ig : @unchiha.sanskeh
29/03/2024
LELAKI IDAMAN
CUPLIKAN BAB :
Hari ini, setelah mendapat kabar perjodohan kami itu, Ibu Kania pamit dan memberikan ku kesempatan untuk bersiap sampai nanti sore. Karena itu aku langsung bergegas merapikan toko. Tidak lupa, sedikit berdandan feminin untuk memberikan kesan pertemuan yang baik dengan anak majikanku itu. Kukenakan pakaian terusan dengan rok di bawah lutut agar tampak sopan dan sedikit terhormat. Sebuah dress warna biru pastel yang kubeli menjelang tahun baru di sebuah toko busana super murah.
Sialnya, bahkan setelah jam menunjukkan pukul 17.00 belum ada yang datang ke sini. Bosan, rasanya seluruh bedak yang kukenakan mulai luntur. Semangatku sedikit pudar, meski mungkin kedatangan mereka tertunda karena hujan yang turun sepanjang sore ini.
"Sepertinya tidak jadi."
Aku menghela napas dengan perasaan malas, dan bangkit dari kursi untuk menutup gorden jendela.
"Oh! Aku lupa memasukkan papan menu ke dalam!"
Sekali lagi aku kewalahan, penantian membuat ku lupa soal barang-barang. Hujan hampir mengguyur habis papan menu yang terpajang di luar toko. Dengan cepat aku keluar, melawan angin yang memukul badanku lewat udaranya yang dingin dan basah.
"Awas!"
Tiba-tiba datang suara pria dalam jarak yang sangat dekat.
Aku hampir tidak menyadari keberadaan pria itu sebelum dia menarik ku ke arahnya. Dia merangkul tubuhku dan bisa kurasakan kepala ku ditutup oleh lengan besar agar aman.
Sempat aku membeku dalam pelukannya, sebab ini baru pertama kali aku bersentuhan langsung dengan pria.
Aku langsung menengadah. Melihat ke atas. Menelusuri sepasang tangan berotot yang terpahat halus dengan kulitnya yang berwarna cokelat. Perut yang rata dan dada bidangnya terbungkus kemeja hitam berlengan panjang yang digulungnya rapi sebatas lengan. Sepasang mata gelapnya menatapku tanpa berkedip.
"Maaf Pak, tokonya sudah tutup." Kataku gelisah.
Pria itu mengernyit, mengedarkan pandangannya ke jalanan tanpa memperdulikan ucapan ku, kemudian kembali menatap ku. "Perhatikan sekitar. Banyak benda terbawa angin, kalau benda ini mengenai kepalamu----" Katanya.
Dia melepaskan tubuhku, dan aku langsung memandang benda plastik semacam tutup kotak sampah kecil yang ada di tangannya.
Aku meneguk liur kasar, kemudian menatap pria itu lagi. "Terima kasih, Pak."
Dia melewati ku dan membungkuk mengambil papan menu yang tadi ingin kuambil. Pada saat itulah pula perhatianku teralihkan pada sesosok pria yang tadi menyelamatkanku, pria dengan tubuh tinggi tegap yang sepertinya berumur hampir tiga puluhan.
Tanpa sadar aku terus mengamati pria ini, dia tampak sangat kuat, dan sejenak kupusatkan pandangan pada anatomi tubuhnya yang berotot. Lekuk maskulin yang sensual itu seakan menyelinap ke dalam diriku, membuat tubuhku meremang.
"Jangan melamun lagi. Masuklah, di luar sini angin sangat kencang." Tanpa kusadari pria itu kembali menyapa, menyadarkan aku dari lamunan.
"O-oh maaf. Sekali lagi Terima kasih Pak." Sahutku tergagap layaknya gadis ingusan yang kasmaran.
Dengan kaki yang melemas, aku buru-buru masuk ke toko. Tetapi dalam sekejap pula aku kembali terkejut karena pria itu menyusul ku dari belakang.
"Maaf Pak, tapi tokonya sudah tutup." Kataku.
"Aku tahu," jawabnya. "Aku ke sini bukan untuk membeli kue."
Mata pria itu memancarkan warna keperakan yang meluluhkan, dan sekali lagi tubuhku gemetar akibat dalamnya sorot mata itu.
"Aku anak Ibu Kania; Bintang Samudera. Kamu sudah tahu aku akan ke sini kan?" Katanya, dan Aku langsung terdiam.
"Bisa buka kan pintunya?"
Aku tidak dapat mendengar suara pria itu, rasanya aku tidak dapat bereaksi apa pun sampai beberapa saat pria ini menggenggam tanganku lewat celah pintu yang belum tertutup sempurna. "Nona?"
"Anak Ibu Kania." Kataku tergagap. Sekarang aku sudah tahu nama pria yang akan menjadi target pembalasan dendam ku dan Laras. Tapi, aku sungguh terkejut saat berhadapan dan bertemu langsung dengannya, ternyata begitu menyihir dan indah, dan saat ini tolong .... sadarlah, Berlian.
"Pak Samudera."
Langsung ku bukakan pintu dengan cepat. Sungguh berdebar.
Ketika dia duduk di bangku paling tengah toko, aku datang mengantar kopi dan kue pukis lumer untuknya. Rasanya lezat dan hangat, cocok untuknya yang kedinginan.
"Aku tidak tahu kalau Bapak akan ke sini, sepanjang sore ini hujan deras. Jadi aku pikir batal ke sini."
Dia hanya diam sambil mengelap badannya dengan handuk kecil saat aku kembali menyapa.
"Ya, maaf karena terlambat." Sambutnya lembut, tapi juga dingin, sedingin udara sore ini.
Kami saling berpandangan, menduga-duga dan saling bertanya-tanya, seolah di kepala ini penuh hujaman yang menginginkan kami untuk segera akrab.
"Aku sudah memberitahu siapa diriku, tapi sampai sekarang aku belum tahu siapa nama mu?"
"Oh, aku Berlian, Pak. Azizah Berliana." Jawabku sambil tersenyum dan mengulurkan tangan padanya.
Dia kembali diam, hingga untuk kesekian kalinya kami kembali hening dan kaku. Tangan ku perlahan-lahan ku tarik kembali, karena ia tak membalas jabatan tangan yang kutawarkan.
Seperti orang gila, aku bertanya-tanya dan benar-benar dilema, dipanggang kebingungan yang amat sangat ketika dia hanya memilih untuk mendiamkan aku.
Mungkinkah dia tak tertarik padaku? Atau kesan pertama ku sangat jelek di matanya? Lalu bagaimana perjodohan kami, kalau dia menolak? Rencanaku jelas akan gagal.
"Kamu tahu tentang keinginan ibuku?" Tanyanya.
Sontak aku langsung menaikkan wajah, menatapnya. "Ya, Pak?"
"Aku pria yang lebih tua 8 tahun darimu, kita pun baru satu kali bertemu. Apakah tidak masalah untukmu menikah dengan ku?"