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.

Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.

Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.

Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng

Senja itu begitu indah...

Cahaya matahari oranye menerobos celah-celah daun pepohonan, berkilauan di balik awan. Cahayanya, memantulkan siluet seorang pria yang sedang berada di atas pohon mangga.

-NARAYA MUHA-

Kakak laki-laki, berusia 21 tahun. Memiliki tinggi badan 180cm. Warna kulit kuning langsat. Rambut hitam Wolf-cut dan mata yang sangat tajam. Seorang mahasiswa tahun ke 4.

Sibuk memetik buah mangga yang sudah matang. Sementara di bawah, adiknya -INARA NUHA- menunggu dengan tangan terentang, siap menangkap dengan mata melamun.

Suasana tampak berbeda. Biasanya, suara ceria Nuha yang cerewet akan menghiasi sore mereka, tapi kini menjadi sunyi. Kak Muha merasa ada yang aneh.

"Nuha!" teriaknya, "Apa kau sakit gigi?! Monster kecil biasanya berisik setiap hari!"

Nuha mendesah panjang. Dengan wajah sebal dan pipi menggembung sebelah, dia melirik kakaknya. "Aku gak sakit gigi, kak Muha jelek!! Aku cuma lagi mikirin sesuatu!"

Muha tertawa kecil dari atas pohon. "Kalau begitu jangan melamun! Kejatuhan mangga baru tau rasa kamu!"

"Berani kakak menimpukku?! Aku akan naik ke atas dan menghajarmu!"

"Wah, monster kecil mau ngamuk nih! Hati-hati aja, jangan sampai kau naik dan malah jatuh, Nuha!" ledek Muha sambil tertawa terbahak.

"Kak Muha!!" Nuha semakin kesal, wajahnya memerah. Dia tahu kakaknya hanya menggoda.

Sementara itu, dari kejauhan, ayah mereka tersenyum sambil memegang iPad besarnya. Rambut gondrong pirangnya diikat sedikit, tampak seperti seorang seniman. Istrinya duduk di sampingnya, menyiapkan kue dan teh.

-MAHESA DHISWA-

Usia 47 tahun. Pekerjaan Ilustrator online international. Sangat ramah dan penuh kasih sayang. Pandai menyembunyikan rahasianya sendiri.

-INAYA PUTRI-

Usia 44 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang sangat pandai memasak.

Mereka tertawa kecil, melihat tingkah anak-anaknya yang semakin besar, namun tetap tak lepas dari keceriaan dan kebersamaan.

Mahesa menatap putrinya dengan rasa haru. Ada kekhawatiran mendalam yang selalu menghantuinya tentang masa depan Nuha. Ingatannya terbang kembali ke masa lima belas tahun yang lalu.

**(Flashback on)**

"Apa kau yakin ingin mendengar kutukan ini?" suara nenek tua itu terdengar parau, tetapi tegas, menghantui pikiran Mahesa.

Waktu itu, mereka bertiga —Mahesa, Inaya, dan Muha kecil— sedang liburan di pantai. Inaya sedang hamil besar dan Muha berusia enam tahun saat itu berlari-lari kecil di sekitar mereka.

Seorang nenek penjual cinderamata ajaib, tiba-tiba mendekati mereka. "Istri Anda sedang hamil ya?" tanya nenek itu sambil mengelus perut Inaya yang membuncit. Tatapan matanya terasa menusuk.

Mahesa mengangguk sopan. "Iya, Nek," jawabnya singkat.

Nenek itu melanjutkan, "Apa kalian sudah tahu jenis kelamin anak ini?"

Inaya menggeleng, sementara Mahesa tersenyum dan berkata, "Kami belum ingin tahu, Nek. Kami hanya berharap anak kami selalu sehat."

Tetapi kemudian, pertanyaan nenek itu berubah, suaranya seolah membawa hawa dingin di tengah teriknya pantai. "Apa kau bersedia menukar nyawamu, jika anak yang lahir nanti perempuan?"

Seketika, Mahesa merasakan ketegangan menjalar di tubuhnya. Dia mencoba bersikap tenang, tapi kata-kata nenek itu seperti membekukan hatinya. "Apa maksudnya?" tanyanya dengan nada takut, mulai menggenggam erat tangan istrinya.

Nenek itu tersenyum, tapi senyum itu dingin. "Anak perempuan yang kau harapkan akan membawa kebahagiaan. Dia akan lahir dengan kutukan. Kebahagiaan yang dia bawa hanya akan dirasakan oleh keluarganya. Tapi untuk orang lain, kebahagiaan itu akan terasa seperti jarum yang menusuk hati mereka."

Mahesa menelan ludah, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia menoleh ke istrinya yang juga tampak cemas. Mereka tidak menjawab. Dalam hening, mereka berpamitan cepat dari nenek itu, mencoba melupakan kata-katanya.

Namun, malam itu, saat Mahesa tidur, mimpi buruk datang. Kata-kata nenek terus berulang di kepalanya, seperti mantra jahat yang tak bisa hilang.

"Anak itu akan hidup bahagia, tapi kebahagiaannya akan melukai orang lain. Anda harus menemukan cara untuk membebaskannya dari kutukan itu, atau bersiaplah menemui ajal sebelum putrimu berusia 17 tahun."

**(flashback end)**

Mahesa menatap Nuha sejenak, rasa khawatirnya terpendam dalam senyuman kecil. "Nuha," panggilnya lembut, "kemarilah."

Nuha yang sedang asyik melamun, menoleh, sedikit terkejut, kemudian melangkah mendekati ayahnya. "Ada apa, Yah?" tanyanya sambil duduk di samping ayahnya.

Mahesa menarik napas dalam-dalam, berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati. "Nuha, ayah sudah memikirkannya. Ayah mengizinkanmu untuk punya pacar."

Nuha terperanjat, matanya melebar. "Eh? Pacar?" suaranya terdengar kaget, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Iya. Kamu sudah besar sekarang, Nuha. Ayah ingin kamu bisa bahagia, tanpa ada yang terluka. Seperti cerita-cerita dongeng yang pernah ayah ceritakan padamu…"

Nuha mendengus, tak bisa menahan diri untuk tidak membandingkan hidupnya dengan dongeng. "Seperti Princess Aurora yang dikutuk tertidur? Atau yang harus diselamatkan pangeran?" Dia menggeleng pelan, ekspresinya datar. "Tapi, ayah, dunia nyata tak seindah itu. Mana ada pangeran yang bisa datang menyelamatkan Nuha dari kutukan ini?"

"Ayah tahu, mencari pangeran itu sulit. Tapi… tidak berarti kamu harus menjalani semuanya sendiri." Ayah menunduk, pikirannya berkelana ke masa lalu, ketika kutukan itu pertama kali disampaikan. "Ayah akan terus berusaha mencari cara agar kamu bebas dari kutukan itu."

Nuha menghela napas, suaranya tiba-tiba berubah lembut. "Ayah... Nuha tahu apa itu pacar. Tapi dengan keadaan Nuha yang seperti ini, Nuha takut akan menyakiti orang yang Nuha sayangi."

Mahesa tersenyum tipis, menahan rasa sakit yang dirasakannya karena tak bisa berbuat banyak. "Kalau begitu," jawabnya, "mungkin kamu tidak perlu pacar. Tapi setidaknya, milikilah sahabat."

"Sahabat? Hehe... Sahabat juga bisa kusakiti, ayah. Nuha ini aneh, kan?" Senyum Nuha tampak santai, tapi matanya memancarkan kesedihan yang tak bisa disembunyikan.

"Ayah tahu, Nuha," bisik ayah dalam hati, sambil berusaha tetap tenang. "Ayah tahu betapa beratnya beban yang kamu pikul."

"Ayah?" suara Nuha tiba-tiba berubah serius, "Kenapa sih, Nuha harus berbeda dari orang lain? Kenapa Nuha nggak bisa normal seperti mereka?"

Sedikit kaget mendengar pertanyaan itu, Mahesa menarik napas panjang, menyentuh tangan Nuha dengan lembut. "Kamu masih punya keluarga yang sangat mencintaimu, Nuha. Dan kamu berhak untuk bahagia, meskipun kutukan itu ada."

Nuha menunduk, matanya terpaku pada bayangan mereka yang memanjang di tanah. "Iya, ayah. Terima kasih." Jawabannya pelan, seolah mengandung rasa syukur yang dipaksakan.

Di bawah cahaya matahari senja yang mulai memudar, Nuha hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, dia benar-benar bisa membebaskan dirinya dari kutukan itu.

Sementara itu, Kak Muha yang masih memetik mangga dari pohon, kembali berusaha mengganggu adiknya dari atas sana. "Monster kecil mau punya pacar? Yang ada dia bakalan jadi monster besar lagi. Ih, takut..."

Nuha menengadah, setengah tersenyum. "Baguslah kalo aku bisa jadi monster besar. Akan aku injak kakak sampe penyet!!"

Muha tertawa dari atas pohon. "Monster kecil mau ngamuk nih! Siap-siap kena serangan Nuha!"

"KA-K MUHAA!!" Nuha berteriak, setengah tertawa meski perasaannya masih terpendam.

Nuha mendengus-dengus tajam dengan kepulan asap di atas kepalanya sedangkan Kak Muha masih asik menertawainya.

1
Tara
we can not 😂predict the future..buat we can always try 🤔🫢
Tara
pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔
Miu Nurhuda: Gimana kak menurutmu sifat Nuha itu?
total 1 replies
Miu Nurhuda
hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍
Tara
smoga happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!